Selasa, 06 Maret 2012

Kehidupan Yesus (pendahuluan)


Adalah suatu tragedi terbesar dalam pemikiran orang kristen, yang menganggap bahwa Yesus Kristus tidak menerima hormat dan pujian yang berhak ia terima karena kemenanganNya atas dosa, dengan membangun karakter yang sempurna. Doktrin ‘tritunggal’ yang diyakini oleh banyak orang menyatakan bahwa Yesus adalah Allah itu sendiri. Jika benar demikian, maka dengan mengingat bahwa Allah tidak dapat dicobai (Yak 1:13) dan tidak mungkin berbuat dosa; dapat diambil kesimpulan dangkal bahwa Kristus tidak sungguh-sungguh berperang melawan dosa; dan kehidupannya di bumi hanya berpura-pura saja, ia tidak merasakan hal-hal yang dialami oleh manusia, tidak sungguh-sungguh merasakan dilema fisik dan rohani dari umat manusia, karena sebagai Allah, ia tidak dapat terpengaruh dengan hal-hal seperti itu.

Kelompok fanatik yang lain, seperti Mormon dan saksi Yehuwa, gagal untuk memahami kemuliaan Kristus sebagai Anak Allah yang tunggal. Karena pemahaman mereka yang salah itu, kita dapat yakin bahwa Yesus bukanlah malaikat, atau anak Yusuf yang sebenarnya. Ada juga yang menyimpulkan, bahwa keadaan Yesus sama seperti Adam sebelum jatuh ke dalam dosa. Terpisah dari kuranganya bukti-bukti Alkitabiah dalam memandang hal ini, mereka gagal dalam memahami bahwa Adam diciptakan Allah dari debu, sedangkan Yesus ‘diciptakan’ oleh Allah dengan memperanakkannya di dalam kandungan Maria. Walaupun Yesus tidak memiliki ayah secara lahiriah, ia dikandung dan dilahirkan seperti kita, tetapi dengan cara yang berbeda. Banyak orang tidak dapat menerima bahwa seorang manusia yang dilahirkan dengan mewarisi dosa dapat memiliki karakter yang sempurna. Inilah fakta yang menghalangi untuk sungguh-sungguh beriman kepada Kristus.

Untuk percaya bahwa keadaan Yesus sama seperti kita, walaupun ia memiliki karakter yang tidak berdosa, yang selalu dapat mengatasi cobaan-cobaan yang dialaminya, bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan daya pengamatan yang cukup atas catatan-catatan Injil tentang kehidupannya yang sempurna, dan dengan memahami ayat-ayat yang menyangkal bahwa ia adalah Allah, agar dapat memahami dan mengimani Yesus dengan benar. Jauh lebih mudah untuk menganggap bahwa dia adalah Allah itu sendiri, yang secara otomatis sempurna. Pandangan seperti ini merendahkan kebesaran dari kemenangan Kristus atas dosa dan keinginan daging.

Ia mempunyai keinginan duniawi, dan turut merasakan kelemahan-kelemahan manusia (Ibr. 4:15). Tetapi ia dapat mengatasinya, karena komitmennya yang besar terhadap jalan-jalan Allah, dan ia memohon bantuan Allah untuk melawan dosa. Karena itulah, maka Allah berkehendak untuk ”mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus” (II Kor. 5:19).