Rabu, 21 September 2011

Roh Manusia

Banyak orang yang bingung mengenai perbedaan antara jiwa dan roh. Hal ini semakin menjengkelkan karena dalam beberapa bahasa dan terjemahan Alkitab, penerjemahan kata dalam bahasa Inggris “soul” dan “spirit” hanya diterjemahkan ke dalam satu kata. Kata “jiwa” secara umum menunjuk kepada semua unsur dalam diri seseorang, dan kadang-kadang juga bisa menunjuk kepada roh. Bagaimanapun juga, pada umumnya terdapat perbedaan antara “jiwa” dan “roh” yang digunakan dalam Alkitab. Karena jiwa dan roh dapat dipisahkan (Ibr. 4:12).  Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. 

Kata Ibrani dan Yunani untuk “roh” (ruakh” dan “pneuma”) juga diterjemahkan sebagai;
  • Hidup
  • Roh
  • Pikiran 
  • Angin
  • Nafas


Allah menggunakan rohNya untuk menciptakan seluruh alam semesta, dan juga manusia. Oleh karena itu, Roh Allah yang terdapat di dalam manusia adalah daya kehidupan yang berada dalam dirinya. “Tubuh tanpa roh adalah mati” (Yak. 2:26). “(Allah) menghembuskan nafas (roh) hidup ke dalam hidungnya (adam); demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej. 2:7). Ayub juga berbicara tentang “Roh Allah” yang “masih di dalam lubang hidungku” (Ayub 27:3 bandingkan Yes. 2:22). Karena itu, roh kehidupan yang terdapat dalam diri kita, diberikan pada waktu kita lahir, dan akan tetap ada selama kita masih hidup. Ketika Roh Allah tidak lagi bekerja, maka segala sesuatu akan berakhir, karena rohlah yang menghidupkan segala sesuatu. Jika Allah “menarik kembali RohNya, dan mengembalikan nafasNya kepadaNya maka binasalah bersama-sama segala yang hidup, dan kembalilah manusia kepada debu. Jikalau engkau berakal budi, dengarkanlah ini” (Ayub 34:14-16). Pada kalimat terakhir ditunjukkan bahwa manusia akan menemui kesulitan dalam memahami alam mereka yang sebenarnya.

Ketika Allah menarik kembali RohNya pada waktu kita mati, tidak hanya tubuh fisik kita yang mati, tapi seluruhnya juga akan mati. Pengetahuan Daud tentang hal ini telah membimbingnya untuk percaya kepada Allah daripada makhluk-makhluk ciptaan yang lemah seperti manusia. Mazmur 146:3-5 adalah alasan yang kuat untuk menangkis klaim dari humanisme; “Janganlah percaya kepada para bangsawan, kepada anak manusia yang tidak dapat memberikan keselamatan. Apabila nyawanya (roh) melayang, ia kembali ke tanah (karena dibuat dari debu); pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya. Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong.”

Pada waktu kematian, “debu (akan) kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya” (Pkh. 12:7). Di awal pelajaran ini kamu telah menjelaskan bahwa Allah hadir dimana saja melalui rohNya. Dalam konteks “Allah adalah roh” (Yoh. 4:24). Pada waktu kita mati, kita “menghirup nafas terakhir”, yaitu dalam arti bahwa Roh Allah yang berada dalam diri kita akan meninggalkan kita. Roh itu akan terhisap ke dalam Roh Allah yang berada di sekeliling kita. Jadi, pada waktu kematian “roh akan kembali kepada Allah.”

Karena Roh Allah yang menopang seluruh ciptaan, maka proses kematian yang terjadi pada manusia juga terjadi pada binatang. Manusia dan binatang mempunyai roh, atau daya kehidupan yang sama di dalam diri mereka. “Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas (roh) yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia” (Pkh. 3:19). Penulis buku Pengkhotbah mengatakan, bahwa tak terlihat perbedaan tentang kemana roh manusia dan binatang pergi (Pkh. 3:21). Penjelasan tentang manusia dan binatang memiliki roh yang sama dan juga mengalami proses kematian yang sama, muncul untuk menyinggung kembali penjelasan tentang manusia dan binatang, yang keduanya memiliki roh kehidupan dari Allah (Kej. 2:7; 7:15), dibinasakan dengan kematian yang sama melalui air bah: “Lalu mati binasalah segala yang hidup, yang bergerak di bumi, burung-burung, ternak dan binatang liar dan segala binatang merayap, yang berkeriapan di bumi serta semua manusia. Matilah segala yang ada nafas (roh) hidup dalam hidungnya…semuanya itu dihapuskan dari atas bumi” (Kej. 7:21-23). Catat, sebagai tambahan, Mazmur 90:5 menyamakan kematian dengan air bah. Catatan pada Kejadian 7 dengan jelas menunjukkan bahwa dalam pengertian umum, manusia termasuk dalam kategori “segala yang hidup, yang bergerak di bumi.” Dikatakan seperti ini karena manusia mempunyai roh kehidupan yang sama seperti makhluk ciptaan yang lain.