Selasa, 25 Oktober 2011

Pertanggung jawaban kepada Allah

Jika manusia telah memiliki “jiwa yang abadi” secara alami, maka ia telah dipaksa untuk memiliki takdir abadi di suatu tempat, baik itu tempat untuk diberi upah atau untuk dihukum. Secara tidak langsung hal ini menyatakan, bahwa setiap orang tidak perlu bertanggung jawab kepada Allah. Ini bertentangan sekali dengan apa yang telah ditunjukkan oleh ajaran Alkitab tentang alam manusia yang sama dengan alam binatang, yang tidak abadi. Walaupun begitu, beberapa orang telah ditawarkan prospek untuk hidup abadi dalam Kerajaan Allah. Seharusnya sudah jelas, bahwa tidak setiap orang yang pernah hidup akan dibangkitkan; seperti halnya binatang, manusia hidup, lalu mati, dan membusuk di dalam debu. Tetapi, karena adanya penghakiman untujk menghukum dan memberi upah kehidupan abadi, kita harus menambahkan bahwa ada kategori tertentu diantara manusia yang akan dibangkitkan untuk dihakimi dan diupahi.

Seseorang akan dibangkitkan atau tidak, tergantung pada apakah mereka bertanggung jawab pada penghakiman atau tidak. Dasar dari penghakiman kita adalah bagaimana kita menggunakan pengetahuan kita tentang firman Allah. Kristus menjelaskan: “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataanKu, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman” (Yoh. 12:48), bagi mereka yang tidak mengetahui atau memahami firman dari Kristus, dan tidak mempunyai kesempatan untuk menerima atau menolak Dia, tidak akan dicatat dalam penghakiman. “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum taurat akan binasa tanpa hukum taurat; dan semua orang yang berdosa dibawah hukum taurat akan dihakimi oleh hukum taurat” (Rm.2:12). Maka, mereka yang tidak mengetahui persyaratan dari Allah, akan lenyap seperti binatang; dan bagi mereka yang mengetahui kemudian melanggar hukum Allah, akan dihakimi, karena itu, mereka akan dibangkitkan untuk dihadapkan pada penghakiman.

Dalam pandangan Allah “dosa itu tidak diperhitungkan jika tidak ada hukum taurat”; “sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah”; “oleh hukum taurat orang mengenal dosa” (Rm. 5:13; I Yoh. 3:4; Rm. 3:20). Tanpa mengetahui hukum Allah seperti yang telah dinyatakan dalam firmanNya, “dosa tidak diperhitungkan” kepada seseorang. Oleh karena itu mereka tidak akan dihakimi atau dibangkitkan. Mereka yang tidak mengetahui firman Allah akan tetap mati seperti halnya binatang dan tumbuhan, karena mereka berada dalam posisi yang sama. “Manusia, yang…tidak mempunyai pengertian, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan” (Mzm. 49:20), “Seperti domba mereka meluncur ke dalam dunia orang mati” (Mzm. 49:14).

Dengan memiliki pengetahuan tentang cara-cara yang digunakan Allah, membuat kita bertanggungjawab kepadaNya atas segala perbuatan kita, dan harus dibangkitkan untuk dihadapkan pada penghakiman. Karena itu, harus dipahami bahwa tidak hanya orang-orang benar atau mereka yang dibaptis yang akan dibangkitkan. Tetapi juga prang-orang yang bertanggungjawab atas pengetahuan mereka tentang Dia. Ini adalah tema tulisan kudus yang sering kali diulangi;

- Yohanes 15:22 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang firman membawa pertanggungjawaban; “sekiranya Aku (Yesus) tidak datang dan tidak berkata-kata kepada mereka, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang mereka tidak mempunyai dalih bagi dosa mereka!” Roma 1:20-21 juga mengatakan hal yang sama, bahwa dengan mengenal Allah akan membuat orang “tidak dapat berdalih.”

- “Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa…; Ia akan kubangkitkan pada akhir zaman” (Yoh. 6:45,44)

- Hanya kepada mereka yang betul-betul tidak mengetahui jalan-jalanNya, Allah “pura-pura tidak melihat.” Bagi mereka yang mengetahui jalan-jalanNya, Dia memperhatikan dan menanti jawaban (Kis. 17:30).

- “Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, daripadanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, daripadanya akan lebih banyak lagi dituntut” (Luk. 12:47,48). Tetapi, seberapa banyak yang akan dituntut Allah?

- “jadi jika seseorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak. 4:17)

- Pertanggungjawaban yang khusus dari bangsa Israel kepada Allah, terdapat pada catatan dari wahyuNya kepada mereka sehubungan dengan diriNya (Amos 3:2).

- Maka, berdasarkan doktrin pertanggungjawaban ini, “karena itu, bagi mereka adalah lebih baik jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran daripada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka” (II Ptr. 2:21). Ayat-ayat yang lain, yang berkaitan dengan hal ini adalah; Yoh. 9:41; 3:19, I Tim. 1:13, Hos. 4:14, Ul. 1:39.

Karena itu, memiliki pengetahuan tentang Allah akan membuat kita bertanggungjawab dihadapan kursi penghakiman; dan bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan ini, tidak akan dibangkitkan, karena mereka tidak perlu dihakimi. Dan karena kekurangan pengetahuan mereka akan hal ini, mereka akan “dibinasakan sama seperti binatang” (Mzm. 49:21). Ada contoh yang mengindikasikan bahwa tidak semua orang yang pernah hidup akan dibangkitkan;

- Orang-orang dari babilon purbakala “tidak akan bangkit” setelah kematian mereka, karena mereka tidak mengenal Allah yang benar (Yer. 51:39, Yes. 43:17).

- Yesaya membesarkan hatinya sendiri dengan mengatakan; “Ya Tuhan, Allah kami, tuan-tuan lain pernah berkuasa atas kami (filistin dan babilon)…Mereka sudah mati, tidak akan hidup pula, sudah menjadi arwah, tidak akan bangkit pula;…dan meniadakan segala ingatan kepada mereka” (Yes. 26:13,14). Catat, ada tiga kali penegasan bahwa mereka tidak akan dibangkitkan; “tidak akan hidup…tidak akan bangkit…meniadakan segala ingatan kepada mereka.” Sebaliknya, Israel memiliki prospek untuk dibangkitkan di dalam catatan mengenai mereka tentang Allah yang benar: “orang-orangMu (Israel) yang mati akan hidup pula, mayat-mayat mereka akan bangkit pula” (Yes. 26:19).

- Berbicara tentang orang-orang Israel milik Allah, kita diberitahu bahwa pada waktu kedatangan Kristus, “Banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal” (Dan. 12:2). Walaupun “banyak”, tapi tidak semua orang-orang Yahudi akan dibangkitkan, sehubungan dengan tanggung jawab mereka kepada Allah, sebagai umat pilihanNya. Mereka yang betul-betul tidak mengenal Allah mereka yang benar “akan jatuh” dan tidak akan bangkit lagi, karena mereka tidak sanggup untuk menemukan “firman Tuhan” (Amos 8:12,14).

JADI:
1. Pengetahuan tentang firman Allah akan membawa pertanggungjawaban kepadaNya
2. Hanya mereka yang dimintai tanggung jawab yang akan dibangkitkan dan dihakimi
3. Mereka yang tidak mengetahui Allah yang benar akan tetap mati seperti halnya binatang.

Pengertian dari kesimpulan-kesimpulan ini akan membuat harga diri manusia jatuh, hal tersebut adalah murni berasal dari Alkitab, yang kami yakini; ribuan orang yang hidup pada saat ini dan masa lalu, yang tidak mengetahui kebenaran Injil, yang mentalnya terganggu, yang tidak dapat memahami ajaran-ajaran Alkitab, bayi dan kanak-kanak yang telah mati sebelum mencapai usia yang cukup untuk menghargai Injil; mereka semua termasuk dalam kelompok orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang Allah dan tidak bertanggung jawab kepada Allah. Hal ini mengartikan bahwa mereka tidak akan dibangkitkan, tanpa memperhatikan status rohani dari orang tua mereka. Hal ini sungguh bertentangan dengan inti dari humanisme dan segenap perasaan dan keinginan daging kita. Sikap rendah hati yang benar terhadap firman Allah, yang merupakan kebenaran, ditambah dengan pendapat yang tepat mengenai alam kita, akan membimbing kita untuk menerima kebenaran ini. Pemeriksaan yang jujur terhadap fakta-fakta sejarah manusia, bahkan tanpa petunjuk dari tulisan kudus, juga akan menuntun kita pada kesimpulan bahwa tidak ada harapan di masa yang akan datang bagi kelompok orang-orang yang telah disebutkan diatas.

Mengenai hal ini, tidak sepantasnya kita bertanya kepada Allah, karena; “Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah?” (Rm. 9:20). Kita boleh mengakui bahwa kita tidak memahami hal ini, tapi jangan pernah menuduh bahwa Allah tidak adil atau jahat. Pendapat bahwa Allah dapat menjadi jahat pada saat tertentu atau salah dalam memutuskan harapan yang menakutkan bagi manusia; sebagai Allah yang maha perkasa, Bapa, dan Sang Pencipta yang memperlakukan ciptaanNya dengan cara yang tidak adil dan tidak beralasan; dapat diklarifikasi dengan membaca catatan mengenai Raja Daud yang kehilangan anaknya,. II Samuel 12:15-24 menceritakan tentang bagaimana Daud berdoa dengan sungguh-sungguh agar mungkin anaknya dapat hidup kembali, akhirnya, dengan realistis dia dapat menerima kematian anaknya: “Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu Tuhan mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku.” Kemudian Daud menghampiri istrinya, dan mempunyai anak yang lain segera setelah peristiwa itu.

Akhirnya, harus diakui bahwa banyak orang yang telah mengenal prinsip pertanggungjawaban kepada Allah, tidak ingin lagi mempelajari pengetahuan yang lain tentang Dia karena harus mempertanggungjawabkan pengetahuan tersebut kepada Allah pada penghakiman. Tetapi dalam tingkat tertentu, orang-orang seperti mereka, yang bertanggungjawab kepada Allah, dengan berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki tentang firman Allah, menyadari, bahwa Allah turut bekerja dalam kehidupan mereka, dan juga menawarkan persahabatan yang nyata kepada mereka. Harus selalu diingat, bahwa “Allah adalah kasih”, “Ia mengehendaki supaya jangan ada yang binasa” dengan “mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (I Yoh. 4:8; II Ptr. 3:9; Yoh. 3:16). Sesungguhnya, Allah ingin kita berada di dalam KerajaanNya.

Kehormatan dan hak istimewa seperti itu akan mendatangakan pertanggungjawaban. Bahkan hal-hal ini tidak dirancang untuk menjadi beban yang berat bagi kita; jika kita sungguh mengasihi Allah, kita akan memahami bahwa keselamatan yang ditawarkan olehNya bukanlah suatu upah yang otomatis diberikan karena telah mengerjakan sesuatu, tetapi adalah kasihNya untuk melakukan apapun yang ia dapat lakukan demi anak-anakNya. Dengan memberikan mereka kebahagiaan yang abadi atas penghargaan mereka terhadap karakterNya yang menakjubkan.

Sebagaimana kita menghargai dan mendengarkan panggilan Allah kepada kita melalui firmanNya, maka kita akan menyadari bahwa selagi kita berjalan diantara kumpulan orang banyak, Allah memperhatikan kita dengan perhatian khusus dan minat yang besar untuk menanti jawaban kita atas kasihNya, daripada menanti kegagalan kita untuk bertindak sehubungan dengan pertanggungjawaban kita kepadaNya. MataNya tidak pernah berpaling dari kita, dan kita tidak tidak dapat melupakan atau membatalkan pengetahuan yang kita miliki tentang Dia, dengan tujuan agar kita dapat menuruti keinginan daging kita, dan tidak perlu bertanggungjawab kepadaNya. Sebaliknya, kita harus bersukacita atas kedekatan kita dengan Dia, dan percaya pada ketulusan kasihNya, yang pernah kita cari untuk mengenal Dia lebih jauh lagi daripada sebelumnya. Kasih kita untuk mengetahui jalan-jalan dan kehendak Allah, membuat kita dapat meniruNya dengan akurat, dan menyingkirkan ketakutan kita yang secara alami atas ke-Maha SucianNya.

Senin, 17 Oktober 2011

Mendapat upah di bumi atau di surga

Masih adakah yang berpikir bahwa surga adalah lokasi dimana Kerajaan Allah akan didirikan, yang merupakan ''yang telah dijanjikan''? Jika demikian maka hal-hal berikut ini perlu diperhatikan

- Di dalam “Doa Bapa Kami” terdapat permohonan agar Kerajaan Allah datang (kedatangan Yesus yang kedua), dimana Alah berkehendak untuk mendirikannya di bumi seperti yang dilakukanNya di surga (Mat. 6:10). Oleh karena itu, ketika kita mengucapkan doa tersebut, maka kita berdoa agar Kerajaan Allah datang ke bumi. Sangat disayangkan, ribuan orang tanpa berpikir, berdoa dengan doa tersebut setiap hari. Dan masih mempercayai bahwa Kerajaan Allah telah didirikan di surga, dan bumi akan dihancurkan.

- “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi” (Mat. 5:5) , tidak dikatakan bahwa jiwa-jiwa mereka akan pergi ke surga. Ayat ini menyinggung Mazmur 37, yang secara keseluruhan menegaskan bahwa upah bagi orang-orang benar akan diberikan di bumi. Di tempat yang sama juga, orang-orang jahat menikmati kekuasaannya untuk sementara waktu, dan orang-orang yang benar diupahi dengan kehidupan abadi dan akan memiliki bumi yang sama, yang didominasi oleh orang-orang jahat. (Mzm. 37:34,35). “orang-orang benar akan mewarisi bumi (Mzm. 37:11, 22, 29). 

- Bumi adalah tempat Allah berurusan dengan manusia: “langit itu langit kepunyaan Tuhan, dan bumi itu telah diberikannya kepada anak-anak manusia” (Mzm. 115:16)

- Wahyu 5:9,10 menceritakan penglihatan tentang apa yang diucapkan oleh orang-orang yang benar ketika mereka diterima pada waktu penghakiman: “Engkau (Kristus) telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.” Gambaran tentang pemerintahan Kerajaan Allah ini, betul-betul menghapus konsep yang tidak jelas yaitu, bahwa kita akan menikmati hidup dengan bahagia di suatu tempat di surga.

- Nubuat Daniel pada pasal 2 dan 7 menjelaskan dengan ringkas tentang kejayaan dari kuasa-kuasa politik, yang pada akhirnya digantikan dengan Kerajaan Allah pada waktu kedatangan Kristus. Pemerintahan dari Kerajaan ini akan berlangsung “di bawah semesta langit”, dan akan “memenuhi seluruh bumi” ( Dan. 7:27, 2:35 bandingkan ayat 44). Kerajaan yang abadi ini “akan diberikan kepada orang-orang kudus, umat Yang Maha Tinggi” (Dan. 7:27). Oleh karena itu upah mereka untuk hidup abadi di dalam Kerajaan Allah, akan berlangsung di bumi, di bawah langit.

Selasa, 11 Oktober 2011

Penghakiman

Alkitab mengajarkan bahwa penghakiman adalah salah satu dari prinsip-prinsip dasar dari iman yang benar, yang harus dipahami dengan jelas sebelum pembaptisan (Kis. 24:25, Ibr. 6:2). Tulisan Kudus sering kali berbicara tentang “Hari Penghakiman” (misalnya II Ptr. 2:9; 3:7; I Yoh. 4:17, Yud. 6), waktu dimana mereka yang telah diberikan pengetahuan tentang Allah akan menerima upah mereka. Mereka semua harus “menghadap takhta pengadilan Allah” (Rm. 14:10). Kita “harus menghadap takhta pengadilan Allah” (II Kor. 5:10) untuk menerima upah demi kehidupan kita, dalam bentuk tubuh yang nyata.

Dalam penglihatan Daniel, sehubungan dengan kedatangan Kristus yang kedua, termasuk yang dilihat adalah kursi penghakiman yang terdiri dari takhta-takhta. (Dan. 7:9-14). Perumpamaan dapat membantu menjelaskan penglihatan tersebut. Hal ini sama dengan talenta-talenta yang dipertanggungjawabkan pada saat kedatangan sang Tuan, ketika ia meminta pertanggungjawaban dari hamba-hambanya, sehubungan dengan cara mereka menggunakan harta tersebut sewaktu ditinggal olehnya. (Mat. 25:14-29). Perumpamaan tentang nelayan disamakan dengan panggilan Injil untuk menjala ikan, mengumpulkan segala jenis orang, lalu duduklah mereka (bandingkan dengan kursi penghakiman) dan memisahkan ikan yang baik dari yang tidak baik (Mat. 13:47-49). Tafsiran dari hal ini sangat jelas; “Pada akhir dunia, malaikat-malaikat akan datang untuk memisahkan orang-orang yang jahat dari yang baik.”

Dari apa yang telah kita pelajari sejauh ini, wajar jika kita menyimpulkan bahwa setelah kedatangan Kristus dan kebangkitan, orang-orang yang telah terpanggil kepada Injil akan dikumpulkan di suatu tempat pada waktu yang spesifik, pada waktu mereka akan bertemu dengan Kristus. Sebuah catatan akan diberikan kepada mereka, kemudian Ia akan menentukan apakah mereka layak atau tidak untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Hanya melalui peristiwa inilah, orang-orang yang benar akan menerima upah mereka. Semua ini dijelaskan melalui perumpamaan tentang domba dan kambing: “Apabila Anak Manusia datang dalam kemulianNya, dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaanNya (takhta Dau di Yerusalem Luk. 1:32,33). Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapanNya dan Ia akan memisahkan mereka seorang demi seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat. 25:31-34).

Mewarisi Kerajaan Allah sama dengan menerima janji-janji kepada Abraham sehubungan dengan hal tersebut, ini adalah upah bagi orang-orang yang benar. Dan hanya akan diberikan setelah penghakiman pada saat kedatangan Kristus. Oleh karena itu tidak masuk akal untuk menerima upah yang dijanjikan itu sebelum kedatangan Kristus. Ketika Kristus datang kembali, upah akan diberikan (bukan sebelum kedatangannya), adalah prinsip Alkitab yang sering diulangi;

- “apabila Gembala Agung (Yesus) datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu” (I Ptr. 5:4 bandingkan 1:13).

- “Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati…mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hariNya” (II Tim. 4:1,8).

- Pada waktu Mesias datang, “banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah (bandingkan Kej.3:19), akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk menjalani kehinaan dan kengerian yang kekal” (Dan 12:2)

- Pada waktu Kristus datang untuk menghakimi, “orang-orang mati…akan hidup…dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh. 5:25-29).

- “Aku (Yesus) datang segera dan Aku membawa upahKu untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya” (Why. 22:12). Kita tidak pergi ke surga untuk menerima upah tersebut, Tetapi Kristus akan membawanya dari surga untuk kita.

Yesus akan membawa upah yang telah disiapkan bagi kita di surga, tapi akan diberikan kepada kita di bumi, pada waktu kedatangannya yang kedua; yaitu tanah “warisan” yang telah dijanjikan kepada Abraham, “yang tersimpan di surga bagi kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir” sewaktu Kristus datang (I Ptr. 1:4,5)

Dengan memahami hal ini, akan menyanggupi kita untuk menafsirkan dengan benar dari sejumlah ayat yang disalah mengerti di Yohanes 14:2,3: “Aku (Yesus) pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatku, supaya tempat dimana Aku berada, kamupun berada.” Yesus mengatakan bahwa Ia akan datang kembali ke suatu tempat untuk memberikan upah kepada kita (Why. 22:12), dan seperti yang kita pelajari, hal ini terjadi pada saat Dia menghakimi dari takhtaNya. Dia akan memerintah dari takhta Daud di Yerusalem untuk “selamanya” (Luk. 1:32,33). Dia akan hidup abadi di bumi, dimana Kerajaan Allah juga akan didirikan. Oleh karena itu, janjinya akan “membawa kamu ke tempatku” dapat diartikan sebagai pernyataan diterimanya pertanggungjawaban kita di hadapanNya pada waktu penghakiman. Dalam bahasa Yunani, kalimat “membawa kamu ke tempatku” juga terdapat di Matius 1:20, sehubungan dengan Yusuf “mengambil” Maria, sebagai istrinya. Karena itu, kalimat ini tidak mengartikan kegiatan yang dilakukan oleh Yesus secara fisik.

Karena upah hanya akan diberikan pada waktu penghakiman, ketika Kristus datang, maka, baik orang yang benar maupun yang jahat akan menuju ke tempat yang sama, sewaktu mereka mati, yaitu kuburan. Tidak ada perbedaan diantara mereka dalam hal kematian. Ayat-ayat berikut membuktikan hal ini;

- Yonatan adalah orang yang benar, tapi Saul orang yang jahat, walaupun begitu ”dalam hidup dan matinya (mereka) tidak terpisah” (II Sam. 1:23).

- Saul, Yonatan, dan Samuel, semuanya menuju ke tempat yang sama pada waktu mereka mati (I Sam. 28:19).

- Abraham orang yang benar, tetapi ”dikumpulkan kepada kaum leluhurnya” sewaktu ia mati, padahal leluhurnya adalah penyembah berhala (Kej. 25:8, Yos. 24:2).

- Orang yang bijaksana dan orang yang bodoh mengalami nasib yang sama pada waktu kematian (Pkh. 2:15,16).

Semua hal ini dengan jelas bertolak belakang dengan apa yang diklaim oleh orang-orang ”Kristen.” Ajaran mereka tentang orang benar yang akan pergi ke surga pada waktu mereka mati, membuat kebangkitan dan penghakiman menjadi tak berarti sama sekali. Padahal, seperti yang telah kita pelajari, dua periatiwa ini merupakan peristiwa penting sehubungan dengan rencana keselamatan Allah yang terdapat di dalam Injil. Ada juga yang menyatakan suatu gagasan bahwa jika satu orang benar mati, dan ia pergi ke surga sebagai upahnya, maka pada hari, bulan, tahun berikutnya, hal yang serupa juga dialami oleh orang-orang benar yang lain. Hal ini sangat bertolak belakang dengan Alkitab, yang mengajarkan bahwa semua orang yang benar akan diberi upah secara bersamaan, dan pada waktu yang sama;

- Pada penghakiman, domba-domba akan dipisahkan dari kambing-kambing satu demi satu. Ketika penghakiman berakhir, Kristus akan mengatakan kepada seluruh domba untuk berkumpul di sebelah kananNya, ”Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat. 25:34). Karena itu seluruh domba akan mewarisi Kerajaan Allah pada waktu yang sama (bandingkan I Kor. 15:52).

- Pada waktu ”penuaian” ketika Kristus datang untuk menghakimi, mereka yang telah bekerja demi Injil akan ”sama-sama bersukacita” (Yoh. 4:35,36 bandingkan Mat. 13:39).

- Wahyu 11:18 mendefinisikan ”saat bagi orang-orang mati untuk dihakimi” sebagai waktu dimana Allah akan ”memberi upah kepada hamba-hambaNya...orang-orang kudus...mereka yang takut akan namaNya”, semuanya akan diberi upah bersama-sama.

- Di dalam Ibrani 11 terdapat daftar dari sejumlah orang-orang yang benar di Perjanjian Lama. Ayat 13 mengatakan, ”Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu”, yang diberikan kepada Abraham, yaitu tentang Keselamatan melalui Kerajaan Allah (Ibr. 11:8-12). Karena itu sewaktu mereka mati, mereka tidak pergi ke surga seorang demi seorang untuk menerima upah. Alasan untuk hal ini terdapat pada ayat 39, 40; ”Mereka semua tidak menerima apa yang dijanjikan itu sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.” Ditundanya waktu untuk memberikan upah kepada mereka disebabkan oleh rencana Allah yang akan ”menyempurnakan” semua orang beriman bersama-sama, dan pada peristiwa yang sama, yaitu pada penghakiman ketika Kristus datang kembali.

Senin, 03 Oktober 2011

Kebangkitan

Alkitab menegaskan, bahwa upah bagi orang-orang yang benar akan diberikan pada saat kebangkitan, yaitu pada saat kedatangan Kristus (I Tes. 4:16). Kebangkitan dari kematian untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukan adalah hal yang pertama yang akan dilakukan Kristus, kemudian disusul dengan penghakiman. Jika ”jiwa” telah pergi ke surga pada waktu kematian, maka kebangkitan tidak diperlukan lagi. Paulus mengatakan, bahwa jika tidak ada kebangkitan, maka semua usaha untuk menjadi taat kepada Allah adalah sia-sia (I Kor. 15:32). Tentunya dia tidak akan berpikir seperti ini jika dia percaya bahwa jiwanya akan pergi ke surga pada waktu ia mati, sebagai upah bagi dirinya. Pengertian yang di dapat dari hal ini adalah, ia percaya bahwa kebangkitan daging adalah satu-satunya cara untuk memberikan upah. Kristus membesarkan hati kita sehubungan dengan penantian upah bagi orang-orang yang hidup dengan benar, yang akan diberikan pada saat ”kebangkitan” (Luk. 14:14).

Kembali kepada intinya, bahwa Alkitab tidak mengajarkan keberadaan dalam bentuk apapun yang terpisah dari tubuh, hal ini juga dapat diterapkan kepada Allah, Kristus, para malaikat dan manusia. Pada saat kedatangannya kembali, Kristus ”akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhnya yang mulia” ( Flp. 3:20,21). Sebagaimana bentuk tubuhnya yang nyata pada saat ini, yang digerakkan murni oleh roh, lebih dari sekedar darah, maka kita juga akan mendapat upah yang serupa. Pada waktu penghakiman, kita akan menerima upah sesuai dengan yang dilakukan tubuh kita ( II Kor. 5:10). Bagi mereka yang hidup menuruti keinginan dagingnya, akan ditinggalkan bersama tubuh mereka yang tidak abadi yang kemudian akan kembali menjadi debu, bagi mereka yang sewaktu hidup berusaha untuk mengatasi keinginan dagingnya dengan Roh, ”maka ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu” (Gal. 6:8) dalam bentuk tubuh yang dipenuhi Roh.

Ada bukti lebih lajut mengenai upah bagi orang-orang benar yang akan diberikan kepada mereka dalam keadaan yang memiliki tubuh yang nyata. Sekali hal ini diterima, maka inti dari kebangkitan akan jelas. Tubuh kita yang sekarang ini dengan jelas menuju kepada kematian; jika kita dapat merasakan kehidupan abadi dan keabadian dalam bentuk tubuh yang nyata, maka dapat dipahami bahwa kematian adalah keadaan tidak sadarkan diri hingga pada saat tubuh kita diciptakan kembali dan kemudian ditempatkan pada alam yang sama dengan Allah.

Seluruh I Korintus 15 berbicara dengan terperinci mengenai kebangkitan, untuk itu harus dibaca dengan hati-hati. I Kor. 15:35-44 menjelaskan, sebagaimana benih ditabur kemudian muncul dari tanah sebagai suatu tubuh yang diberikan oleh Allah, demikian halnya dengan orang mati yang dibangkitkan untuk diupahi dengan suatu tubuh. Seperti halnya Kristus yang bangkit dari kubur dan tubuhnya yang berkematian diubah menjadi tubuh yang tidak dapat binasa, maka begitu jugalah upah yang akan diberikan kepada orang-orang percaya yang benar (Flp. 3:21). Melalui pembaptisan, diri kita disatukan dengan kematian dan kebangkitan Kristus; dengan menunjukkan iman kita bahwa kita juga akan mendapat upah seperti yang Dia terima pada waktu kebangkitannya (Rm. 6:3-5). Dengan turut merasakan penderitaannya pada saat ini, maka kita juga akan mendapat upah yang sama dengannnya: ”Kami senantiasa membawa (saat ini) kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (II Kor. 4:10). ”Maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh RohNya” (Rm. 8:11). Oleh karena itu, dengan harapan ini, kita menantikan ”pembebasan tubuh kita” (Rm. 8:23), dengan cara mengabadikan tubuh kita.

Pengharapan akan tubuh yang nyata sebagai upah telah dipahami oleh umat Allah sejak awal. Abraham dijanjikan, bahwa ia secara pribadi akan mewarisi tanah Kanaan selamanya, sebagaimana ia telah menjalani negeri itu menurut panjang dan lebarnya (Kej. 13:17, lihat pelajaran 3.4). Imannya akan janji tersebut membuat ia percaya, bahwa tubuhnya pada suatu saat, di masa yang akan datang, akan dibangkitkan, dan benar-benar akan terjadi.

Ayub dengan jelas menyatakan pengertiannya, walaupun tubuhnya dimakan cacing di dalam kubur, dia akan menerima upahnya dalam bentuk tubuh yang nyata: ”Penebus hidupku...akan bangkit di atas debu: juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikannya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu” (Ayub 19:25-27). Harapan Yesaya juga mirip: ”mayat-mayat mereka akan bangkit pula” (Yes. 26:19).

Kata-kata serupa juga dapat ditemukan pada catatan tentang kematian Lazarus, sahabat Yesus. Daripada menghibur saudara perempuannya dengan mengatakan bahwa jiwanya telah pergi ke surga, sebaliknya yesus mengatakan bahwa pada hari kebangkitan saudaranya akan bangkit. Marta, saudara perempuan Lazarus, dengan cepat merespon kata-kata Yesus, dan dari penjelasannya dapat dipahami bahwa orang-orang Kristen yang mula-mula memahami: ”kata Marta kepadanya, ” Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman” (Yoh. 11:23,24). Seperti halnya Ayub, Marta tidak memahami kematian sebagai pintu gerbang menuju kebahagiaan di surga. Tapi sebaliknya, lebih memandang ke depan akan kebangkitan yang akan terjadi ”pada hari terakhir.” Allah berjanji: ”Ia akan kubangkitkan pada akhir zaman...setiap orang yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepadaku” (Yoh. 6:44,45).