Minggu, 21 Agustus 2011

Janji Kepada Daud

Seperti Abraham dan orang-orang yang menerima janji-janji Allah, perjalanan hidup Daud tidaklah mudah. Ia tumbuh sebagai anak yang paling bungsu di dalam keluarga yang besar di Israel, sekitar tahun 1000 SM. Ia menjadi penggembala domba dan tukang suruh dari saudara-saudaranya yang berlagak seperti majikan (I Sam.15-17). Dalam kurun waktu itu, ia mempelajari tingkat teratas dari iman kepada Allah, yang hanya dimiliki oleh sedikit sekali orang sejak permulaan dunia.

Hari itu akhirnya tiba, ketika Israel menghadapi tantangan terakhir dari tetangga mereka yang agresif, Filistin. Mereka ditantang untuk menunjuk salah seorang dari mereka utuk melawan raksasa Goliat, jawara Filistin. Pemenangnya akan berkuasa atas yang kalah. Dengan bantuan Allah, Daud mengalahkan Goliat dengan menggunakan ketapel. Atas kemenangannya itu ia disanjung melebihi raja mereka (Saul). “kegairahan gigih (kecemburuan) seperti dunia orang mati” (Kid. 8:6), firman ini terbukti benar melalui tindakan Saul yang menindas Daud selama 20 tahun beikutnya, memburunya seperti seekor tikus di sekitar padang gurun dibagian selatan Israel.

Akhirnya Daud menjadi Raja, dan menunjukkan penghargaannya akan kasih Allah yang telah melindunginya selama ia hidup di padang gurun dengan memutuskan untuk mendirikan Bait Allah. Jawaban Allah atas hal ini adalah dengan menunjuk anak Daud, Salomo, yang akan mendirikan bait tersebut. Dan sebaliknya, Allah ingin membangun suatu rumah bagi Daud (II Sam. 7:4-13). Kemudian hal tersebut dijelaskan dengan terperinci, sebagian besar dijanjikan kepada Abraham, tetapi dengan detail yang lebih jelas;

“Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi AnakKu. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setiaKu tidak akan hilang daripadanya, seperti yang kuhilangkan kepada Saul, yang telah kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapanku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamany.” (II Sam. 7:12-16).

Kita berharap bahwa “keturunan” itu adalah Yesus. Penjelasannya sebagai Anak Allah (II Sam. 7:14) membenarkan hal ini, begitu juga dengan referensi-referensi yang lain di dalam Alkitab;

- “Aku adalah…keturunan Daud” (Why. 22:16)
- “(Yesus) menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud” (Rm. 1:3)
- “Dan dari keturunannyalah (Daud), sesuai dengan yang telah dijanjikanNya, Allah telah membangkitkan juru selamat bagi orang Israel, yaitu Yesus” (Kis. 13:23)
- Malaikat berkata kepada Maria sehubungan dengan anaknya, Yesus,”Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadanya takhta Daud, bapa leluhurnya…dan kerajaannya tidak akan berkesudahan” (Luk. 1:32,33). Hal ini menggenapi janji tentang keturunan Daud di II Samuel 7:13, kepada Yesus.

Dengan mengidentifikasikan keturunan itu sebagai Yesus, maka sejumlah perincian akan menjadi lebih jelas;

1.Keturunan

“Maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu…Aku akan menjadi bapanya, dan ia akan menjadi anakKu. “Seorang anak kandungmu akan kududukkan di atas takhtamu” (II Sam. 7:12,14,; Mzm. 132:10,11). Yesus, keturunan itu, menurut daging adalah keturunan Daud, tetapi Allah adalah bapanya. Hal ini ditunjukkan melalui kelahirannya dari seorang perawan seperti yang dijelaskan dalam Perjanjian Baru. Ibu yesus adalah Maria, keturunan Daud (Luk. 1:32). Tapi, dia tidak memiliki ayah jasmani. Allah melakukan mujizat di dalam rahim Maria melalui Roh Kudus, dengan tujuan agar ia mengandung Yesus. Tentang hal ini, malaikat itu mengatakan, ”Roh kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang maha tinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, anak Allah” (Luk. 1:35). Hanya dengan melalui ”kelahiran dari seorang perawan” janji kepada Daud dapat digenapi sepenuhnya.

2. Rumah

“Dialah yang akan mendirikan rumah bagi namaKu” (II Sam. 7:13), hal ini menunjukkan bahwa Yesus akan membangun suatu bait bagi Allah, baik dalam arti harfiah maupun rohani . “Rumah” Allah adalah tempat dimana Ia bersedia untuk menempatinya, Yesaya 66:1,2 mengatakan pada kita bahwa Dia akan datang untuk tinggal di dalam hati orang-orang yang taat kepada firmanNya. Karena itu Yesus membangun suatu bait rohani bagi Allah untuk ditempati, yang terbuat dari orang-orang Kristen sebagai bahan bangunannya (I Ptr. 2:5), akhirnya dapat dipahami.

3. Takhta


“Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya (Kristus) untuk selama-lamanya” (II Sam. 7:13,16 bandingkan Yes. 9:6,7). Karena itu, Kerajaan Kristus didasari oleh Kerajaan Israel milik Daud. Hal ini mengartikan bahwa Kerajaan Allah yang akan datang merupakan Kerajaan Israel yang dibangun kembali, untuk lebih jauh tentang hal ini, lihat pelajaran 5.3. Untuk menggenapi janji ini, Kristus harus memimpin di atas ”takhta” Daud, atau tempat untuk menjalankan pemerintahannya. Dalam arti harfiahnya adalah Yerusalem. Hal ini menjadi bukti bahwa Kerajaan Allah akan didirikan di bumi untuk menggenapi janji-janji ini.

4. Kerajaan

“Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapanKu” (II Sam. 7:16), hal ini memberikan kesan bahwa Daud adalah saksi atas pengokohan Kerajaan Kristus yang abadi. Dan secara tidak langsung menjanjikan bahwa ia akan dibangkitkan pada kedatangan Kristus, sehingga ia dapat melihat dengan matanya sendiri Kerajaan itu didirikan di bumi ini dibawah pimpinan Yesus dari Yerusalem.

Hal-hal yang dijanjikan kepada Daud ini tentunya sangat penting untuk dipahami. Daud dengan gembira mengatakan, ”suatu perjanjian kekal...sebab segala keselamatanku dan segala kesukaanku bukankah Dia yang menumbuhkannya?” (II Sam. 23:5). Hal ini menyangkut keselamatan kita juga, karenanya kita juga dapat bergembira atas hal itu. Demikianlah tujuan dari doktrin-doktrin yang sangat penting ini. Sebaliknya, yang terjadi pada kekristenan pada saat ini adalah suatu tragedi yang memprihatinkan, karena doktrin-doktrin yang diajarkan bertentangan dengan kebenaran.;

- Jika secara fisik Yesus ”telah hadir sebelumnya”, yaitu keberadaannya sebagai individu sebelum ia dilahirkan, maka janji-janji tentang Yesus yang akan menjadi keturunan Daud hanyalah omong kosong.

- Jika Kerajaan Allah akan didirikan di surga, maka Yesus tidak akan membangun kembali Kerajaan Israel milik Daud, dan ia tidak akan memerintah diatas ”takhta” Daud. Hal-hal ini betul-betul akan terjadi di bumi, karena itu tempat pembangunannya kembali haruslah di tempat yang sama.

Digenapi melalui Salomo?

Anak kandung Daud, Salomo, menggenapi beberapa dari perjanjian yang diberikan kepada Daud; Ia membangun Bait bagi Allah (I Raj. 10:5-8), Kerajaannya makmur, bangsa-bangsa dari segala penjuru memberikan persembahan sebagai upeti untuk menghormati Salomo (I Raj. 10) dan bait yang dibangunnya membawa berkat-berkat rohani. Oleh karena itu pemerintahan Salomo merupakan gambaran kedepan dari penggenapan yang jauh lebih besar lagi akan janji-janji kepada Daud, yang akan digenapi di dalam Kerajaan Kristus.

Beberap orang mengklaim bahwa janji-janji kepada Daud telah digenapi seluruhnya oleh Salomo. Hal ini bertentangan dengan;

- Bukti-bukti yang banyak dari Perjanjian Baru, yang menunjukkan bahwa ”keturunan” itu adalah Kristus.
- Janji-janji yang diberikan Allah kepada Daud ada hubungannya dengan janji yang diberikan kepada Abraham (I Taw. 17:27=Kej. 22:17,18).
- Kerajaan dari ”keturunan” itu akan bertakhta untuk selama-lamanya, hal ini tidak terjadi pada Kerajaan Salomo.
- Daud mengetahui bahwa janji-janji tersebut menyangkut tentang kehidupan abadi, yang tidak ditujukan kepada keluarga dekatnya pada saat itu: ”Bukankah seperti itu keluargaku di hadapan Allah? Sebab Ia menegakkan bagiku suatu perjanjian kekal” (II Sam. 23:5).
- Keturunan Daud adalah Mesias, Juru Selamat yang menebus dosa (Yes. 9:6,7; 22:22; Yer. 33:5,6,15; Yoh. 7:42). Tetapi Salomo belakangan berbalik menjauhi Allah (I Raj. 11:1-13; Neh. 13:26) dengan mengawini orang-orang yang tidak termasuk dalam kelompok bangsa Israel.

Senin, 15 Agustus 2011

Janji kepada Abraham

Injil yang diajarkan oleh Yesus dan murid-muridnya tidak berbeda dengan Injil yang diterima oleh Abraham. Allah, melalui tulisan kudus, “memberitakan Injil kepada Abraham” (Gal. 3:8). Begitu pentingnya janji-janji ini sehingga Petrus memulai dan mengakhiri pernyataannya di hadapan umum dengan menggunakan ayat-ayat tersebut sebagai referensi (Kis. 3:13,25). Jika kita dapat memahami apa yang diajarkan kepada Abraham, maka kita akan memiliki gambaran yang sangat mendasar dari Injil Kristus. Ada juga petunjuk lain yang menjelaskan bahwa Injil bukanlah sesuatu yang baru diberitakan pada jaman Yesus;

- “Dan kami sekarang memberitakan Kabar kesukaan (Injil) kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita” (Kis. 13:32,33)

- “Injil Allah. Injil itu telah dijanjikan Nya sebelumnya dengan perantaraan (misalnya Abraham-Kej.20:7) dalam kitab-kitab suci “(Rm. 1:1,2)

- “Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati” (I Ptr. 4:6), yaitu kepada orang-orang percaya yang hidup, dan telah mati sebelum abad pertama.

- “Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka” (Ibr. 4:2), yaitu kepada bangsa Israel sewaktu mereka berada di padang gurun.

Janji-janji kepada Abraham memiliki dua tema dasar, yaitu:

Hal-hal mengenai keturunan Abraham (keturunan yang istimewa), dan
Hal-hal mengenai tanah yang dijanjikan kepada Abraham

Janji-janji ini telah dikomentari dalam Perjanjian Baru, dan dengan kebijaksanaan yang kita miliki, marilah kita perhatikan bagaimana Alkitab menjelaskan hal tersebut. Kita akan menggabungkan pengajaran dari Perjanjian Lama dan Baru untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai perjanjian yang dibuat kepada Abraham.

Abraham berasal dari Ur, suatu kota yang makmur, yang sekarang ini adalah Irak. Ilmu purbakala modern menunjukkan bahwa tingkat peradaban yang tinggi telah dicapai pada jaman Abraham. Ada sistem perbankan, fasilitas umum dan prasarananya. Abraham tinggal di kota ini, dialah yang akan kita ketahui selanjutnya, disebut sebagai Bapa segala bangsa. Kemudian suatu panggilan yang luar biasa datang dari Allah kepadanya untuk meninggalkan kehidupan duniawi tersebut, dan memulai perjalanan menuju tanah perjanjian. Lokasinya sama sekali tidak dijelaskan. Banyak orang mengetahui bahwa perjalanan itu menempuh jarak 1.500 mil. Tanah itu adalah Kanaan, Israel modern.

Adakalanya Allah menampakkan diri kepada Abraham, dan mengulangi janjiNya dengan lebih terperinci. Janji-janji tersebut adalah dasar dari Injil Kristus. Karenanya, sebagaimana Abraham mendapat panggilan dari Allah, begitu juga yang dialami oleh orang-orang Kristen yang benar pada saat ini. Yaitu untuk meninggalkan hal-hal yang bersifat sementara dalam hidup ini, dan hidup dalam iman, sehubungan dengan janji-janji Allah, hidup dalam firmanNya. Kita dapat membayangkan bagaimana Abraham mempertimbangkan janji-janji tersebut selama perjalanannya. “Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat (dari Ur) ke negeri (Kanaan) yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui” (Ibr. 11:8). Sebagaimana Janji-janji Allah diberikan pada waktu pertama kali diberikan, demikian juga yang kita alami. Walaupun kita tidak tahu dengan pasti, seperti apakah Kerajaan Allah itu, tapi dengan iman kepada firman Allah, akan membuat kita berhasrat untuk mematuhinya.

Abraham bukanlah seorang pengembara yang berkeliling-keliling karena tidak ada hal yang lebih baik untuk dikerjakan, lalu memilih untuk menerima penggenapan janji-janji ini. Latar belakangnya tidak berbeda jauh dengan kita. Hal yang rumit ialah, keputusan-keputusan yang menyebabkan hal-hal yang menyedihkan yang harus ia hadapi, serupa dengan yang mungkin harus kita hadapi pada saat ini sebagai konsekuensi dari menerima dan melaksanakan apapun sehubungan dengan janji-janji Allah; dicemooh oleh rekan bisnis, diejek oleh orang-orang di sekitar kita, dll. Hal-hal seperti ini mungkin dialami oleh Abraham. Hal yang memotivasinya dalam menghadapi semua ini pasti sangat luar biasa. Dan satu-satunya hal yang tersedia sebagai motivasi dalam menempuh perjalanannya yang panjang dan memakan waktu bertahun-tahun adalah, hanya sekedar kata-kata dari janji tersebut. Dia harus mengingat dan merenungkannya setiap hari untuk mengetahui maksud yang sebenarnya dari janji yang telah diberikan kepadanya.

Dengan memperlihatkan iman yang sama, dan melakukannya. Kita akan mendapat kehormatan seperti yang diterima Abraham; disebut sebagai yang dikasihi Allah (Yes. 41:8), memperoleh pengetahuan dari Allah (Kej. 18:17), dan pasti akan mendapatkan kehidupan abadi dalam Kerajaan Allah. Sekali lagi kami menegaskan bahwa Injil Kristus didasari oleh janji-janji kepada Abraham. Supaya kita dapat percaya dengan sungguh-sungguh pada ajaran Kristen, kita harus mengetahui dengan pasti tentang janji-janji kepada Abraham. Tanpa melakukan hal demikian, maka iman yang kita miliki bukanlah iman. Karena itu, kita harus membaca berulang kali dialog antara Allah dan Abraham dengan cermat.

Tanah

“Pergilah dari negerimu...ke negeri yang akan kutunjukkan kepada mu” (Kej. 12:1)

Abraham “berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, dari tanah Negeb sampai dekat Betel (Israel bagian tengah) dan berfirmanlah Allah kepada Abraham: ”Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kau lihat itu akan kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya...jalanilah negeri itu...sebab kepadamulah akan kuberikan negeri itu” (Kej. 13:3,14-17).

“Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abraham serta berfirman; “Kepada keturunanmulah kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat” (Kej. 15:18)

“Kepadamu dan kepada keturunanmu akan kuberikan negeri ini yang kau diami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya” (Kej. 17:8)

“Janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia” (Rm. 4:13)

Perhatikan bagaimana wahyu kepada Abraham diberikan secara bertahap:

“Aku ingin kamu pergi ke suatu negeri”

“Kamu telah tiba di negeri tersebut. Kamu dan anak-anakmu akan hidup selamanya.” Perhatikan bagaimana janji tentang kehidupan abadi dicatat tanpa ada penegasan, sang penulis menulisnya tanpa keragu-raguan.

Lokasi dari negeri itu dijelaskan lebih spesifik lagi

Abraham tidak berharap untuk menerima penggenapan janji tersebut selagi ia hidup. Walaupun dia hidup disana sampai mati, tapi dia menjadi orang asing di negeri itu. Pengertian dari hal ini adalah bahwa dia akan mati dan kemudian dibangkitkan untuk menerima penggenapan dari janji tersebut.

Paulus, dibawah ilham, dengan jelas melihat bahwa janji-janji kepada Abraham adalah warisannya kepada seluruh bumi.

Tulisan kudus menjelaskan hal itu untuk mengingatkan kita bahwa Abraham tidak menerima penggenapan dari janji-janji tersebut selama hidupnya.

”Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing, dan disitu ia tinggal di kemah” (Ibr. 11:9)

Dia hidup sebagai orang asing di tanah itu, mungkin dengan sembunyi-sembunyi karena situasi yang tidak aman dan tidak memungkinkan untuk hidup sebagai pendatang di negeri itu. Hampir saja ia tidak dapat tinggal bersama dengan keturunannya di tanahnya sendiri. Bersama dengan keturunannya, Ishak dan Yakub (kepada mereka janji itu juga diberikan), ia mati dalam iman ”sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini” (Ibr. 11:13). Catat empat tahap berikut ini;

- Mengetahui janji-janji itu – seperti yang kita lakukan melalui pelajaran ini.

- Percaya kepada janji-janji itu – jika Abraham meyakini janji itu dengan melalui sebuah proses, bagaimana dengan kita?

- Menerima janji-janji itu – melalui pembaptisan di dalam Kristus (Gal. 3:27-29).

- Melalui jalan hidup kita, menyatakan pada dunia bahwa dunia ini bukanlah rumah kita yang sesungguhnya, dan kita berharap agar jaman yang akan datang segera tiba.

Abraham menjadi pahlawan besar dan teladan bagi kita, jika kita menghargai hal-hal ini. Sebagai penegasan yang terakhir dari penggenapan janji-janji tersebut, yang akan terjadi pada masa yang akan datang bagi orang tua yang letih itu ketika istrinya meninggal; dia diharuskan membeli sebagian dari tanah perjanjian untuk menguburnya (Kis. 7:16), Allah ”tidak memberikan milik pusaka kepadanya, bahkan setapak tanahpun tidak, tetapi Ia berjanji akan memberikan tanah itu kepadanya menjadi kepunyaannya dan kepunyaan keturunannya, walaupun pada waktu itu ia tidak mempunyai anak” (Kis. 7:5). Keturunan Abraham pada saat ini merasakan hal yang sama, tidak sepantasnya mereka membeli atau menyewa tanah yang merupakan hak milik mereka, yaitu bumi ini. Yang telah dijanjikan kepada mereka, demi kepentingan mereka. Warisan abadi!

Walaupun begitu, Allah tetap akan menepati janjiNya. Akan datang suatu hari dimana Abraham dan mereka yang telah dijanjikan akan perjanjian itu, menerima upahnya. Ibrani 11:13,39,40 menjelaskan tentang hal ini;

”Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.”

Oleh karena itu, orang-orang yang percaya akan diberikan upah pada waktu yang sama, yaitu pada waktu penghakiman di hari terakhir (II Tim. 4:1,8; Mat. 25:31-34; I Ptr. 5:4). Abraham dan orang-orang lain yang menerima janji-janji tersebut, harus dibangkitkan sebelum penghakiman, karena mereka harus hidup dengan tujuan untuk dihakimi. Jika pada saat mereka hidup, mereka tidak menerima janji-janji tersebut maka mereka pasti akan menerimanya setelah kebangkitan mereka, pada penghakiman sewaktu Kristus kembali ke bumi. Tidak ada pilihan lain selain menerima alasan bahwa mereka, yang mengalami hal yang sama dengan Abraham, yang sekarang ini berada di dalam kubur, sedang menunggu kedatangan Kristus. Bukan seperti mosaik pada jendela kaca berwarna yang terdapat di Gereja-gereja Eropa, yang melukiskan Abraham sedang berada di surga pada saat ini, sebagai upahnya karena hidup dalam iman. Beribu-ribu orang selama ratusan tahun melihat lukisan itu, dan dengan yakin sekali menerima gagasan tersebut. Apakah anda memiliki keberanian berdasarkan Alkitab untuk melangkah lebih jauh?

Keturunan

Penggenapan janji tentang keturunan tersebut sangat tepat ditujukan kepada Yesus, dan yang kedua kepada mereka yang berada ”di dalam Kristus”, yang juga diperhitungkan sebagai keturunan Abraham;

”Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau...dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej. 12:2,3)

”Sebab seluruh negeri yang kau lihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga” (Kej. 13:15,16)

”Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya...Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu...Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini” (Kej. 15:5,18)

”Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kau diami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya, dan Aku akan menjadi Allah mereka” (Kej. 17:8)

”Maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firmanKu” (Kej. 22:17,18)

Pemahaman Abraham mengenai ”keturunan” semakin diperjelas:

Pertama dia hanya diberitahu bahwa suatu waktu ia akan memiliki keturunan dalam jumlah yang luar biasa, dan melalui ”keturunannya” seluruh bumi akan diberkati.

Kemudian dia diberitahu bahwa dia akan memiliki keturunan yang akan mengikutsertakan banyak orang. Orang-orang inilah yang akan menghabiskan kehidupan abadi mereka bersama dia di tanah yang telah dia tempati, yaitu Kanaan.

Dia diberitahu bahwa keturunannya akan menjadi banyak seperti bintang-bintang di langit. Mungkin hal ini diartikan oleh Abraham sebagai kerturunan dalam arti rohani, (bintang-bintang di langit) dan sebanyak (debu tanah di bumi)

Janji-janji tersebut harus digarisbawahi dan ditambahkan sebagai jaminan bahwa orang-orang yang akan menjadi bagian dari keturunan itu dapat memilki hubungan pribadi dengan Allah, seperti Abraham.

Keturunan itu akan menang melawan musuh-musuhnya.

Catat, keturunan itu akan membawa ”berkat” bagi banyak orang di bumi. Di dalam Alkitab, pemberkatan seringkali dihubungkan dengan pengampunan dosa. Dari segala berkat, inilah berkat yang terbesar dari Allah yang maha pengasih, yang paling didambakan. Karena inilah maka tetulis hal-hal seperti berikut ini, ”Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya” (Mzm. 32:1); ”cawan pengucapan syukur” (I Kor. 10:16), yang mengartikan darah Kristus, yang melaluinya pengampunan diberikan. Satu-satunya keturunan Abraham yang membawa pengampunan bagi dosa-dosa dunia adalah Yesus. 

Perjanjian Baru, sewaktu mengomentari tentang janji-janji kepada Abraham, mendukung hal ini:

”Tidak dikatakan ”kepada keturunan-keturunannya” (dalam bentuk jamak) seolah-olah dimaksud banyak orang, tetapi hanya satu orang: ”dan kepada keturunanmu” (dalam bentuk tunggal), yaitu Yesus Kristus” (Gal. 3:16)

”...perjanjian yang telah diadakan Allah dengan nenek moyang kita, ketika Ia berfirman kepada Abraham:”Oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati. Dan bagi kamulah pertama-tama Allah membangkitkan hambanya (keturunan perempuan itu) dan mengutusnya kepada kamu, supaya ia memberkati kamu dengan memimpin kamu masing-masing kembali dari segala kejahatanmu” (Kis. 3:25,26)

Bagaimana cara Petrus mengutip dan menafsirkan Kejadian 22:18

Keturunan = Yesus
Berkat = Pengampunan dosa

Janji bahwa Yesus, keturunan itu, akan mengalahkan musuh-musuhnya, semakin jelas dipahami jika hal ini direferensikan dengan kemenangannya atas dosa, musuh terbesar dari umat Allah dan juga Yesus.

Bergabung dengan keturunan itu

Sekarang jelaslah sudah, bahwa elemen-elemen dasar dari Injil Kristen telah dipahami oleh Abraham. Tapi, janji-janji yang penting ini hanyalah diberikan kepada Abraham dan keturunannya, Yesus. Bagaimana dengan yang lain? Bahkan orang-orang yang berasal dari garis keturunan Abraham tidak otomatis menjadi bagian dari keturunannya (Yoh. 8:39; Rm. 9:7). Bagaimanapun juga, kita harus menjalin hubungan yang akrab dengan Yesus, sehingga janji-janji kepada keturunan tersebut juga dibagi bersama kita, yaitu dengan cara dibaptis di dalam nama Yesus (Rm. 6:3-5). Kita sering membaca tentang pembaptisan di dalam namanya (Kis. 2:38; 8:16; 10:48; 19:5). Galatia 3:27-29 menjelaskan tentang hal ini;

”Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani (bangsa lain), tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus (melalui pembaptisan). Dan jika kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah”

Janji untuk hidup abadi di bumi dengan menerima ”berkat” pengampunan melalui Yesus. Dengan dibaptis di dalam Kristus, keturunan itu, maka kita dapat berbagi janji-janji yang dibuat untuknya. Karena itu Roma 8:17 menyebut kita ”ahli waris bersama Kristus.”

Ingat, berkat tersebut diberikan kepada orang-orang disegala penjuru bumi, melalui keturunan itu. Dan keturunan itu akan menjadi suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang berasal dari segala penjuru bumi, seperti pasir di tepi laut dan seperti bintang-bintang di langit. Selanjutnya mereka berhak untuk menerima berkat yang pertama sehingga mereka dapat menjadi bagian dari keturunan tersebut. Dan keturunan (dalam bentuk tunggal) itu, ”kepadanya akan sujud menyembah semua orang” (banyak orang Mzm. 22:30)

Kita dapat meringkaskan dua bagian dari janji-janji yang diberikan kepada Abraham:

Tanah

Abraham dan keturunannya, Yesus, dan mereka yang berada di dalamnya, akan menerima warisan Tanah Kanaan, yang kemudian akan diperluas ke segala penjuru bumi. Dan mereka akan tinggal disana selamanya. Pada saat ini mereka belum menerima janji itu, tetapi mereka pasti akan menerimanya pada saat terakhir ketika Yesus datang kembali.

Keturunan

Hal ini terutama menunjuk kepada Yesus. Melalui dia, dosa-dosa (musuh) dari umat manusia akan dikalahkan, sehingga berkat pengampunan akan tersedia bagi semua orang.

Dengan dibaptis di dalam nama Yesus, kita akan menjadi bagian dari keturunan Abraham.

Kedua hal yang berurutan ini terdapat pada ajaran Perjanjian Baru, dan, tidak mengejutkan, jika seringkali dicatat bahwa orang-orang yang telah mendengarkan ajaran tersebut, lalu dibaptis. Ini adalah satu-satunya jalan agar kita dapat menerima janji-janji tersebut. Sekarang kita dapat mengerti, mengapa sebagai manusia lama yang dihadapkan pada kematian, Paulus dapat menjelaskan bahwa harapannya adalah ”Pengharapan Israel” (Kis. 28:20). Harapan orang Kristen sejati adalah harapan orang-orang Yahudi yang mula-mula. Kristus mengomentari hal ini dengan berkata, ”keselamatan datang dari bangsa Yahudi” (Yoh. 4:22), dan hal ini juga menegaskan betapa pentingnya untuk menjadi orang Yahudi secara rohani, sehingga kita, melalui Kristus, dapat menerima janji-janji keselamatan yang diberikan kepada nenek moyang bangsa Yahudi.

Seperti yang kita ketahui, bahwa orang kristen yang mula-mula diajarkan:

”Hal-hal yang menyangkut tentang Kerajaan Allah, dan

Nama Yesus Kristus” (Kis. 8:12)

Kedua hal ini dijelaskan kepada Abraham dengan tema yang agak sedikit berbeda;

Janji tentang Tanah Perjanjian, dan

Janji tentang Keturunannya

Catat, ”hal-hal tersebut” , tentang Kerajaan dan Yesus, diringkaskan di dalam ”pemberitaan tentang Kristus” (Kis. 8:5 bandingkan ayat 12). Banyak orang sering mengartikan hal ini dengan; ”Yesus mengasihi engkau! Hanya dengan mengakui bahwa Dia mati untuk engkau, maka engkau akan diselamatkan!” Padahal, kata ”Kristus” dengan jelas sekali mengartikan ringkasan dari sejumlah pengajaran tentang hal-hal yang berkenaan dengan Dia dan Kerajaan yang akan datang. Kabar baik tentang Kerajaan yang diberitakan kepada Abraham mempunyai peran penting dalam Pemberitaan Injil yang mula-mula.

Sewaktu berada di Korintus, Paulus selama tiga bulan menerangkan dan meyakinkan hal-hal yang berkenaan dengan Kerajaan Allah (Kis. 19:8); kemudian di Efesus dia berkeliling ”memberitakan Kerajaan Allah” (Kis. 20:5), begitu juga dalam pernyataan terakhirnya di Roma, ”Ia menerangkan dan memberi kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan Hukum Musa dan Kitab para Nabi Ia berusaha meyakinkan mereka tentang Yesus” (Kis. 28:23,31). Ada banyak sekali yang harus dijelaskan untuk menunjukkan dasar dari Injil tentang Kerajaan dan Yesus, daripada hanya sekedar mengatakan ”Percaya kepada Yesus.” Bahkan wahyu Allah kepada Abraham tidak sesingkat itu, tetapi dijelaskan dengan terperinci. Dan hal-hal yang dijanjikan kepadanya adalah dasar dari Injil Kristen yang benar.

Kami telah menjelaskan bahwa pembaptisan di dalam Yesus akan membuat kita menjadi bagian dari keturunan tersebut, dan juga memungkinkan kita untuk mewarisi janji-janji tersebut. (Gal. 3:27-29), tapi, hanya dengan pembaptisan belumlah cukup agar kita memperoleh janji-janji keselamatan itu. Kita harus tetap berada di dalam keturunan itu, yaitu Yesus, jika kita ingin menerima janji-janji yang diberikan kepada keturunan itu. Oleh karena itu pembaptisan hanyalah permulaan seperti start awal dalam lomba lari. Jangan lupa, dengan menjadi keturunan Abraham, tidak mengartikan otomatis kita diterima Allah. Seperti halnya bangsa Israel yang berasal dari garis keturunan Abraham, walaupun begitu, tidak mengartikan bahwa mereka dapat diselamatkan tanpa melalui pembaptisan dan hidup di dalam Kristus, dan mengikuti teladan Abraham (Rm. 9:7,8; 4:13,14). Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi, ”Aku tahu bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku...Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentunya kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham” (Yoh. 8:37,39), yaitu hidup dengan iman kepada Allah dan Kristus, keturunan yang dijanjikan (Yoh. 6:29).

Keturunan itu harus mempunyai karakteristik seperti leluhurnya. Karena itu jika kita ingin menjadi keturunan Abraham, maka kita tidak hanya memberi diri untuk dibaptis, tapi juga memiliki iman yang teguh akan janji-janji Allah seperti Abraham, oleh karena itu dia disebut ”Bapa semua orang yang percaya...juga mengikuti jejak iman Abraham, Bapa leluhur kita (Rm. 4:11,12). ”Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham” (Gal. 3:7).

Iman harus ditunjukkan melalui perbuatan, jika tidak, maka dalam pandangan Allah hal tersebut bukanlah iman (Yak. 2:17). Seperti yang telah kita pelajari, maka kita harus menunjukkan iman kita akan janji-janji ini, pertama dengan dibaptis, sehingga kita dapat menerapkannya (Gal. 3:27-29). Jadi, apakah anda benar-benar percaya pada janji-janji Allah? Pertanyaan ini harus terus kita tanyakan kepada diri kita sendiri selama kita hidup.

Perjanjian Lama dan Baru

Sekarang telah kami tunjukkan bahwa janji-janji kepada Abraham diringkaskan dalam Injil Kristus. Hal-hal penting lainnya dijanjikan Allah kepada orang Yahudi di dalam konteks hukum Musa. Jika orang-orang Yahudi taat kepada hukum tersebut, maka secra fisik mereka akan diberkati (Ul. 28). Tidak ada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan abadi dalam janji-janji, atau ”perjanjian”ini. Jadi, kita telah melihat bahwa ada dua perjanjian yang telah dibuat;

Kepada Abraham dan keturunannya, menjanjikan pengampunan dan kehidupan abadi dalam Kerajaan Allah pada saat Kristus datang kembali. Janji ini juga diberikan di Taman Eden dan kepada Daud.

Kepada orang-orang Yahudi pada jaman Musa, menjanjikan kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup, jika mereka patuh kepada hukum yang Allah berikan melalui Musa.

Allah menjanjikan pengampunan dan kehidupan abadoi di kerajaan, kepada Abraham. Tapi hal ini hanya dapat terwujud melalui pengorbanan Yesus. Karena inilah maka kematian Kristus di kayu salib disebut sebagai penegasan atas janji-janji yang diberikan kepada Abraham (Gal. 3:17; Rm. 15:18; Dan. 9:27; II Kor. 1:20), dan darahnya disebut sebagai ”darah perjanjian baru” (Mat. 26:28). Untuk mengingat akan hal ini, Yesus memerintahkan kepada kita agar tetap ”mengambil cawan yang berisi anggur, yang merupakan simbolis dari darahnya, untuk mengingatkan kita akan hal-hal ini” (lihat I Kor. 11:25); ”Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darahku” (Luk. 22:20). Tidak ada gunanya ”memecah-mecahkan roti” untuk mengingat Yesus dan pekerjaannya, jika tidak memiliki pemahaman tentang hal ini.

Pengorbanan Yesus membuat janji akan pengampunan dan kehidupan abadi di dalam Kerajaan Allah dapat terwujud. Dengan demikian Ia membenarkan perjanjian yang diberikan kepada Abraham. Dia aadalah ”jaminan dari suatu perjanjian yang lebih kuat” (Ibr. 7:22). Ibrani 10:9 berbicara tentang hal yang Yesus lakukan, ”yang pertama (perjanjian) ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua.” Hal ini menunjukkan bahwa Yesus menegaskan janji-janji yang telah diberikan kepada Abraham, dan menggenapinya melalui perjanjian yang lain, yaitu perjanjian yang diberikan kepada Musa. Ayat-ayat ini sebelumnya telah mengutip tentang Yesus, yang menegaskan adanya perjanjian baru melalui kematiannya, yang secara tidak langsung menyatakan bahwa ada perjanjian lama yang dijanjikan sebelumnya (Ibr. 8:13).

Walaupun perjanjian sehubungan dengan Kristus dibuat lebih awal, tapi hal tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan hingga kematiannya. Oleh karena itu disebut perjanjian ”baru.” Tujuan dari perjanjian ”lama” yang diberikan kepada Musa adalah sebagai gambaran ke depan tentang pekerjaan Yesus, dan untuk menerangkan pentingnya iman sehubungan dengan janji-janji mengenai Kristus (Gal. 3:19,21). Sebaliknya, iman di dalam Kristus meneguhkan kebenaran dari hukum yang diberikan kepada Musa (Rm. 3:31). Paulus menjelaskannya dengan cara yang menarik; ”hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman” (Gal. 3:24). Untuk tujuan inilah hukum yang diberikan melalui Musa dipelihara dan masih bermanfaat untuk kita pelajari.

Hal-hal ini tidak mudah untuk dipahami pada waktu pertama kali dibaca. Untuk itu kami meringkaskannya sebagai berikut;

Janji-janji sehubungan dengan Kristus yang diberikan kepada Abraham – Perjanjian Baru

Janji-janji kepada Israel bersama dengan hukum yang diberikan kepada Musa – Perjanjian Lama

Kematian Kristus - Perjanjian Lama berakhir (Kol. 2:14-17), Perjanjian Baru dimulai

Karena alasan inilah, maka hal-hal seperti menghormati hari sabat, dll. Yang adalah bagian dari Perjanjian Lama, tidak diperlukan lagi pada saat ini . Perjanjian Baru diberikan kepada Israel jasmani ketika mereka bertobat dan menerima Kristus (Yer. 31:31,32; Rm. 9:26,27; Yeh. 16:62, 37:26), walaupun demikian, tentu saja, setiap orang Yahudi baik secara jasmani maupun rohani yang sudah bertobat dan dibaptis dalam nama Yesus, dapat segera memasuki Perjanjian Baru (dimana tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dengan bangsa-bangsa lain, Gal. 3:27-29).

Penghargaan yang tulus akan hal-hal ini, membuat kita menyadari kepastian dari janji-janji Allah. Para penginjil Kristen yang mula-mula dituduh secara tidak adil, karena tidak mengajarkan hal-hal yang baik. Paulus menjawabnya dengan mengatakan, bahwa karena penegasan Allah akan janji-janjinya melalui peristiwa kematian Kristus, maka harapan yang mereka bicarakan bukanlah sesuatu yang datang dan pergi begitu saja, tetapi betul-betul suatu penawaran yang pasti; ”Demi Allah yang setia, janji (pengajaran) kami kepada kamu bukanlah serentak ”ya” dan ”tidak”, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada ”ya”. Sebab Kristus adalah ”ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ”Amin” untuk memuliakan Allah” (II Kor. 1:17-20).

Minggu, 07 Agustus 2011

Janji kepada Nuh

Dengan majunya peradaban manusia setelah zaman Adam dan Hawa, manusia menjadi bertambah jahat. Hal tersebut mencapai puncaknya ketika peradaban secara moril sangat menyedihkan yang menyebabkan Allah memutuskan untuk membinasakan semuanya dengan pengecualian Nuh dan keluarganya (Kej. 6:5-8). 

Nuh diperintahkan untuk membuat bahtera, dimana dia dan segala jenis binatang, hidup selama waktu pembinasaan dunia melalui air bah. Dengan berlalunya waktu, terpisah dari pernyataan yang jelas di dalam tulisan kudus, berdasarkan bukti-bukti ilmiah kita dapat mempercayai bahwa air bah benar-benar pernah terjadi. 
Bumi tidak dihancurkan, tetapi hanya orang-orang jahat yang merusak bumi yang dibinasakan; “binasalah segala yang hidup yang bergerak di bumi” (Kej. 7:21). 

Yesus (Mat. 24:37) dan Petrus (II Ptr. 3:6-12) menunjukkan bahwa penghakiman yang terjadi pada zaman Nuh serupa dengan apa yang terjadi pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Karena itu keadaan orang-orang jahat yang menyedihkan yang hidup pada zaman Nuh, sama dengan orang-orang jahat yang hidup pada saat ini, yang akan dihukum pada waktu kedatangan Kristus.

Karena semakin meningkatnya jumlah orang-orang yang berdosa dan kegiatan-kegiatan yang merusak planet ini, maka timbullah suatu keyakinan diantara orang-orang Kristen, bahwa bumi akan dihancurkan. Gagasan ini menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang dasar-dasar Alkitab, yaitu tentang tujuan Allah terhadap planet ini untuk mendirikan KerajaanNya pada saat kedatangan Yesus. Jika manusia diizinkan untuk merusak planet ini, maka janji Allah tidak bisa dipegang. Berikut ini adalah bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa bumi dan matahari tidak akan dihancurkan:
  • “bumi yang didasarkannya untuk selama-lamanya” (Mzm. 78:69).
  • “bumi tetap ada” (Pkh. 1:4).
  • “matahari dan bulan…bintang…langit…Dia mendirikan semuanya untuk seterusnya dan selamanya, dan memberi ketetapan yang tidak dapat dilanggar” (Mzm. 148:3-6)
  • “seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, seperti air laut yang menutupi dasarnya” (Yes. 11:9; Bil. 14:21). Sulit terjadi , jika Allah menghendaki bumi ini hancur, maka janji ini tidak akan digenapi.
  • “Dialah Allah yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya, dan Ia menciptakannya bukan supaya kosong, tetapi Ia membentuknya untuk didiami” (Yes. 45:18). Jika Allah menciptakan bumi hanya untuk dihancurkan, maka sia-sialah pekerjaannya.

Kembali pada kisah di Kejadian, Allah telah menjanjikan semua hal ini kepada Nuh. Ketika dia mulai menjalani kehidupannya dari awal lagi di dalam dunia baru yang diciptakan melalui air bah, Allah membuat perjanjian (suatu perjanjian yang bertahap), bahwa air bah tidak terjadi lagi.:
  • “sesungguhnya Aku mengadakan perjanjianKu dengan kamu…Maka Kuadakan perjanjianKu dengan kamu (catat, bagaimana kata “Aku” ditegaskan, Allah yang mulia bersedia membuat perjanjian dengan manusia yang berdosa!”), bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi” (Kej. 9:9-11).


Pelangi adalah tanda dari perjanjian ini:
  • “Apabila kemudian Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di awan, maka Aku akan mengingat perjanjianKu yang telah ada antara Aku dan kamu...perjanjianKu yang kekal antara Allah dan segala makhluk yan hidup, segala makhluk yang ada di bumi...Inilah (pelangi) tanda perjanjian yang Kuadakan” (Kej. 9:14-17).


Karena hal itu adalah perjanjian yang abadi antara Allah dengan manusia dan binatang-binatang di bumi, maka bumi haruslah tetap dihuni oleh mereka selamanya. Inilah bukti bahwa Kerajaan Allah akan didirikan di bumi, bukan di surga.

Karena itu janji kepada Nuh merupakan dasar dari Injil Kebenaran; hal itu menunjukkan bahwa perhatian Allah terfokus pada planet ini, dengan membuat suatu perjanjian yang abadi. Dalam kemurkaanNya Dia masih mengingat pengampunan (Hab. 3:2), dengan kasihNya yang seperti itu, Ia bahkan masih memperhatikan binatang ciptaanNya (I Kor. 9:9 bandingkan Yun. 4:11).

Senin, 01 Agustus 2011

Janji di Taman Eden

Kisah yang menyedihkan tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa, terdapat di Kejadian pasal 3. Ular tersebut dikutuk karena telah menyalah artikan Firman Allah dan menggoda Hawa untuk mempercayainya. Adam dan Hawa dihukum karena ketidak taatan mereka. Kemudian dari kegelapan ini muncullah sinar harapan, sewaktu Allah berkata kepada ular itu;

“Aku akan mengadakan permusuhan (kebencian, pertentangan) antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya, keturunannya (keturunan perempuan itu) akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej. 3:15).

Ayat ini sangat mengedepankan agar kita perlu berhati-hati dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut. “Keturunan” mengartikan benih atau anak, tapi dapat juga menunjuk kepada suatu kelompok yang ada hubungannya dengan “keturunan” tersebut. Nanti kita akan melihat bahwa “keturunan” Abraham adalah Yesus (Gal.3:16), jika kita berada “di dalam” Yesus, melalui pembaptisan yang akan membuat kita diperhitungkan sebagai keturunan tersebut (Gal. 3:27-29). Kata “keturunan” juga dapat menunjuk kepada proses kelahiran (I Ptr. 1:23). Oleh karena itu suatu keturunan pastilah memiliki karakteristik dari ayahnya.

Karena itu keturunan dari ular tersebut menunjuk kepada keluarga yang serupa dengan ular itu:
  • Mengubah Firman Allah
  • Berdusta
  • Menuntun orang-orang ke dalam dosa


Kita akan melihat bahwa tidak ada suatu pribadi yang menyebabkan hal-hal ini terjadi, tetapi hal-hal tersebut memang ada di dalam diri kita:

  • “Manusia lama kita” (Rm. 6:6)
  • “Manusia duniawi” (I Kor. 2:14)
  • “Manusia lama yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan” (Ef. 4:22)
  • “Manusia lama serta kelakuannya” (Kol. 3:9)
  • ”Manusia” berdosa ini, yang ada di dalam diri kita, adalah ”setan” menurut pengertian Alkitab, yang adalah keturunan dari ular tersebut.


Keturunan dari perempuan itu secara spesifik ditujukan kepada seseorang ”engkau (keturunan ular itu) akan meremukkan tumitnya” (Kej. 3:15). Orang ini akan membinasakan keturunan itu untuk selamanya, yaitu dosa. ”Keturunannya akan meremukkan kepalamu.” Memukul ular pada bagian kepala dapat membuatnya mati, karena otaknya terdapat di kepala. Orang yang pantas disebut sebagai keturunan perempuan itu adalah Yesus:

  • Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa (II Tim. 1:10)
  • ”Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa”, (Rm. 8:13), yaitu setan menurut pengertian Alkitab, keturunan dari ular itu.
  • Yesus, ”telah menyatakan dirinya, supaya ia menghapus segala dosa” (I Yoh. 3:5)
  • ”Dan engkau akan menamakan dia Yesus (yang berarti ”juru selamat”), karena dialah yang akan menyelamatkan umatnya dari dosa mereka” (Mat. 1:21)
  • Yesus secara daging ”lahir dari seorang perempuan” (Gal. 4:4) yaitu anak dari Maria, meskipun dalam arti secara rohani Allah adalah Bapanya. Dalam pengertian inilah dia disebut sebagai keturunan dari perempuan itu, karena hanya dialah yang ditunjuk oleh Allah. Keturunan perempuan itu hanya sementara saja terluka oleh karena dosa, yaitu keturunan ular itu. ”Engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej. 3:15). Dalam keadaan yang sebenarnya, gigitan ular pada tumit biasanya hanyalah luka yang sementara dibandingkan dengan memukul ular pada bagian kepalanya. Di dalam Alkitab banyak terdapat kata-kata seperti ”luka yang mematikan pada bagian kepala” (yang artinya, betul-betul menghentikan atau mengakhiri sesuatu) yang kemungkinan didasari dari nubuat tentang Yesus melukai ular itu pada bagian kepalanya.


Penghukuman atas dosa, yaitu keturunan ular itu, dilakukan melalui pengorbanan Yesus di kayu salib. Catat, kutipan ayat-ayat diatas yang berbicara tentang kemenangan Yesus atas dosa, ditulis dalam bentuk lampau (dalam terjemahan bahasa Inggrisnya). Oleh karena itu luka sementara di tumit yang diderita oleh Yesus menunjuk pada kematiannya selama tiga hari. 

Kebangkitannya membuktikan bahwa ini hanyalah luka sementara, dibandingkan dengan pukulan mematikan yang dia berikan kepada dosa. Yang menarik adalah, berdasarkan catatan sejarah Non-Alkitab, diketahui bahwa orang-orang yang disalib dipaku pada bagian tumitnya. Karena itu yesus ”diremukkan” pada bagian tumitnya sewaktu disalib. 

Yesaya 53:4,5 menjelaskan tentang Yesus yang ”diremukkan” oleh Allah dalam penderitaannya di kayu salib. Hal ini dengan jelas menyinggung nubuat di Kejadian 3:15, bahwa Yesus akan diremukkan oleh keturunan ular itu. Bagaimanapun juga, pada akhirnya Allah sendiri yang melakukannya melalui kuasa kegelapan yang dihadapi oleh Yesus, dialah yang meremukkan Yesus (Yes. 53:10) dengan mengendalikan kuasa kegelapan untuk meremukkan anakNya sendiri. Demikian juga yang Allah lakukan sehubungan dengan penderitaan-penderitaan yang dialami umatNya.

Konflik yang terjadi pada saat ini

Mungkin anda bertanya: ”Jika Yesus telah membinasakan dosa dan kematian (keturunan ular itu), mengapa hal-hal tersebut masih berlangsung hingga saat ini?” Jawabannya adalah, karena pada waktu Yesus disalib, ia menghancurkan kuasa dosa yang terdapat pada dirinya; nubuat di Kejadian 3:15 khususnya menjelaskan konflik antara Yesus dan dosa. Karena itu dia mengundang kita untuk turut ambil bagian dalam kemenangannya, sehingga kita pada akhirnya juga dapat menaklukkan dosa dan kematian. Mereka yang tidak diundang untuk turut ambil bagian dalam kemenangannya, atau menolak tawaran tersebut, tetap berada di dalam dosa dan kematian. Walaupun dosa dan kematian juga dialami oleh orang-orang yang percaya sebagai keturunan dari perempuan itu melalui pembaptisan di dalam Kristus, mereka akan diampuni atas dosa-dosa mereka dan pada akhirnya diselamatkan dari kematian yang adalah upah dari dosa. Jadi, tujuan Yesus ”mematahkan kuasa maut” di kayu salib (II Tim. 1:10), tidak akan dilaksanakan hingga maksud tujuan Allah di bumi digenapi pada akhir pemerintahan seribu tahun, dimana pada waktu itu tidak ada lagi kematian atau ketika maut tidak berkuasa lagi di bumi: ”Karena ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja (pada bagian pertama dari Kerajaan Allah) sampai Allah meletakkan semua musuhnya dibawah kakinya. Musuh yang terakhir dibinasakan adalah maut” (I Kor. 15:25,26).

Jika kita benar-benar keturunan dari perempuan itu, maka kehidupan kita haruslah mencerminkan firman di Kejadian 3:15. Akan ada suatu konflik yang terus menerus terjadi di dalam diri kita antara yang benar dan yang salah. Rasul Paulus menjelaskannya sebagai sesuatu yang mirip dengan konflik psikologis, ia ingin menjauhkan batinnya dari dosa, yang terus berkecamuk di dalam dirinya (Rm. 7:14-25).

Setelah pembaptisan di dalam Kristus, konflik dengan dosa yang secara alami terjadi pada diri kita akan berkurang. Tetapi masih dapat tetap ada dalam diri kita, karena kuasa dari dosa sangatlah kuat, dalam pengertian inilah keadaan yang kita alami sangat sulit. Tapi, dalam pengertian yang lain, dengan melihat posisi kita bersama Kristus, yang telah berperang dan menang atas konflik tersebut, hal ini bukanlah keadaan yang sulit. Catat, bagaimana orang-orang yang percaya disebut sebagai perempuan di dalam Efesus 5:23-22, seperti halnya kita adalah keturunan dari perempuan itu, maka kita juga adalah perempuan itu.

Karena keturunan dari perempuan itu diwakili oleh Yesus dan mereka yang berusaha untuk memiliki karakternya, maka dengan cara yang sama, keturunan dari ular itu adalah dosa (”setan” dalam pengertian Alkitab) dan mereka yang dengan bebas menunjukkan karakter-karakter dari dosa dan ular itu. Orang-orang seperti itu akan mengabaikan atau menyalahartikan Firman Allah, yang pada akhirnya akan membimbing mereka kedalam dosa dan jauh dari Allah seperti yang dialami oleh Adam dan Hawa. Dengan memperhatikan bahwa orang-orang Yahudilah yang dengan jelas menjadi penyebab dari kematian Yesus (yaitu dengan meremukkan keturunan perempuan itu pada tumitnya), maka merekalah contoh yang tepat dari keturunan ular itu. Hal ini dibenarkan oleh Yohanes pembaptis dan Yesus:

  • ”Tetapi waktu ia (Yohanes) melihat banyak orang Farisi dan orang Saduki (kelompok Yahudi yang menghujat Yesus) datang untuk dibaptis, berkatalah ia kepada mereka: ”Hai kamu keturunan (berdasarkan sifatnya, atau diciptakan oleh) ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang?” (Mat.3:7).
  • ”Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka (orang Farisi) lalu berkata...Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat?” (Mat. 12:25,34).


Dunia ini, mempunyai karakteristik yang sama dari ular itu. Hanya mereka yang dibaptis di dalam Kristus yang dapat digolongkan sebagai keturunan dari perempuan itu, dan yang tidak dibaptis adalah keturunan dari ular itu. Cara Yesus memperlakukan orang-orang yang adalah keturunan dari ular itu, haruslah menjadi teladan bagi kita:

  • Dia mengajar mereka dengan penuh kasih dan tulus, bahkan
  • Dia tidak membiarkan mereka meninggikan dirinya, dan
  • Dia menunjukkan kepada mereka sifat pengasih dari Allah melalui perbuatannya.


Bahkan untuk semua ini, mereka membencinya. Usahanya untuk taat kepada Allah membuat mereka cemburu. Bahkan keluarganya sendiri (Yoh. 7:5; Mrk. 3:21) dan teman-teman dekatnya (Yoh. 6:66) menjauhkannya. Paulus juga mengalami hal yang serupa ketika dia meratapi mereka yang dulu pernah bersamanya dalam suka dan duka:

  • ”Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?” (Gal. 4:14-16).
  • Kebenaran memang tidak pernah populer, mempelajarinya dan melaksanakannya sama seperti halnya kita membuat masalah bagi diri kita sendiri. Bahkan penganiayaan;
  • ”Tetapi seperti dahulu, dia yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh (melalui pengetahuan yang benar tentang Firman Allah, I Ptr. 1:23), demikian juga sekarang ini” (Gal. 4:29)


Jika kita benar-benar bersatu di dalam Kristus, kita akan mengalami juga beberapa dari penderitaan yang dialaminya. Dengan demikian kita turut ambil bagian dalam upah yang mulia yang Dia berikan. Sekali lagi Paulus memberikan contoh yang tepat tentang hal ini:

  • ”Karena itu aku sabar menanggung semuanya...Benarlah perkataan ini: ”Jika kita mati dengan dia (Kristus), kitapun akan hidup dengan dia, jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah...” (II Tim. 2:10-12).
  • ”Jikalau mereka telah menganiaya aku (Yesus), mereka juga akan menganiaya kamu...semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena namaku” (Yoh. 15:20,21).
  • Karena kita dibaptis dalam nama Yesus (Kis. 2:38; 8:16).


Dengan dihadapkan pada ayat-ayat seperti ini, wajar jika kita mengatakan ”Kalau jadinya Seperti ini, karena bersatu dengan Yesus, keturunan perempuan itu, sebaiknya saya tidak ikut-ikutan!” Tentu saja, kita tidak akan mengharapkan mengalami hal-hal yang tidak dapat kita tanggulangi. Tetapi, dibutuhkan pengorbanan diri untuk menyatukan kita sepenuhnya dengan Kristus. Persatuan kita dengan dia akan membuahkan upah yang mulia, ”Penderitaan yang sekarang dialami tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Bahkan sekarang ini, pengorbanan Yesus memungkinkan doa-doa kita untuk memohon bantuan dalam mengatasi masalah dapat sampai kepada Allah. Tambahkan hal ini sebagai jaminan yang mulia dari Alkitab, yang sering digarisbawahi oleh Kristidelfian:


  • ”Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (I Kor. 10:13).
  • ”Semuanya itu kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh. 16:33).
  • ”Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rm. 8:31).