Rabu, 12 Desember 2012

Yesus Dan Hukum Musa

Yesus adalah korban yang sempurna akan dosa dan imam besar tertinggi yang dapat memberikan pengampunan bagi kita. Oleh karena itu aturan lama akan korban binatang dan imam besar telah berlalu setelah kematianNya (Ibr 10:5-14). “ke-imaman digantikan (dari kaum lewi menjadi Kristus), dan juga mengganti hukum” (Ibr 7:12). Kristus “menjadi imam bukan berdasarkan rutinitas (karena hanya keturunan lewi yang menjadi imam), tetapi berdasarkan kuasa dan kehidupan yang tidak dapat binasa”, yang mana Dia telah memberikan korbanNya yang sempurna (Ibr 7:16 NIV). Oleh sebab itu, ini berbeda dengan bentuk yang rutinitas (artinya hukum Musa) karena semua itu sia-sia dan tidak berguna. Sebab hukum dibuat tidaklah sempurna, tetapi membawa kepada pengharapan yang lebih baik (melalui Kristus) yang melakukannya” (Ibr 7:18,19 AV dengan NIV). Inilah bukti bahwa hukum Musa telah digenapi dan digantikan dengan pengorbanan akan Kristus. 

Percaya kepada ke-imaman manusia dan mempersembahkan korban binatang berarti kita tidak menerima kemenangan Kristus secara penuh. Percaya demikian berarti kita tidak menerima korban Kristus sebagai keberhasilan yang memenuhi, dan kita merasakan bahwa perbuatan-perbuatan adalah perlu untuk pembenaran kita, melebihi iman di dalam Kristus itu sendiri. “tidak ada manusia yang dibenarkan oleh karena hukum di mata Allah...untuk, pem(benaran) akan tinggal oleh iman” (Gal 3:11; Hab 2:4). Pembuktian akan diri kita sendiri untuk ketaatan kepada surat hukum Allah, bagaimanapun akan gagal dan tidak membawa kita pada pembenaran; dipastikan setiap pembaca kata-kata ini telah mengetahui sebelumnya. Jika kita mengamati hukum Musa, kita harus memelihara semua itu. Ketidak-taatan kepada salah satu bagian berarti bahwa kita di bawah penghukuman. “ sebagaimana tindakan di bawah hukum adalah di bawah kutuk: sebab ada tertulis, terkutuklah setiap orang yang tidak setia melakukan segala yang tertulis dalam hukum taurat” (Gal 3:10). 

Kelemahan kodarat manusia berarti kita menemukan bahwa tidak mungkin memelihara hukum Musa secara penuh, tetapi mengenai ketaatan penuh Kristus melakukannya, kita dibebaskan dari segala hal untuk memelihara ini. keselamatan kita yang adalah pemberian Allah melalui Kristus, melebihi dari ketaatan kita. “sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan Allah dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhi hukuman atas dosa di dalam daging” (Rm 8:3). Demikian “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum taurat, dengan menjadi kutuk karena kita” (Gal 3:13). Karena ini, kita tidak lagi memelihara segala yang terdapat pada hukum Musa. 

Kita melihat dalam Perjanjian yang baru dalam Kristus ditempatkan Perjanjian yang lama oleh hukum Musa (Ibr 8:13). Oleh kematianNya, Kristus menghapus “tulisan tangan dari apa yang menuntut kita dan tidak mungkin bagi kita (oleh ketidak mampuan kita untuk menjaga hukum secara penuh), dan membuangnya jauh, memakukan ini di salibNya... biarlah tidak ada orang menghakimi kamu dalam daging, atau dalam minum (persembahan), atau dalam menghormati festival agamawi, atau bulan baru, atau hari sabat: yang membayangi hal-hal ini untuk datang; tetapi kenyataannya adalah Kristus” (Kol 2:14-17 AV dengan NIV). Ini cukup jelas – karena kematian Kristus di salib, hukum Musa telah diambil “keluar jauh” terlepas dari tekanan yang diletakan atas kita untuk menjaga bagian ini, contohnya hari raya dan sabat. Sebagaimana berhenti dari hukum, tujun dari hal ini untuk mengarah pada Kristus. Setelah kematianNya, ciri-ciri yang tepat telah terpenuhi, dan oleh sebab itu tidak ada sesuatu untuk mengamatinya. 

Gereja kristen mula-mula dari abad pertama telah ditekan terus-menerus oleh Yahudi ortodok untuk memelihara bagian dari hukum. Melampaui Perjanjian Baru terdapat peringatan yang diulangi untuk nasihat ini. dalam menghadapi semua ini, suatu hal luar biasa bahwa terdapat beberapa denominasi yang membela bagian ketaatan pada hukum. Kita telah lebih dahulu ditunjukkan bahwa segala perhatian untuk memperoleh keselamatan dari ketaatan hukum harus dijaga dalam hukum, dilain hal kita secara otomatis dihukum untuk ketidak-taatan akan hal ini (Gal 3:10). Terdapat bagian dalam kodrat manusia yang dimasukan pada ide dari pembenaran oleh perbuatan; kita senang merasakan bahwa kita melakukan sesuatu untuk keselamatan kita. Untuk alasan ini, kewajiban sepersepuluh, memikul salib, menempatkan doa-doa, mendoakan hal-hal tertentu, dll, adalah bagian yang dikenal dari banyak agama, kristen dan lainnya. 

Keselamatan karena iman dalam Kristus adalah doktrin yang unik untuk dasar Alkitab kekristenan yang benar. Peringatan menentang memelihara hukum Musa dengan maksud untuk memperoleh keselamatan, melampaui Perjanjian baru. Beberapa mengajarkan bahwa orang kristen seharusnya disunat sesuai hukum Musa, “dan menjaga hukum”. Yakobus secara sederhana diberlakukan ide ini pada halnya orang-orang percaya yang sesungguhnya: “kami tidak memberi perintah” (Kis 15:24). Petrus menggambarkan barangsiapa mengajar perlu taat pada hukum seperti meletakan kuk atas leher para murid yang mana nenek moyang kita dan kita tidak mampu menanggungnya. Tetapi kita percaya melalui kasih karunia Tuhan Yesus Kristus (sebagai kebalikan dari perbuatan taat pada hukum) kita akan diselamatkan” (Kis 15:10,11). Dibawah inspirasi, Paulus dengan sama mengatakan untuk menekankan hal yang sama waktu demi waktu. “manusia tidak dibenarkan oleh perbuatan akan hukum, melainkan oleh iman kepada Yesus Kristus... bahwa kita beroleh pembenaran oleh iman akan Kristus, dan bukan karena perbuatan akan hukum: sebab oleh perbuatan akan hukum yang tidak kedagingan akan dibenarkan... tidak ada seorangpun yang dibenarkan karena hukum... oleh (Kristus) semua yang percaya akan dibenarkan dari segala hal, yang mana kamu tidak akan beroleh pembenaran dari hukum Musa” (Gal 2:16; 3:11; Kis 13:39). 

Sebuah kepastian menandakan ajaran umum dari banyak aliran kristen bahwa banyak dari praktek mereka yang didasari pada bagian dari hukum Musa – meskipun kejelasan pengajaran mengenai orang kristen seharusnya tidak mengamati hukum ini, melihat bahwa hal ini telah digenapi dalam Kristus (Mat 5:17). Sekarang kita akan lebih menyadari jalan yang nyata di dalam hukum Musa adalah dasar dari praktis kristen masa kini. Para Imam Gereja-gereja katolik dan anglikan menggunakan sistem ke-imaman manusia. Katolik Roma melihat Paus sebagai penyamaan mereka dari imam besar Yahudi. Adalah “satu media perantara antara Allah dan manusia, manusia Kristus Yesus” (1 Tim 2:5). Tidaklah mungkin yang oleh karenanya bahwa Paus atau imam-imam dapat menjadi perantara kita sebagai imam-imam seperti Perjanjian Lama. 

Kristus adalah Imam Besar kita di surga sekarang, mempersembahkan doa-doa kita kepada Allah. Adalah secara pasti bukti yang tidak Alkitabiah bahwa otoritas ditempatkan oleh pegaruniaan rohani penatua pada abad pertama – contohnya Petrus memberikan pada generasi berikut atau kepada Paus bagian ini. walau kemungkinan hal ini disetujui, tidak ada hal yang membuktikan bahwa Paus dan para imam secara pribadi kepada mereka yang berjubahkan kerohanian penatua pada abad pertama telah diikuti. Karunia rohani telah diambil, semua orang percaya memiliki kesamaan untuk masuk ke dalam Firman Roh di dalam Alkitab  yang untuknya semua kawan sehaluan, tidak memiliki tempat kerohanian yang lebih tinggi dari yang lainnya. 

Sesungguhnya, seluruh orang percaya yang benar adalah bagian dari ke-imaman yang baru dengan alasan mereka dibaptiskan dalam Kristus, dalam hal ini mereka memperlihatkan terang Allah kepada dunia yang gelap ( 1Ptr 2:9). Oleh sebab itu mereka akan menjadi imamat rajani akan Kerajaan, saat ini ditetapkan di atas bumi pada kedatangan kristus (Why 5:10). Prakteis katolik akan julukan imam mereka ‘bapa’ (‘Paus’ berarti ‘bapa’ juga) dalam pertentangan akan kejelasan kata-kata Yesus, “janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu yang di surga” (Mat 23:9). Sesungguhnya, Yesus memberi peringatan yang menentang para pengikut yang rohaninya rendah menghormati mereka dengan sebutan imamat moderen: “janganlah kamu disebut Rabbi (guru): karena hanya satu Tuanmu, bahkan Kristus; dan kamu semua adalah saudara” (Mat 23:8). 

Hiasan jubah dipakai para imam, uskup dan pastor lainnya memiliki dasar mereka dalam pakaiaan khusus dari kepingan batu yang dikenakan oleh para imam dan imam besar. pemakaian ini mengarhkan pada kesempurnaan karakter Kristus, dan sebagaimana semua hukum, bertujuan untuk digenapi sekarang. Sungguh menyedihkan hati, bahwa pakaian yang mana diarahkan untuk kemuliaan Kristus, sekarang digunakan untuk kemuliaan seseorang yang menggunakannya – beberapa dari mereka setuju bahwa mereka tidak menerima kebangkitan Kristus atau bahkan keberadaan Allah. Ide katolik bahwa Maria adalah seorang imam adalah salah. Permintaan kita adalah dalam nama Kristus, bukan Maria (Yoh 14:13,14; 15:16; 16:23-26). Hanya Kristus imam besar kita,bukan Maria. Yesus menegur maria saat dia menyuruhNya melakukan sesuatu untuk orang lain (Yoh 2:2-4). Bukan Maria, namun Allah yang membawa seseorang kepada Kristus (Yoh 6:44). 

Perpuluhan Ini juga, adalah bagian dari hukum zaman Musa (Bil 18:21), sementara kaum Yahudi menyumbang sepersepuluh kepada imam kaum lewi. Melihat bahwa tidak adanya ke-imaman manusia, tidaklah berlaku lagi hal untuk membayar perpuluhan kepada para penatua gereja. Dan lagi, satu ajaran palsu (dalam kasus ini mengenai para imam) harus menuntun yang lainnya (perpuluhan). Allah sendiri tidak memerlukan persembahan kita, melihat bahwa segalanya adalah kepunyaanNya (Mzm 50:8-13). Kita hanya mengembalikan kepada Allah apa yang Ia berikan kepada kita (1 Taw 29:14). Tidak mungkin bagi kita untuk memperoleh keselamatan sebagai hasil dari persembahan materi kita, contohnya keuangan. Dalam syukur kepada kebesaran karunia Allah bagi kita, kita seharusnya tidak hanya memberi sepersepuluh dari uang kita, tetapi seluruh hidup kita. Paulus mencontohkan dalam hal ini, sunggguh-sungguh melakukan apa yang ia kotbahkan: “persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, kudus, berkenan kepada Allah, sebagi ibadahmu yang sejati” (Rm 12:1). 

Hukum Yahudi mengkategorikan daging-daging yang tidak bersih – dipraktekan oleh beberapa denominasi saat ini, khususnya daging babi. Karena pengembalian hukum Kristus di kayu salib, “biarlah tidak ada orang yang menghakimi kamu dalam daging, atau minuman” (Kol 2:14-16). Mengenai perintah zaman Musa mengenai hal ini telah dibuang jauh, melihat bahwa Kristus telah datang Dialah makanan ‘bersih’ yang dimaksudkan. Yesus dengan jelas menerangkan bahwa bukanlah sesuatu yang dimakan orang yang menajiskannya; melainkan apa yang keluar dari dalam hatinya yang menajiskannya (Mrk 7:15-23). “dengan kata lain seperti ini, Yesus mengumumkan segala makanan ‘bersih’ halal” (Mrk 7:19 NIV). Petrus diajarkan hal yang sama (Kis 10:14,15), seperti juga Paulus: “aku tahu, dan diyakinkan oleh Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang tidak bersih oleh karenanya” (Rm 14:14). Mulanya, Paulus beralasan untuk menolak daging yang menandakan kenajisan (Rm 14:2). Sikap kita terhadap daging “tidak mendekatkan kita kepada Allah” (1 Kor 8:8). Banyak masukan dari semua yang memperingati orang-orang kristen murtad akan mengajarkan seseorang “jangan makan daging, yang mana Allah ciptakan untuk diterima sebagai ucapan syukur bagi mereka yang percaya dan mengenal kebenaran” (1 Tim 4:3).

Selasa, 09 Oktober 2012

Yesus Adalah Perwakilan Kita


 Kita telah melihat bahwa korban binatang tidaklah memenuhi perwakilan dari manusia berdosa, Yesuslah perwakilan bagi kita, dalam segala hal “menjadi seperti pengikutNya” (Ibr 2:17). “Dia merasakan kematian untuk semua manusia” (Ibr 2:9). Ketika kita melakukan dosa, contohnya berdusta – Allah akan mengampuni kita “demi Kristus” (Ef 4:32). Ini karena Allah menyamakan kita dengan Kristus, manusia seperti kita yang dicobai untuk berdosa – misalkan berbohong – tetapi yang mengatasi segala cobaan. Oleh karena itu Allah mengampuni dosa kita – dari kebohongan – karena kita di dalam Kristus, terlindungi kebenaranNya. Ketika kita mengakui dosa kita kepada Allah, kita mengakui kesempurnaan contoh dari ketidak-berdosaan Tuhan Yesus Kristus dan mengatakan kepada Bapa bagaimana kita ingin seperti Dia. Kristus menjadi perwakilan kita yang oleh sebab itu berarti Allah dapat menunjukkan kepada kita kasih karuniaNya, sementara mempertahankan prinsip kebenaranNya.

     Jika yesus sebelumnya Allah lebih dari sekedar mabusia murni, Dia tidak bisa menjadi perwakilan kita. Ini contoh lain yang salah yang memimpin lainnya. Karena ini, banyak ahli teologi mengembangkan kerumitan dalam menjelaskan kematian Kristus. Pandangan umum dari umat kristen yang murtad adalah bahwa dosa-dosa manusia menempatkan manusia dalam dosa kepada Allah yang manusia tidak dapat membayarnya sendiri. Maka Yesus menghapus dosa setiap orang percaya dengan darahNya, tercurah di salib. Banyak pengkotbah injil di lapangan meng-ekspresikan seperti ini: “sebagaimana kita memanjat tembok, sebagaimana iblis akan menembak, maka Yesus masuk ditengahnya; dan iblis menembakNya mengganti kita, dengan begitu kita sekarang bebas”.

     Teori elaborasi ini yang mana tanpa dukungan Alkitabiah, terdapat kejelasan keterbalikan seandainya Yesus mati menggantikan kita, artinya sebagai pengganti kita, maka kita tidak perlu mati. Sebagaimana kita masih memiliki kodrat manusia, kita masih harus mati; keselamatan dari dosa dan kematian akhirnya akan dinyatakan pada penghakiman (saat kita dijamin oleh kasih karunia Allah yang kekal). Kita tidak menerima ini pada waktu Kristus mati.

     Alkitab mengajarkan bahwa keselamatan hanya mungkin melalui kematian DAN kebangkitan Kristus, bukan hanya oleh kematianNya. Kristus “mati bagi kita” hanya sekali. Teori penggantian akan berarti bahwa Dia harus mati untuk setiap kita secara pribadi.

     Jika Kristus melunaskan hutang dosa dengan darahNya, keselamatan kita menjadi sesuatu yang dapat kita terima dengan benar. Kenyataannya keselamatan adalah hadiah, membawa kasih karunia dan pengampunan Allah, merupakan sisi terhilang jika kita memahami pengorbanan Kristus sebagai pembayaran dosa. Itu juga mengusulkan bahwa sebuah kemarahan Allah menjadi tenang ketika Dia melihat darahYesus yang tercurah. Karena apa yang Allah lihat saat kita bertobat adalah AnakNya sebagai perwakilan kita, seseorang yang harus kita teladani. 

     Sungguh tragis, kata sederhana “Kristus mati bagi kita” (Rm 5:8) menjadi salah pengertian diartikan bahwa Kristus mati menggantikan kita. Terdapat beberapa ayat berhubungan antara Rm 5 dan 1 Kor 15 (contoh Rm 5:12=1 Kor 15:21; Rm 5:7=1 Kor 15:22). “Kristus mati bagi kita” (Rm 5:8) adalah cocok dengan “Kristus mati bagi dosa kita” (1 Kor 15:3). kematianNya menyediakan jalan yang mana kita mendapat pengampunan akan dosa-dosa kita; dalam sentuhan ini bahwa “Kristus mati bagi kita”. Kata “bagi” tidak secara utama berarti ‘menggantikan’; Kristus mati “bagi dosa kita”, bukan ‘menggantikan’ nya. Oleh karena ini, Kristus dapat “membuat masukan” bagi kita (Ibr 7:25) – bukan ‘menggantikan’ kita. Tidak juga “bagi” berarti ‘menggantikan’ dalam Ibr 10:12 dan Gal 1:4. Jika Kristus mati  ‘menggantikan kita’ itu berarti tidak perlu memikul salibNya sebagaimana Dia teladan kita. Dan tidak terdapat sentuhan dlam baptisan dalam kematian dan kebangkitanNya, berkeinginan menyamakan diri kita denganNya sebagai perwakilan kemenangan kita. Ide dari penggatian memasukan potongan kecil untuk permuliaan bersama Dia yang secara sederhana tidak berlaku. 
     
      Memahami Dia sebagai perwakilan kita, memberlakukan kita pada baptisan ke dalam kematian dan kebangkitanNyakehidupan salib terbawa sepanjang bersamaNya, dan secara nyata berbagi akan kebangkitanNya. kebangkitanNya adalah milik kita; kita telah diberikan harapan akan kebangkitan karena kita di dalam Kristus, yang telah bangkit (1 Ptr 1:3). Tuhan Yesus hidup dan mati dengan keadaan kita, dalam segala hal ini, dengan maksud agar dapat mendekati kita dan memampukan kita untuk menyamakan diri kita dengan Dia. Dengan menghargai pengajaran ini, kita dimampukan Dia untuk melihat hasil dari penderitaan akan jiwaNya dan dipuaskan.

Selasa, 10 Juli 2012

Pemberian diriNya untuk kita

Penting untuk kita pahami bagaimana Yesus Kristus telah terlibat dalam persembahan kita. Bahwa pemberianNya kepada kita tidak dapat diragukan lagi. Dalam melihat pokok ini kita perlu memikirkan bahwa meskipun Yesus tidak berdosa, Dia lahir dalam keadaan sama yang umum dengan semua manusia. Dia merasakan yang mana Ia datang untuk menyelamatkan, bahwa ke-fanaan dan hukum dosa berlaku bagi kita semua. Sebagaimana ditekankan dalam pengajaran ini, Dia telah “dicobai dalam segala hal” seperti kita juga. Kita melihat bahwa Dia mengatasi dosa melalui ketaatan yang sempurna kepada Bapa, meskipun harus mati di kayu salib.bagaimanapun, Dia juga perlu “penebusan” atau “keselamatan” dari ke-fanaanNya. Ini menjelaskan nubuatan kematianNya.

“ke dalam tanganNya kuserahkan rohku: yang menbusku, O Tuhan Allah kebenaran” (Mzm 31:5). Kita mendengar bagian ini dibicarakan saat Yesus mati di kayu salib (Luk 23:46). Dia melihat BapaNya sebagai penebusNya yang akan “menebus jiwaku dari kuasa maut” (Mzm 49:15).
“Dia akan berseru kepadaKu: Kau Bapaku, Allahku, gunung batu keselamatanku. Juga Aku akan membuat dia menjadi anak sulung, lebih tinggi dari raja-raja di bumi” (Mzm 89:26-27). Kita melihat bahwa melalui doaNya kepada Bapa, Allah menyelamatkan Dia dari kematian dan menempatkan Dia menjadi “anak sulung”.
Dari naskah demikian kita diingatkan, bahwa Yesus sendiri perlu pembebasan dari ke-fanaan yang datang kepada semua manusia dari dosa Adam. Dia tidak terpisah dari mereka yang datang untuk menyelamatkan dalam hal ini.

Berbicara akan kematian dan kebangkitanNya, Petrus mengatakan: “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu” (Kis 2:23,24). Tidaklah mungkin bagi kubur untuk menahanNya sebab “upah dosa adalah maut”, tetapi Yesus, walau dicobai, tidak pernah berdosa dan memberi kesempatan pada cobaan ini. untuk itulah manusia benar tidak diperuntukkan dalam kubur. Allah benar dalam segala jalanNya, itulah sebabnya dengan ketaatanNya yang sempurna, bahwa Yesus mematahkan ikatan dosa dan kematian, baik untuk diriNya sendiri dan semua yang dibaptis di dalamNya. Hanya melalui Dia segala dosa kita dapat diampuni dan kita berdiri dalam pengharapan yang mana kekekalan telah Dia berikan.

“mengetahui bahwa Kristus bangkit dari kematian dan tidak mati lagi, maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Sebab kematianNya adalah kematian terhadap dosa, satu kali untuk selamanya, dan kehidupanNya kehidupan bagi Allah” (Rm 6:9,10). Dia mati di bawah hal-hal yang datang oleh dosa, yang Dia bangkita hidup karena tidak benar bahwa manusia tidak berdosa tetap mati.

“dalam hidupNya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkanNya (Yunani=mengeluarkan) dari maut, dan karena kesalehanNya, Dia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang diterimaNya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua yang taat kepadaNya” (Ibr 5:7,8). Melalui doa dan kehidupan yang taat bahwa Bapa membebaskan Ia keluar dari maut.

“Tidak juga dari darah lembu dan domba, tetapi oleh darahNya sendiri Dia masuk ke dalam tempat maha kudus, memiliki penebusan kekal” (Ibr 9:12). Di sini Paulus membandingkan masuknya imam besar ke tempat kudus masuknya Kristus ke dalam surga itu sendiri (ay 24). Yang mana imam masuk dengan darah korban, korban ini mengarah pada satu korban besar dari Anak Allah – Dia sendiri. Di sini kita melihat bahwa melalui persembahan pengorbananNya Dia beroleh “penebusan kekal” – Dia telah dilepaskan dari belenggu maut. Maut ditetapkan bagi yang lemah dan penuh dosa yang terlihat sebagai perhambaan, tetapi melalui ketaatan Kristussampai mati di kayu salib, Dia telah mematahkan belenggu untuk diriNya sendiri dan semua yang di dalam Diamelalui kematianNya, Dia “menghancurkan kuasa maut, yaitu iblis” (Ibr 2:14). Dia beroleh “Penebusan kekal”dari beban yang menjemuhkan itu.

“maka sekarang Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian kekal telah mengembalikan dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus Tuhan kita, kiranya meperlengkapi kamu dalam segala kebaikan untuk melakukan kehendakNya, dan mengerjakan dalam kita apa yang berkenan kepadaNya, oleh Yesus Kristus bagia Dialah segala kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin” (Ibr 13:20-21). Paulus menyimpulkan surat ini dengan kenyataan bahwa Yesus telah diangkat dari kematian oleh Allah melalui darah perjanjian kekal. Bahwa darah dengan itu Dia utarakan kepada para murid di ruang atas, yang menagtakan: “inilah darahKu dari Perjanjian Baru, yang tercurah sebagi penebusan segala dosa” (Mat 26:28). Itulah darahNya, yang kita lihat sebelumnya mengarah pada hidupNya. Dia berkeinginan memberikan hidupNya (Mat 20:28) untuk menebus seluruh manusia dari belenggu dosa dan maut, jika di dalam iman mereka datang kepada Allah melalui Dia.

Dalam penyalibanNya, Dioa secara umum terlihat bahwa apa yang Dia lakukan melalui kehidupanNya dalam menyangkal cobaan kedagingan, Dia sekarang berkeinginan mengumumkan penyaliban kedagingan semua nafsu dan hasrat, dan dan mengikuti kehendak Allah untuk memenuhi didikan. Paulus menulis: “dan dalam rupa sebagai manusia, Dia telah merendahkan diriNya, dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib”. keinginanNya melakukan kehendak Allah akan ini. “yang mana (karena ketaatan yang luar biasa akan segala hal) Allah juga meninggikan Dia, dan memberiNya nama di atas segala nama: bahwa di dalam nama Yesus semua lutut bertelut, yang di surga , dan yang di bumi, dan yang di bawah bumi; dan bahwa segala lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah Bapa (Flp 2:8-11). Lewt itu, akhirnya tindakan taat kepada Allah dimuliakan, dan Bapa memenuhi pernyataan Kristus : “permuliakan Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada” (Yoh 17:5). Dia telah naik dalam kekekalan, kodrat illahi, untuk duduk di sebelah kanan Bapa.

Denngan setia melakukan kehendak BapaNya melalui hidupNya, bahkan mati di kayu salib, Dia membuka jalan kepada siapa saja yang dibaptis di dalamNya untuk berbagi hidup yang telah Dia berikan. Di sana Dia mengkahiri kematian kelemahan manusia dan semua yang bdiberikan keutamaan dan dominasi oleh pembawan dosa, dalam keajaiban dan iman bertahan kepadaNya “ yang dalam diriNya sendiri menimpahkan dosa-dosa kita dalam tubuhNya sendiri di salib, bahwa kita menjadi mati akan dosa, dan selayaknya hidup kepada kebenaran: yang olehNya kita disembuhkan” (1 Ptr 2:24). Kita bmerenungkan hal-hal ini, menyadari bahwa melalui tindakan akhir dari ketaatan, Dia “mematahkan kematian, dan mendatangkan hidup dan kekekalan kepada cahaya injil” (2 Tim 1:10).

Minggu, 01 Juli 2012

Darah Yesus


Sering dinyatakan dalam Perjanjian Baru bahwa pembenaran dan keselamatan kita adalah melalui darah Yesus (contohnya 1 Yoh 1:7; Why 5:9; 12:11; Rm 5:9). Untuk menghargai kebenaran darah Kristus, kita harus memahami bahwa ini sebuah prinsip Alkitabiah bahwa “karena itu nyawa dari segala makhluk adalah darah” (Im 17:14). Tanpa darah tubuh tidak dapat hidup; karena inilah lambang kehidupan. Ini menjelaskan perkataan Kristus, “jika kamu tidak makan daging Anak manusia, dan minum darahNya, kamu tidak akan memiliki hidup” (Yoh 6:53).

Dosa menghasilkan maut (Rm 6:23), pencurahan darah memberi kehidupan. Untuk alasan inilah bangsa Israel mempersembahkan darah setiap kali mereka berdosa, untuk mengingatkan mereka bahwa dosa membawa maut. “hampir semua melalui hukum (Musa) menyangkut darah; tanpa pencurahan darah tidak ada penebusan” (dari dosa – Ibr 9:22). Karena ini, Adam dan Hawa menutup diri mereka dengan daun dan tidak bisa diterima; kecuali, Allah membunuh seekor domba untuk menyediakan kulitnya sebagai penutup dosa mereka (Kej 3:7,21), begitupun, Habel mengorbankan binatang diterima dibanding Kain yang mempersembahkan tumbuhan, karena dia menghargai prinsip ini bahwa tanpa pencurahan darah tidak ada pengampunan dan tidak diterima Allah (Kej 4:3-5).

Inilah poin yang terpenting terhadap darah Kristus. Khususnya yang teringat dalam saat paskah, yang mana umat Allah menempatkan darah domba pada tiang pintu mereka untuk selamat dari kematian. Darah ini mengarahkan kepada Yesus, yang mana kita harus miliki agar dosa kita tertutup. Sebelum masa Kristus, sesuai dengan hukum Allah melalui Musa, orang Yahudi harus mempersembahkan korban binatang untuk dosa mereka. Bagaimanapun, mencurahkan darah binatang seharusnya dapat memberikan pelajaran yang besar. dosa dihukum dengan kematian (Rm 6:23); tidak mungkin bagi manusia yang membunuh seekor binatang dan melihat hal ini diterima Allah kecuali dari dia sendiri. Binatang yang ia persembahkan tidak memiliki penghargaan benar atau salah; ini tidak penuh mewakilkan Dia: “tidaklah mungkin darah lembu atau darah domba menghapuskan dosa” (Ibr 10:4).

Maka timbul pertanyaan, mengapa orang Yahudi harus mempersembahkan binatang saat mereka berdosa? Paulus mengutarakan jawaban yang bervariasi untuk pertanyaan ini dalam Gal 3:24): “hukum taurat adalah penuntun kita sampai hari Kristus”. Binatang-binatang yang mana dibunuh sebagai persembahan akan dosa haruslah – tanpa noda (Kel 12:5; Im 1:3,10, dll). Ini mengarah pada Kristus, “domba tanpa noda” (1 Ptr 1:19). Darah binatang-binatang itu diwakilkan Kristus. Diterima sebagai persembahan akan dosa sebagaimana mengarah pada korban Kristus yang sempurna, yang mana Allah mengetahui Dia akan melakukannya. Pada hal ini, Allah mengampuni dosa-dosa dari umatNya yang hidup sebelum masa Kristus. kematianNya telah menebus dan mengalihkan dari yang (dilakukan) pada perjanjian yang pertama” (Ibr 9:15), maksudnya hukum Musa (Ibr 8:5-9). Segala persembahan dipersembahkan di bawah hukum kepada Kristus, persembahan dosa yang sempurna, yang menghapus dosa dengan mengorbankan diriNya sendiri” (Ibr 9:26; 13:11,12; Rm 8:3 [NIV] 2 Kor 5:21).

Kita dijelaskan bagaimana keseluruhan Perjanjian Lama, terdiri dari hukum Musa, menilai kepada Kristus. Di bawah hukum akan jalan Allah melalui imam besar; dialah penghubung antara Allah dengan manusia di bawah perjanjian yang lama sebagaimana Kristus di bawah Perjanjian yang baru (Ibr 9:15). “hukum (menjadikan) manusia imam besar yang harus ditetapkan; tetapi kata sumpah... membuat Anak, yang ditujukan untuk selama-lamanya” (Ibr 7:28). Karena mereka sendiri adalah orang berdosa, orang ini tidak pada posisi yang menghasilkan pengampunan yang benar kepada manusia. Binatang yang dipersembahkan untuk dosa tidaklah sungguh-sungguh mewakili orang berdosa. Apa yang disebut sebagai manusia sempurna, satu yang dalam segala hal mewakili seluruh dosa manusia, yang sebelumnya sebagai sesuatu yang dapat diterima sebagai pengorbanan akan dosa. Manusia yang kemudian menyatukan diri mereka dengan korban. Dalam hal yang sama, Imam besar yang sempurna turut merasakan seluruh dosa manusia bagi penyediaanNya, pernah dicobai seperti mereka (Ibr 2:14-18).

Yesus menyempurnakan hal ini – “demikianlah sebagai imam besar bagi kita, yang kudus, tidak bersalah, tidak nernoda” (Ibr 7:26). Dia tidak memerlukan korban unruk diriNya sendiri secara terus-menerus, dan juga tidak dapat mati lagi (Ibr 7:23,27). Dalam penjelasan ini, Alkitab mengatakan Kristus sebagai imam kita: “di mana Dia dapat juga menyelamatkan mereka dan membawa kepada Allah melalui Dia, melihat Dia hidup untuk membuat perantaraan bagi mereka” (Ibr 7:25). Karena Dia memiliki kodart manusia, Kristus sebagai Imam Besar kita yang ideal, “memiliki belas kasihan kepada mereka yang bodoh dan tersesat; karena Dia sndiri penuh dengan kelemahan” (Ibr 5:2). Ini mengulang pernyataan mengenai Kristus, “Dia juga seperti diriNya sendiri” mengambil bagian sifat dasar manusia kita (Ibr 2:14).

Sebagai imam besar Yahudi perantara hanya bagi umat Allah, Israel, begitupun Kristus imam hanya bagi Israel rohani – yang telah dibaptis ke dalam Kristus, memahami kebenaran injil. Dia adalah “imam besar atas rumah Allah” (Ibr 10:21), yang diperuntukan bagi mereka yang lahir baru melalui baptisan (1 Ptr 2:2-5), memiliki pengharapan yang benar akan injil (Ibr 3:6). Menghargai dan menyadari ke- imaman Kristus seharusnya membuat kita dibaptis di dalam Dia; tanpa ini, Dia tidak dapat menjadi perantara kita.

Memiliki baptisan dalam Kristus, kita seharusnya mengejar manfaat penuh akan ke-imaman Kristus; sesungguhnya, kita memiliki tanggung-jawa di mana kita harus mengangkatnya. “Oleh Dia, biarlah kita mempersembahkan korban pujian kepada Allah terus-menerus” (Ibr 13:15). Rencana Allah akan penyediaan Kristus sebagai imam besar kita agar kita memuliakan Dia; oleh karenanya seharusnya kita terus-menerus menggunakan jalur kita kepada Allah melalui Kristus dengan maksud memujiNya. Ibr 10:21-25 mencatat sejumlah tanggung-jawab yang kita miliki yang diperhitungkan kepada Kristus sebagai imam besar kita: “memiliki imam besar atas rumah Allah:

1. marilah kita mendekat kepada Allah denagn hati yang benar dalam jaminan iman yang penuh, hati yang terpecahkan dari keadaan yang jahat, dan tubuh kita dibasuh dengan air yang murni”. Memahami ke-imaman Kristus berarti kita harus dibaptis di dalamNya (“pembasuhan tubuh kita”), kita tidak seharusnya membiarkan yang jahat bertumbuh dalam pikiran kita. Jika kita percaya akan penyataan Kristus, kita menjadi satu dengan Allah (‘PADA-SATU-MANUSIA’) oleh pengorbananNya.

2. “mari kita bertahan pada iman kita tanpa terguncang”. Kita tidak seharusnya terpisah dari ajaran-ajaran yang membawa kita akan memahami ke-imaman Kristus.

3. mari kita menyadari satu dengan lainnya akan kasih... tidak menghina jemaat / kita bersama”. Kita harus menjalin kasih bersama dengan lainnya yang memahami hasil ke-imaman Kristus; ini terdiri dari jemaat bersama pada pelayanan persekutuan, yang mana kita mengingat pengorbanan Kristus.

Menhargai hal ini seharusnya kita rasakan dengan keyakinan yang rendah hati bahwa kita sesungguhny6a akan mencapai keselamatan, jika kita dibaptis dan taat di dalam Kristus: “marilah kita dengan demikian datang secara jasmani menghampiri tahta kasih karunia, bahwa kita menerima rahmat, dan menemukan anugerah yang menolong kita pada waktunya” (Ibr 4:6).

Selasa, 19 Juni 2012

Kemenangan Yesus

Yesus memiliki kodrat manusia kita dan telah dicobai untuk berdosa seperti kita. Perbedaan antara Dia dan kita adalah Dia mengatasi dosa itu; sementara kodrat dasar akan dosa, Dia selalu ditampilkan sebagai karakter yang sempurna. Keajaiban ini seharuanya menginspirasukan kita sebagaimana kita menerapkannya. Terdapat pengulangan penekanan Perjanjian Baru pada kesempurnaan karakter Kristus.
  • Dia “dicobai dalam segala hal seperti kita namun tidak berdosa” (Ibr 4:15).
  • Dia “tidak mengenal dosa”. “di dalamNya tidak ada dosa” (2 Kor 5:21; 1 Yoh 3:5)
  • “yang tidak berdosa, dan dusta tidak ada di dalam mulutnya” (1 Ptr 2:22).
  • “kudus, tanpa salah, tanpa noda, terpisah dari orang-orang berdosa” (Ibr 7:26)

Injil mencatat demonstrasi bagaimana para pengikutnya mengenali kesempurnaan karakterNya, terlihat dalam perkataan dan tindakanNya. Istri Pilatus mengenali bahwa Dia adalah “Orang benar” (Mat 27:19), di bawah hukuman, tentara Romawi yang memandang Yesus tergantung di kayu salib berkomentar, “sesungguhnya Dia adalah orang yang benar” (Luk 23:47). Permulaan hidupNya, Yesus menantang orang-orang Yahudi dengan pertanyaan: “dengan apakah kamu membuktikan Aku akan dosa?” (Yoh 8:46). Kepada semua yang di sana tidak bisa menjawab.


Sebagai hasil dari kemenangan yang sempurna dalam segala hal, Yesus dari Nazaret menjadi lebih tinggi daripada para malaikat (Ibr 1:3-5). Dia diberikan nama yang tertinggi (Flp 2:8), yang termasuk semua julukan malaikat. “namaNya akan disebut ajaib [Yud 13:18 Avmg], penasihat [digunakan malaikat dalam 1 Raj 22:20 teks Ibrani]...” (Yes 9:6). Dibuktikan Yesus tidak menempati posisi tinggi ini sebelum kelahiran dan kematianNya.
Mengenai karakter sempurnaNya, Yesus adalah penyataan Allah dalam daging (1 Tim 3:16); Dia bertindak dan berbicara sebagai Allah memiliki tindakan Dia menjadi manusia. Dia yang oleh karenanya cerminan sempurna dari Allah – “gambaran Allah yang tak terlihat” (Kol 1:15). Karena ini, tidaklah diperlukan bagi manusia fana secara fisik untuk melihat Allah. Seperti penjelasan Yesus, “Dia yang melihat Aku, melihat Bapa; bagaimana kamu dapat berkata, perlihatkanlah kepada kami (secara fisik) Bapa itu?” (Yoh 14:9). Penekanan pengulangan Alkitab adalah bahwa Allah Bapa telah dinyatakan dalam Yesus Kristus AnakNya (2 Kor 5:19; Yoh 14:10; Kis 2:22). Tritunggal mengajarkan bahwa Anak memanifestasikan atau ‘inkarnasi’ dalam Yesus; tetapi Alkitab mengajarkan bahwa Allah memanifestasikan [‘inkarnasi’ jika kita menggunakan kalimat] dalam Yesus. Firman menjadi daging (Yoh 1:14), lebih dari sekedar Firman memasuki ke dalam sebuah bentuk tubuh.

Hidup dalam dunia yang penuh dosa, dan melekat pada dosa dalam kodrat kita, sangat sulit bagi kita untuk menghargai keseluruhan dan kebesaran keunggulan rohani Kristus; bahwa manusia dari kodrat kita memenuhi penyataan kebenaran Allah dalam karakterNya. Percaya ini sebuah iman yang benar dibanding sekedar menerima teologia bahwa Kristus adalah Allah itu sendiri.

Karena Dia memiliki sifat dasar kita, Kristus harus mati. Dia adalah keturunan Adam melalui Maria, dan semua anak-anak Adam mati (1 Kor 15:22). Semua keturunan Adam mati karena Adam berdosa, mengenai situasi pribadinya. “demikian kematian... karena pelanggarannya (Adam) agar semua mati... penghakiman telah (diperhitungkan karena) dia (Adam ) mengalami (untuk mati)... oleh ketidak-taatan manusia semua menjadi berdosa”, dan oleh sebab itu haruslah mati (Rm 5:114-19; 6:23). Sebagai keturunan Adam, Yesus harus mati, Dia dimasukan kodrat yang fana dari Adam melalui Maria, ibuNya.

Menjadi bagian Yesus, semua keturunan Adam layak akan hukuman ini, bagi kita yang memiliki dosa secara pribadi. Yesus harus mati karena Dia berasal dari kodrat kita, terkena kutuk yang datang bagi keturunan Adam. Sebelumnya, Dia secara pribadi tidak melakukan sesuatu yang layak untuk mati “Allah membangkitkan Dia dari kematian, membebaskan Dia dari kutuk kematian, karena tidak mungkin kematian bisa menahanNya” (Kis 2:24). Kristus telah “dideklarasikan menjadi Anak Allah dengan kuasa, sesuai dengan Roh Kudus, melalui kebangkitan dari kematian” (Rm 1:4). Karena kesempurnaan karakter Kristus, “Roh KudusNya”, yang membangkitkan Dia.

Kristus tidak mati di kayu salib hanya karena kodrat manusiaNya. Dia berkeinginan memberikan hidup sempurnaNya sebagi hadiah bagi kita; Dia menunjukkan kasihNya bagi kita dengan mati “bagi dosa kita” (1 Kor 15:3), mengetahui bahwa melalui kematianNya Dia dapat memberikan untuk kita keselamatan dari dosa dan kematian (Ef 5:2,25; Why 1:5; Gal 2:20). Karena Yesus dalam karakter yang sempurna Dia mampu mengatasi dosa dengan menjadi pribadi pertama yang bangkit dari kematian dan memperoleh hidup kekal. Semua yang menyamakan dirinya dengan Kristus melalui baptisan dan hidup dalam jalan Kristus memiliki harapan yang sama dengan kebangkitan sebagi upahnya.

Dalam garis ini kemuliaan tepat untuk kebangkitan Kristus. Inilah “jaminan” bahwa kita akan dibangkitkan dan dihakimi (Kis 17:31), dan jika kita benar-benar mengikuti Dia di dalam hidup ini, berbagi upahNya akan hidup kekal. “mengetahui (dengan yakin) bahwa Dia yang membangkitan Tuhan Yesus akan membangkitkan kita juga melalui Yesus” (2 Kor 4:14; 1 Kor 6:14; Rm 6:3-5). Sebagai orang berdosa kita pantas mati selamanya (Rm 6:23). Sebelumnya, seturut kehidupan sempurna Kristus, mentaati kematian dan kebangkitanNya, Allah memberikan kita hadiah hidup kekal, secara penuh sesuai dengan semua ketetapanNya.

Untuk menghilangkan dampak dosa kita, Allah “menempatkan kebenaran” (Rm 4:6) bagi kita melalui iman kita dalam janjiNya akan keselamatan. Kita tahu bahwa dosa membawa kematian, oleh sebab itu jika kita sungguh percaya bahwa Allah akan menyelamatkan kita dari itu, kita harus percaya bahwa Allah akan memperhitungkan kita sebagaimana jika kita benar, meskipun kita tidak. Kristus adalah sempurna; jika kita sungguh di dalam Kristus, Allah akan menerima kita sebagaimana jika kita sempurna, walu secara pribadi kita tidak begitu. Kita menerima akan apa yang kita dalam tingkatan manusia akan disebut ‘pengampunan Raja’. Allah membuat Kristus “menjadi dosa bagi kita, yang tidak mengenal dosa; bahwa kita boleh dibenarkan Allah dalam Dia” (2 Kor 5:21), artinya dalam Kristus melalui baptisan dan hidup seperti Kristus. Mengenai “dalam Kristus Yesus”, Dia “membuat kepada kita... kebenaran, dan pengudusan, dan penebusan” (1 Kor 1:30,31); ayat berikut mendukung kita untuk memuji Kristus akan hal terbesar yang Ia lakukan. “di dalam injil dinyatakan kebenaran Allah, pembenaran oleh iman” (Rm 1:17, NIV). Memahami hal ini yang karenanya penting menjadi bagian akan pengenalan kebenaran injil.

Semua ini menjadi mungkin melalui kebangkitan Kristus. Dia adalah “buah sulung” dari semua manusia yang akan menjadi kekeal melalui pekerjaanNya (1 Kor 15:20). “anak sulung” dari keluarga rohani yang baru yang akan diberikan sifat dasar Allah (Kol 1:18; Ef 3:15). Kebangkitan Kristus membuat menjadi mungkin bagi orang-orang percaya dalam Kristus untuk dinilai sebagaimana mereka benar, melihat bahwa mereka ditutupi oleh kebenaranNya. Kristus “telah diserahkan karena pelanggaran kita dan bangkit karena pembenaran kita (kata yang artinya ‘menjadi benar’)” (Rm 4:25). Inilah hal-hal roh. Kita tidak seharusnya berpikir bahwa ‘pembenaran’ adalah kecurangan yang dilegalkan. Allah memberikan pertobatan yang benar dan penerimaan yang benar bahwa Kristus ‘deklarasi kebenaran Allah, bahwa Ia hanya membenarkan mereka yang percaya dalam Yesus’ (Rm 3:25,26). Bahkan Yesus sempurna dan tidak berdosa menerima kebenaran Allah bahwa Ia harus mati karena Ia merupakan keturunan Adam. Begitu banyak kalimat ini bagi kita. Seperti rasul Paulus, kita ‘orang celaka’ yang terus berdosa. Pembenaran diberikan bagi mereka yang sujud di hadapan Yang Maha Mulia dan berkata dari hati mereka ‘Allah berbelas kasih kepadaku sebagai pendosa’.

Sebuah kesadaran, merenungkan iman dalam hal ini sungguh menjadi keyakinan bahwa kita dapat dinilai Allah sebagaimana jika kita sempurna. Kristus dapat mempersembahkan kita pada kursi penghakiman “tidak bersalah di hadapan hadirat kemuliaanNya”, “kudus dan tidak bercacat dan tidak tersandung dalam pandanganNya” (Yud 24; Kol 1:22; Ef 5:27). Diberikan sifat dasar akan dosa dan kegagalan rohanai terus-menerus, mengambil dasar iman untuk percaya ini. hanya mengangkat tangan kita pada ‘penyaliban’ atau membuat pengajaran-pengajaran akademis tidaklah terhubung kepada iman ini. kesediaan memahami kebangkitan Kristus seharusnya mendorong iman kita: “Allah... membangkitkan Dia dari kematian... agar iman dan pengharapanmu (kesamaan kebangkitan) berada dalam Allah” (1 Ptr 1:21).

Hanyalah dengan kesediaan baptisan dalam Kristus, diikuti dengan waktu pemuridan, bahwa kita dapat menjadi “dalam Kristus”dan dinaungi oleh kebenaranNya. Oleh baptisan kita menyatukan diri kita dengan kematian dan kebangkitanNya (Rm 6:3-5), yang berarti membebaskan kita dari dosa-dosa kita, melalui ‘pembenaran’, atau dinilai benar (Rm 4:25).

Kesadaran hal-hal yang kita sadari dalam bagian ini mengeluarkan kita dari pegangan kecuali kita dibaptis. Pada baptisan menyatukan diri kita dengan darah Kristus yang tercurah di kayu salib; orang-orang percaya membasuh jubah mereka dan (membuat) nya putih dalam darah domba” (Why 7:14). Digambarkan mereka dalam jubah putih, mewakilkan kebenaran Kristus yang diperhitungkan (‘dimasukkan’) ke dalam mereka (Why 19:8). Sangat mungkin untuk membuat jubah putih ini kotor sebagai hasil dari dosa kita (Yud 23); ketika kita melakukannya setelah baptisan, kita harus meminta Allah untuk mengampuni melalui Kristus.

Yang mengikuti setelah baptisan untuk tetap dalam posisi diberkati yang kemudian kita masuk di situ. Perlu secara rutin, harian, perenungan diri beberapa menit setiap hari, dengan berdoa selalu dan mencari pengampunan. Dengan melakukan ini kita akan selalu merendah meyakinkan itu, mengenai perlindungan kita dengan kebenaran Kristus, sesungguhnya kita akan di dalam kerajaan Allah. Kita harus menjadi ditemukan mentaati Kristus ketika hari kematian kita atau kembalinya Kristus, “bukan karena kebenaran (kita) sendiri... tetapi melalui iman (di dalam) Kristus, pembenaran dari Allah oleh iman” (Flp 3:9).

Penekanan ulang pada iman yang menghasilkan di dalamnya kebenaran, menunjukkan bahwa tidak ada jalan keselamatan melalui perbuatan kita; keselamatan adalah karena anugerah: “karena anugerah kita diselamatkan oleh iman; dan bukan karena dirimu sendiri: ini adalah pemberian Allah: bukan pekerjaanmu” (Ef 2:8,9). Sebagaimana pembenaran dan kebenaran adal;ah ‘pemberian’ (Rm 5;17), begitu juga keselamatan. Motivasi kita dalam melakukan segala pekerjaan dalam pelayanan orang kristen seharusnya sebagaimana yang telah Allah lakukan bagi kita – menilai kita benar melalui Kristus dan memberikan kita jalan akan keselamatan. Sangat fatal untuk beralasan bahwa jika kita berbuat baik, maka perbuatan-perbuatan itu akan menyelamatkan kita. Kita tidak akan berhasil mencapai keselamatan jika kita berpikir seperti ini; inilah pemberian yang tidak dapat kita bayar, hanya sikap mengasihi yang terdalam yang akan tercermin di dalam perbuatan kita. Kebenaran iman menghasilkan perbuatan-perbuatan sebagaimana yang dihasilkan (Yak 2:17).

Rabu, 16 Mei 2012

Hubungan Allah Dengan Yesus


Bagaimana Allah membangkitkan Yesus menuntun kita untuk berpikir tentang hubungan antara Allah dan Yesus. Jika hal-hal itu “kesamaan... kekekalan”, sebagaimana pernyataan ajaran tritunggal, maka kita akan menerima hubungan mereka menjadi sama. Kita telah melihat bukti bahwa ini bukanlah masalahnya. Hubungan antara Allah dan Kristus seumpama antara suami dan istri: “kepala dari setiap orang adalah Kristus; dan kepala dari wanita adalah pria; dan kepala dari Kristus adalah Allah” (1 Kor 11:3). Sebagaimana suami adalah kepala dari istrinya, begitupun Allah kepala dari Kristus, walau Mereka memiliki kesamaan satu tujuan yang ada sebelum suami dan istri. Demikian “Kristus adalah kepunyaan Allah” (1 Kor 3:23), sebagaimana istri kepunyaan suaminya.

Allah Bapa sering dinyatakan menjadi Allah Kristus. Kenyataan bahwa Allah digambarkan sebagai “Allah Bapa dari Tuhan kita Yesus Kristus” (1 Ptr 1:3; Ef 1:17) meski setelah kenaikan Kristus ke surga, menunjukkan bahwa inilah hubungan mereka sekarang, selama kehidupan fana Kristus. Kadangkala diperdebatkan oleh aliran tritunggal bahwa Kristus hanya berbicara di bawah Allah selama hidupNya di bumi. Perjanjian Baru menulis beberapa tahun setelah kenaikan ke surga, Allah dibicarakan sebagai Allah Kristus dan Bapa. Yesus tetap mengakui Bapa sebagai AllahNya.

Wahyu, kitab terakhir dari Perjanjian Baru, ditulis setelah beberapa tahun setelah kemuliaan dan kenaikan Kristus, yang berbicara akan Allah sebagai Allah dan BapaNya (Kristus)” (Why 1:6 RV). Dalam kitab ini, kebangkitan dan kemuliaan Kristus memberikan pesan kepada orang percaya. Dia berbicara tentang “bait AllahKu...nama AllahKu...kota AllahKu” (Why 3:12). Ini membuktikan bahwa Yesus berpikiran Bapa sebagai AllahNya – dan dengan demikian Dia (Yesus) bukanlah Allah.

Selama hidupnya yang fana, Yesus berhubungan dengan BapaNya dalam hal yang serupa. Dia berbicara tentang “bapaKu, dan Bapamu; AllahKu dan Allahmu” (Yoh 20:17). Di kayu salib, Yesus menampilkan kemanusiaanNya secara penuh: “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (mat 27:46). Demikianlah kata-kata yang tidak dapat dimengerti jika Allah berbicara kepada diriNya sendiri. Fakta yang sesungguhnya terjadi bahwa Yesus berbicara kepada Allah “dengan jeritan dan tangisan yang kuat” yang mengindikasikan kebenaran akan dasar hubungan Mereka (Ibr 5:7; Luk 6:12). Allah terbukti tidak dapat berdoa kepada diriNya sendiri. Bahkan sekarang, Kristus berdoa kepada Allah atas kita (Rm 8:26,27 ;, 2 Kor 3:18)

Jumat, 13 April 2012

Sisi manusiawi Kristus Yesus

Injil menyediakan banyak contoh akan bagaimana Yesus sepenuhnya memiliki sifat dasar manusia. Tercatat bahwa Ia letih, dan duduk untuk minum dari sumur (Yoh 4:6). “Yesus menangis” saat kematian Lazarus (Yoh 11:35).

Hampir semua, catatan dari penderitaan terakhir menjadi bukti yang cukup akan kemanusiaanNya: “sekarang juwaKu terharu”, Dia meminta dalam doaNya agar Allah menyelamatkan Nya daripada harus mati di kayu salib (Yoh 12:27).

Dia “berdoa, mengatakan, oh BapaKu, jikalau mungkin, lalukan cawan ini (penderitaan dan kematian) daripadaKu; tetapi bukan kehendakKu yang jadi, namun kehendakMu” (Mat 26:39). Ini menandakan bahwa kedagingan Kristus menginginkan hal yang berbeda dari Allah.

Bagaimanapun, dalam segenap hidupNya Kristus selalu menyetujui kehendakNya yang mana Allah persiapkan akan pencobaan terakhir di kayu salib. “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriKu sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakimanKu adil, sebab Aku tidak menuruti kehendakKu sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yoh 5:30).

Inilah perbedaan kehendak antara kehendak Kristus dan Allah yang cukup membuktikan bahwa Yesus bukan Allah. Melalui kehidupan kita, kita menerima pertumbuhan akan pengenalan Allah, belajar dari pencobaan yang merupakan pengalaman hidup. Dalam hal ini, Yesus adalah teladan yang baik. Dia tidak memiliki pengenalan akan Allah yang lebih dari yang kita miliki”dari masa kanak-kanak “Yesus masuk dalam hikmat yang dewasa (kedewasaan rohani, Ef 4:13), dan semakin dikasihi Allah dan manusia” (Luk 2:52).

“Anak itu bertambah besar dan membangun (menjadi) kekuatan rohani” (Luk 2:40). Dua ayat ini menggambarkan fisik Kristus yang bertumbuh seiring dengan kerohanianNya; proses kedewasaan yang normal secara rohani. Dia menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada ahli-ahli taurat pada usia 12 tahun, keinginan belajar; dan seringkali Ia berbicara akan apa yang Ia pelajari dan diajarkan oleh BapaNya. Taat pada kehendak Allah adalah sesuatu yang harus kita pelajari pada masa hidup ini.

Kristus juga melalui proses ini untuk belajar taat kepada BapaNya, sebagaimana seharusnya seorang anak. “berpikir Dia adalah Anak, belajar ketaatanNya (taat kepada Allah) dengan hal-hal yang mana Ia derita; dan menjadi sempurna (kedewasaan rohani), Dia memunculkan keselamatan yang kekal” sebagi hasil dari penggenapan pertumbuhan rohaniNya (Ibr 5:8,9). Flp 2:7,8 mencatat akan proses yang sama akan kedewasaan rohani dalam Yesus, mengenai kematianNya di kayu salib. Dia “telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil bentuk (rupa) seorang hamba..

Dia merendahkan diriNya dan menjadi taat sampai... mati di kayu salib”. Bahasa yang digunakan di sini mengilustrasikan bagaimana Yesus dewasa dalam rohani, merendahkan diriNya secara penuh, sehingga akhirnya Dia “menjadi taat” kepada kehendak Allah, bahwa Ia harus mati di kayu salib. Demikian Dia adalah “menjadi sempurna” dengan jalan Dia menerima penderitaanNya. Adalah bukti dari hal ini bahwa Yesus harus membuat tindakan, pribadi untuk menjadi benar; dengan tidak bermaksud bahwa Ia secara otomatis dibentuk oleh Allah, yang mana akan menghasilkan di dalamNya. Yesus sungguh mengasihi kita dan memberikan hidupNya di kayu salib denngan maksud ini. penekanan yang terus-menerus akan kasih Yesus kepada kita akan tak terlihat jika Allah memaksakan Dia untuk mati di kayu salib (Ef 5:5,25; Why 1:5; Gal 2:20).

Karena Yesus melakukan pilihan ini, memungkinkan kita untuk menerapkan kasihNya, dan membentuk sebuah hubungan pribadi bersamaNya. Semua karena keinginan Kristus untuk memberikan hidupNya dengan sukarela bahwa Allah sangat berkenan kepadaNya: “demikian Bapa mengasihi Aku, karena Aku memberikan hidupKu... tidak ada seorangpun mengambil daripadaKu, tetapi Aku memberikan diriKu sendiri” (Yoh 10:17,18). Allah sangat berkehendak dengan kehendak ketaatan Kristus .Catatan akan kegembiraan Bapa terhadap ketaatan Anak, merupakan bukti yang cukup bahwa Kristus memiliki kemungkinan akan ketidak-taatan, tetapi memilih untuk taat. Kebutuhan Kristus akan keselamatan Karena kemanusiaanNya, Yesus adalah fana seperti kita. Dalam pandangan hal ini, Yesus perlu diselamatkan dari kematian oleh Allah. Mengenali ini, Yesus “mempersembahkan doa dan permohonan dengan seruan dan tangisan yang kuat kepada Dia (Allah) yang sanggup menyelamatkan Dia dari kematian, dan mendengarkan jeritanNya” (Ibr 5:7 AV. Mg). Kematian “tidak lagi berkuasa atasNya” (Rm 6:9), menandakan bahwa sebelum ini, dapat berlaku. Banyak pemazmur yang menubuatkan Yesus; di mana ada ayat yang menyebutkan tentang Kristus dalam Perjanjian Baru, sungguh masuk akal untuk berpendapat bahwa ada ayat-ayat lain dalam mazmur mengenai Dia juga. Berikut adalah beberapa peristiwa di mana kebutuhan Kristus akan keselamatan oleh Allah yang ditekankan.

 § Mzm 91:11,12 menyebutkan tentang Yesus dalam Mat 4:6. Mzm 91:16 manubuatkan bagaimana Allah akan memberikan Yesus keselamatan: “dengan hidup yang panjang (artinya hidup kekal) akan Aku puaskan ia, dan menunjukkan ia keselamatanKu”. Mzm 69:21 mengarah pada penyaliban Kristus (Mat 27:34); seluruh mazmur menggambarkan akan Kristus di kayu salib: “selamatkan aku, oh Allah... lukiskan malam ke dalam jiwaku, dan tebuslah... biarkan keselamatanMu oh Allah, mengangkat aku” (ay 1,18,29).

§ Mzm 89 mengutarakan akan janji Allah kepada Daud mengenai Kristus. Mengenai Yesus, Mzm 89:26 menubuatkan: “dia akan berseru kepadaKu (Allah), Kaulah Bapaku, Allahku, gunung batu keselamatanku”.

§ Doa-doa Kristus kepada Allah akan keselamatan yang terdengar; Ia telah didengar karena pribadiNya secara rohani, bukan karena tempatNya dalam ‘tritunggal’ (Ibr 5:7). Bahwasannya Allah membangkitkan Yesus dan memuliakanNya merupakan tema utama Perjanjian Baru.

§ “Allah... membangkitkan Yesus... Dia duduk disebelah kanan Allah menjadi pangeran dan Juruselamat” (Kis 5:30,31).

§ “Allah... memuliakan AnakNya Yesus... yang Allah bangkitkan dari kematian (Kis 3:13,15).

§ “Yesus ini yang telah Allah bangkitkan” (Kis 2:24,32,33).

Selasa, 03 April 2012

Sifat dasar dari Yesus

Sifat dasar’ berarti ‘yang mendasari, sebagaimana dasarnya’. Kita telah ditunjukkan dalam Alkitab, yang berbicara hanya ada dua sifat dasar – yaitu dari Allah dan dari manusia. Olehnya sifat dasar Allah tidak dapat mati, tidak dapat dicobai, dn lain sebagainya. Inilah bukti bahwa Kristus bukan bersifat dasar Allah selama hidupNya. Dia berkodrat manusia. Dari pengertian kita akan kata ‘sifat dasar’ membuktikan bahwa Kristus tidak dapat memiliki dua sifat dasar secara sekaligus. Adalah penting bahwa Kristus dicobai seperti kita (Ibr 4:15), dengan kesempurnaanNya yang melewati cobaan Dia dapat memberikan pengampunan bagi kita. “Imam Besar kita bukanlah yang tidak dapat merasakan akan kelemahan-kelemahan kita; tetapi Ia telah dicobai sama seperti kita” (Ibr 4:15) hanya saja tidak berdosa.  Diduga bahwa pada abad pertama di sana banyak yang berpikir bahwa Yesus “tidak dapat merasakan kelemahan-kelemahan kita”, bahwa ini bukanlah masalah; Yesus dapat merasakan hal ini. inilah kecenderungan awal akan pemahaman yang salah akan sifat dasar Yesus yang membuahkan doktrin yang salah tentang tritunggal. Keinginan yang salah yang mana didasari dari pencobaan yang datang dari dalam kita (mrk 7:15-23), dari sifat dasar kita (Yak 1:13-15). Adalah penting, bahwa demikian Kristus seharusnya berkodrat manusia bahwa Dia mengalami dan melewati cobaan-cobaan tersebut. Ibr 2:14-18 mengutarakan semua kata-kata ini.

“karena anak-anak itu (kita) dari darah dan daging (kodrat manusia), Dia (Kristus) juga sama mendapat bagian (artinya disamakan) dengan mereka (kodratnya); bahwa melalui kematianNya, Dia memusnahkan... iblis...sebab sesungguhnya bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi (kodrat dari) benih Abraham. Yang mana dalam segala hal Ia harua disamakan dengan saudara-saudaraNya, agar Ia menjadi Imam Besar yang berbelas kasihan dan setia... untuk mendamaikan dosa umat manusia. Sebab ia telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai”.

Bagian ini menempatkan penekanan yang luar biasa pada kenyataan bahwa Yesus memiliki kodrat manusia: “Dia juga sebagaimana diriNya” berbagi akan hal ini (Ibr 2:14). Kalimat ini menggunakan tiga kata yang maksudnya sama, hanya untuk mengembalikan maknanya. Dia mengambil bagian “dari kesamaan” kodrat; catatan dapat mengatakan ‘Dia mengambil bagian akan Hal ini juga’, tetapi hal ini menekankan, “Dia mengambil bagian yang sama”. Ibr 2:16 menyamakan penegasan makna bahwa Kristus tidak memiliki kodrat malaikat, melihat bahwa Ia berasal dari benih Abraham, yang datang untuk membawa keselamatan untuk semua yang percaya mejadi benih Abraham. Karena ini, adalah penting bagi Kristus memiliki kodrat manusia. Dalam segala hal Ia “menjadi sama seperti saudara-saudaraNya” (Ibr 2:17) jadi Allah dapat menjamin pengampunan kita melalui pengorbanan Kristus. 

Tatkala orang percaya yang dibaptis berdosa, mereka dapat datang kepada Allah, mengaku dosa dalam doa melalui Kristus (1 Yoh 1:19); Allah memperingatkan bahwa Kristus telah dicobai sebagaimana mereka, tetapi Dia adalah sempurna, melewati cobaan itu yang mana mereka gagal. Karena ini, “Allah demi Kristus” dapat mengampuni kita (Ef 4:32). Begitu pentingnya menghargai bagaimana Kristrus dicobai seperti kita, dan diperlukan bagi sifat dasar kita agar hal ini menjadi mungkin. Ibr 2:14 menjelaskan pernyataan bahwa Kristus adalah didasari “daging dan darah” untuk memungkinkan hal ini. “Allah adalah Roh” (Yoh 4:24) oleh kodratNya sebagai “Roh” Ia tidak memiliki daging dan darah. Kristus mempunyai dasar “daging” berarti bahwa tidak ada jalan bagiNya memiliki kodrat Allah sementara hidupNya yang fana.

Menampilkan sosok manusia yang memelihara firman Allah, artinya melewati pencobaan dengan penuh, yang lainnya gagal. Untuk itu “Allah mengirim AnakNya yang tunggal dalam yang serupa dengan daging, dan dengan pengorbanan akan dosa, menghukum dosa di dalam daging” (Rm 8:3 AV. Mg).
Di sini “dosa” mengarah pada dasar dosa yang kita miliki dari sifat dasarnya. Kita telah diberi jalan akan hal ini, dan melanjutkan untuk melakukannya, dan “upah dosa adalah maut”. Untuk lolos dari hal ini, manusia memerlukan pertolongan dari luar. Dengan dirinya sendiri dia tidaklah sempurna; dan tidak mungkin bagi kita yang diciptakan secara daging untuk menebus daging, Allah yang oelh sebab itu masuk dan memberikan AnakNya yang tunggal, yang memiliki “kedagingan” kita, dengan segala pencobaan akan dosa yang kita miliki. Tidak seperti manusia lainnya, Kristus melewati setiap pencobaan, meskipun Dia memiliki kemungkinan akan gagal dan berdosa sebagaimana yang kita lakukan. Roma 8:3 menggambarkan sifat dasar kemanusiaan Kristus dalam “tubuh dosa”. Beberapa ayat sebelumnya, Paulus berbicara tentang bagaimana di dalam daging “tidak tinggal hal yang baik”, dan bagaimana kedagingan mendasari perseteruan dengan Allah (Roma 7:18-23). Dalam konteks ini, lebih bagus untuk membaca bahwa Kristus memiliki “tubuh dosa” dalam Roma 8:3. semua karena hal ini, dan Dia melewati kedagingan itu, bahwa kitapun memiliki jalan untuk lolos dari kedagingan kita; Yesus memperingatkan secara seksama akan kuasa dosa di dalam sifat dasar kita. Dia diposisikan sebagai “Guru yang baik”, dengan maksud bahwa Dia adalah “baik” dan bersifat dasar sempurna. Dia menanggapi: “mengapa kalian menyebut aku baik? Tidak ada yang baik, kecuali satu, yaitu Allah” (Mrk 10:17,18). Dalam hal lain, manusia mulai menyaksikan akan kebesaran Kristus akan rangkaian mujizat yang Ia tampilkan. Yesus tidak membesarkan hal ini “karena Dia tahu segalanya, bahwa tidak diperlukan saksi manusia: sebab Ia tahu yang ada dalam manusia” (Yoh 2:23-25, teks Yunani). Karena pengetahuanNya yang besar akan sifat dasar manusia (“Dia mengetahui segalanya” akan ini), Kristus tidak ingin manusia untuk memujiNya secara pribadi dalam kebenaranNya sendiri, Dia memperingatkan akan sifat dasarNya.

Puisi pendek


engkau menyebut Aku jalan
tetapi tidak mengikuti Aku
engkau menebut Aku terang
tetapi tidak melihat Aku
engkau menyebut Aku guru
tetapi tidak mendengarkan Aku
engkau menyebut Aku Tuhan
tetapi tidak melayani Aku
engkau menyebut Aku kebenaran
tetapi tidak percaya kepadaKu
Jangan Heran jika suatu hari Aku tidak mengenal engkau!

Selasa, 06 Maret 2012

Kehidupan Yesus (pendahuluan)


Adalah suatu tragedi terbesar dalam pemikiran orang kristen, yang menganggap bahwa Yesus Kristus tidak menerima hormat dan pujian yang berhak ia terima karena kemenanganNya atas dosa, dengan membangun karakter yang sempurna. Doktrin ‘tritunggal’ yang diyakini oleh banyak orang menyatakan bahwa Yesus adalah Allah itu sendiri. Jika benar demikian, maka dengan mengingat bahwa Allah tidak dapat dicobai (Yak 1:13) dan tidak mungkin berbuat dosa; dapat diambil kesimpulan dangkal bahwa Kristus tidak sungguh-sungguh berperang melawan dosa; dan kehidupannya di bumi hanya berpura-pura saja, ia tidak merasakan hal-hal yang dialami oleh manusia, tidak sungguh-sungguh merasakan dilema fisik dan rohani dari umat manusia, karena sebagai Allah, ia tidak dapat terpengaruh dengan hal-hal seperti itu.

Kelompok fanatik yang lain, seperti Mormon dan saksi Yehuwa, gagal untuk memahami kemuliaan Kristus sebagai Anak Allah yang tunggal. Karena pemahaman mereka yang salah itu, kita dapat yakin bahwa Yesus bukanlah malaikat, atau anak Yusuf yang sebenarnya. Ada juga yang menyimpulkan, bahwa keadaan Yesus sama seperti Adam sebelum jatuh ke dalam dosa. Terpisah dari kuranganya bukti-bukti Alkitabiah dalam memandang hal ini, mereka gagal dalam memahami bahwa Adam diciptakan Allah dari debu, sedangkan Yesus ‘diciptakan’ oleh Allah dengan memperanakkannya di dalam kandungan Maria. Walaupun Yesus tidak memiliki ayah secara lahiriah, ia dikandung dan dilahirkan seperti kita, tetapi dengan cara yang berbeda. Banyak orang tidak dapat menerima bahwa seorang manusia yang dilahirkan dengan mewarisi dosa dapat memiliki karakter yang sempurna. Inilah fakta yang menghalangi untuk sungguh-sungguh beriman kepada Kristus.

Untuk percaya bahwa keadaan Yesus sama seperti kita, walaupun ia memiliki karakter yang tidak berdosa, yang selalu dapat mengatasi cobaan-cobaan yang dialaminya, bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan daya pengamatan yang cukup atas catatan-catatan Injil tentang kehidupannya yang sempurna, dan dengan memahami ayat-ayat yang menyangkal bahwa ia adalah Allah, agar dapat memahami dan mengimani Yesus dengan benar. Jauh lebih mudah untuk menganggap bahwa dia adalah Allah itu sendiri, yang secara otomatis sempurna. Pandangan seperti ini merendahkan kebesaran dari kemenangan Kristus atas dosa dan keinginan daging.

Ia mempunyai keinginan duniawi, dan turut merasakan kelemahan-kelemahan manusia (Ibr. 4:15). Tetapi ia dapat mengatasinya, karena komitmennya yang besar terhadap jalan-jalan Allah, dan ia memohon bantuan Allah untuk melawan dosa. Karena itulah, maka Allah berkehendak untuk ”mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus” (II Kor. 5:19).