Yesus memiliki kodrat manusia kita dan telah dicobai untuk berdosa seperti kita. Perbedaan antara Dia dan kita adalah Dia mengatasi dosa itu; sementara kodrat dasar akan dosa, Dia selalu ditampilkan sebagai karakter yang sempurna. Keajaiban ini seharuanya menginspirasukan kita sebagaimana kita menerapkannya. Terdapat pengulangan penekanan Perjanjian Baru pada kesempurnaan karakter Kristus.
- Dia “dicobai dalam segala hal seperti kita namun tidak berdosa” (Ibr 4:15).
- Dia “tidak mengenal dosa”. “di dalamNya tidak ada dosa” (2 Kor 5:21; 1 Yoh 3:5)
- “yang tidak berdosa, dan dusta tidak ada di dalam mulutnya” (1 Ptr 2:22).
- “kudus, tanpa salah, tanpa noda, terpisah dari orang-orang berdosa” (Ibr 7:26)
Injil mencatat demonstrasi bagaimana para pengikutnya mengenali kesempurnaan karakterNya, terlihat dalam perkataan dan tindakanNya. Istri Pilatus mengenali bahwa Dia adalah “Orang benar” (Mat 27:19), di bawah hukuman, tentara Romawi yang memandang Yesus tergantung di kayu salib berkomentar, “sesungguhnya Dia adalah orang yang benar” (Luk 23:47). Permulaan hidupNya, Yesus menantang orang-orang Yahudi dengan pertanyaan: “dengan apakah kamu membuktikan Aku akan dosa?” (Yoh 8:46). Kepada semua yang di sana tidak bisa menjawab.
Sebagai hasil dari kemenangan yang sempurna dalam segala hal, Yesus dari Nazaret menjadi lebih tinggi daripada para malaikat (Ibr 1:3-5). Dia diberikan nama yang tertinggi (Flp 2:8), yang termasuk semua julukan malaikat. “namaNya akan disebut ajaib [Yud 13:18 Avmg], penasihat [digunakan malaikat dalam 1 Raj 22:20 teks Ibrani]...” (Yes 9:6). Dibuktikan Yesus tidak menempati posisi tinggi ini sebelum kelahiran dan kematianNya.
Mengenai karakter sempurnaNya, Yesus adalah penyataan Allah dalam daging (1 Tim 3:16); Dia bertindak dan berbicara sebagai Allah memiliki tindakan Dia menjadi manusia. Dia yang oleh karenanya cerminan sempurna dari Allah – “gambaran Allah yang tak terlihat” (Kol 1:15). Karena ini, tidaklah diperlukan bagi manusia fana secara fisik untuk melihat Allah. Seperti penjelasan Yesus, “Dia yang melihat Aku, melihat Bapa; bagaimana kamu dapat berkata, perlihatkanlah kepada kami (secara fisik) Bapa itu?” (Yoh 14:9). Penekanan pengulangan Alkitab adalah bahwa Allah Bapa telah dinyatakan dalam Yesus Kristus AnakNya (2 Kor 5:19; Yoh 14:10; Kis 2:22). Tritunggal mengajarkan bahwa Anak memanifestasikan atau ‘inkarnasi’ dalam Yesus; tetapi Alkitab mengajarkan bahwa Allah memanifestasikan [‘inkarnasi’ jika kita menggunakan kalimat] dalam Yesus. Firman menjadi daging (Yoh 1:14), lebih dari sekedar Firman memasuki ke dalam sebuah bentuk tubuh.
Hidup dalam dunia yang penuh dosa, dan melekat pada dosa dalam kodrat kita, sangat sulit bagi kita untuk menghargai keseluruhan dan kebesaran keunggulan rohani Kristus; bahwa manusia dari kodrat kita memenuhi penyataan kebenaran Allah dalam karakterNya. Percaya ini sebuah iman yang benar dibanding sekedar menerima teologia bahwa Kristus adalah Allah itu sendiri.
Karena Dia memiliki sifat dasar kita, Kristus harus mati. Dia adalah keturunan Adam melalui Maria, dan semua anak-anak Adam mati (1 Kor 15:22). Semua keturunan Adam mati karena Adam berdosa, mengenai situasi pribadinya. “demikian kematian... karena pelanggarannya (Adam) agar semua mati... penghakiman telah (diperhitungkan karena) dia (Adam ) mengalami (untuk mati)... oleh ketidak-taatan manusia semua menjadi berdosa”, dan oleh sebab itu haruslah mati (Rm 5:114-19; 6:23). Sebagai keturunan Adam, Yesus harus mati, Dia dimasukan kodrat yang fana dari Adam melalui Maria, ibuNya.
Menjadi bagian Yesus, semua keturunan Adam layak akan hukuman ini, bagi kita yang memiliki dosa secara pribadi. Yesus harus mati karena Dia berasal dari kodrat kita, terkena kutuk yang datang bagi keturunan Adam. Sebelumnya, Dia secara pribadi tidak melakukan sesuatu yang layak untuk mati “Allah membangkitkan Dia dari kematian, membebaskan Dia dari kutuk kematian, karena tidak mungkin kematian bisa menahanNya” (Kis 2:24). Kristus telah “dideklarasikan menjadi Anak Allah dengan kuasa, sesuai dengan Roh Kudus, melalui kebangkitan dari kematian” (Rm 1:4). Karena kesempurnaan karakter Kristus, “Roh KudusNya”, yang membangkitkan Dia.
Kristus tidak mati di kayu salib hanya karena kodrat manusiaNya. Dia berkeinginan memberikan hidup sempurnaNya sebagi hadiah bagi kita; Dia menunjukkan kasihNya bagi kita dengan mati “bagi dosa kita” (1 Kor 15:3), mengetahui bahwa melalui kematianNya Dia dapat memberikan untuk kita keselamatan dari dosa dan kematian (Ef 5:2,25; Why 1:5; Gal 2:20). Karena Yesus dalam karakter yang sempurna Dia mampu mengatasi dosa dengan menjadi pribadi pertama yang bangkit dari kematian dan memperoleh hidup kekal. Semua yang menyamakan dirinya dengan Kristus melalui baptisan dan hidup dalam jalan Kristus memiliki harapan yang sama dengan kebangkitan sebagi upahnya.
Dalam garis ini kemuliaan tepat untuk kebangkitan Kristus. Inilah “jaminan” bahwa kita akan dibangkitkan dan dihakimi (Kis 17:31), dan jika kita benar-benar mengikuti Dia di dalam hidup ini, berbagi upahNya akan hidup kekal. “mengetahui (dengan yakin) bahwa Dia yang membangkitan Tuhan Yesus akan membangkitkan kita juga melalui Yesus” (2 Kor 4:14; 1 Kor 6:14; Rm 6:3-5). Sebagai orang berdosa kita pantas mati selamanya (Rm 6:23). Sebelumnya, seturut kehidupan sempurna Kristus, mentaati kematian dan kebangkitanNya, Allah memberikan kita hadiah hidup kekal, secara penuh sesuai dengan semua ketetapanNya.
Untuk menghilangkan dampak dosa kita, Allah “menempatkan kebenaran” (Rm 4:6) bagi kita melalui iman kita dalam janjiNya akan keselamatan. Kita tahu bahwa dosa membawa kematian, oleh sebab itu jika kita sungguh percaya bahwa Allah akan menyelamatkan kita dari itu, kita harus percaya bahwa Allah akan memperhitungkan kita sebagaimana jika kita benar, meskipun kita tidak. Kristus adalah sempurna; jika kita sungguh di dalam Kristus, Allah akan menerima kita sebagaimana jika kita sempurna, walu secara pribadi kita tidak begitu. Kita menerima akan apa yang kita dalam tingkatan manusia akan disebut ‘pengampunan Raja’. Allah membuat Kristus “menjadi dosa bagi kita, yang tidak mengenal dosa; bahwa kita boleh dibenarkan Allah dalam Dia” (2 Kor 5:21), artinya dalam Kristus melalui baptisan dan hidup seperti Kristus. Mengenai “dalam Kristus Yesus”, Dia “membuat kepada kita... kebenaran, dan pengudusan, dan penebusan” (1 Kor 1:30,31); ayat berikut mendukung kita untuk memuji Kristus akan hal terbesar yang Ia lakukan. “di dalam injil dinyatakan kebenaran Allah, pembenaran oleh iman” (Rm 1:17, NIV). Memahami hal ini yang karenanya penting menjadi bagian akan pengenalan kebenaran injil.
Semua ini menjadi mungkin melalui kebangkitan Kristus. Dia adalah “buah sulung” dari semua manusia yang akan menjadi kekeal melalui pekerjaanNya (1 Kor 15:20). “anak sulung” dari keluarga rohani yang baru yang akan diberikan sifat dasar Allah (Kol 1:18; Ef 3:15). Kebangkitan Kristus membuat menjadi mungkin bagi orang-orang percaya dalam Kristus untuk dinilai sebagaimana mereka benar, melihat bahwa mereka ditutupi oleh kebenaranNya. Kristus “telah diserahkan karena pelanggaran kita dan bangkit karena pembenaran kita (kata yang artinya ‘menjadi benar’)” (Rm 4:25). Inilah hal-hal roh. Kita tidak seharusnya berpikir bahwa ‘pembenaran’ adalah kecurangan yang dilegalkan. Allah memberikan pertobatan yang benar dan penerimaan yang benar bahwa Kristus ‘deklarasi kebenaran Allah, bahwa Ia hanya membenarkan mereka yang percaya dalam Yesus’ (Rm 3:25,26). Bahkan Yesus sempurna dan tidak berdosa menerima kebenaran Allah bahwa Ia harus mati karena Ia merupakan keturunan Adam. Begitu banyak kalimat ini bagi kita. Seperti rasul Paulus, kita ‘orang celaka’ yang terus berdosa. Pembenaran diberikan bagi mereka yang sujud di hadapan Yang Maha Mulia dan berkata dari hati mereka ‘Allah berbelas kasih kepadaku sebagai pendosa’.
Sebuah kesadaran, merenungkan iman dalam hal ini sungguh menjadi keyakinan bahwa kita dapat dinilai Allah sebagaimana jika kita sempurna. Kristus dapat mempersembahkan kita pada kursi penghakiman “tidak bersalah di hadapan hadirat kemuliaanNya”, “kudus dan tidak bercacat dan tidak tersandung dalam pandanganNya” (Yud 24; Kol 1:22; Ef 5:27). Diberikan sifat dasar akan dosa dan kegagalan rohanai terus-menerus, mengambil dasar iman untuk percaya ini. hanya mengangkat tangan kita pada ‘penyaliban’ atau membuat pengajaran-pengajaran akademis tidaklah terhubung kepada iman ini. kesediaan memahami kebangkitan Kristus seharusnya mendorong iman kita: “Allah... membangkitkan Dia dari kematian... agar iman dan pengharapanmu (kesamaan kebangkitan) berada dalam Allah” (1 Ptr 1:21).
Hanyalah dengan kesediaan baptisan dalam Kristus, diikuti dengan waktu pemuridan, bahwa kita dapat menjadi “dalam Kristus”dan dinaungi oleh kebenaranNya. Oleh baptisan kita menyatukan diri kita dengan kematian dan kebangkitanNya (Rm 6:3-5), yang berarti membebaskan kita dari dosa-dosa kita, melalui ‘pembenaran’, atau dinilai benar (Rm 4:25).
Kesadaran hal-hal yang kita sadari dalam bagian ini mengeluarkan kita dari pegangan kecuali kita dibaptis. Pada baptisan menyatukan diri kita dengan darah Kristus yang tercurah di kayu salib; orang-orang percaya membasuh jubah mereka dan (membuat) nya putih dalam darah domba” (Why 7:14). Digambarkan mereka dalam jubah putih, mewakilkan kebenaran Kristus yang diperhitungkan (‘dimasukkan’) ke dalam mereka (Why 19:8). Sangat mungkin untuk membuat jubah putih ini kotor sebagai hasil dari dosa kita (Yud 23); ketika kita melakukannya setelah baptisan, kita harus meminta Allah untuk mengampuni melalui Kristus.
Yang mengikuti setelah baptisan untuk tetap dalam posisi diberkati yang kemudian kita masuk di situ. Perlu secara rutin, harian, perenungan diri beberapa menit setiap hari, dengan berdoa selalu dan mencari pengampunan. Dengan melakukan ini kita akan selalu merendah meyakinkan itu, mengenai perlindungan kita dengan kebenaran Kristus, sesungguhnya kita akan di dalam kerajaan Allah. Kita harus menjadi ditemukan mentaati Kristus ketika hari kematian kita atau kembalinya Kristus, “bukan karena kebenaran (kita) sendiri... tetapi melalui iman (di dalam) Kristus, pembenaran dari Allah oleh iman” (Flp 3:9).
Penekanan ulang pada iman yang menghasilkan di dalamnya kebenaran, menunjukkan bahwa tidak ada jalan keselamatan melalui perbuatan kita; keselamatan adalah karena anugerah: “karena anugerah kita diselamatkan oleh iman; dan bukan karena dirimu sendiri: ini adalah pemberian Allah: bukan pekerjaanmu” (Ef 2:8,9). Sebagaimana pembenaran dan kebenaran adal;ah ‘pemberian’ (Rm 5;17), begitu juga keselamatan. Motivasi kita dalam melakukan segala pekerjaan dalam pelayanan orang kristen seharusnya sebagaimana yang telah Allah lakukan bagi kita – menilai kita benar melalui Kristus dan memberikan kita jalan akan keselamatan. Sangat fatal untuk beralasan bahwa jika kita berbuat baik, maka perbuatan-perbuatan itu akan menyelamatkan kita. Kita tidak akan berhasil mencapai keselamatan jika kita berpikir seperti ini; inilah pemberian yang tidak dapat kita bayar, hanya sikap mengasihi yang terdalam yang akan tercermin di dalam perbuatan kita. Kebenaran iman menghasilkan perbuatan-perbuatan sebagaimana yang dihasilkan (Yak 2:17).