Jumat, 13 April 2012

Sisi manusiawi Kristus Yesus

Injil menyediakan banyak contoh akan bagaimana Yesus sepenuhnya memiliki sifat dasar manusia. Tercatat bahwa Ia letih, dan duduk untuk minum dari sumur (Yoh 4:6). “Yesus menangis” saat kematian Lazarus (Yoh 11:35).

Hampir semua, catatan dari penderitaan terakhir menjadi bukti yang cukup akan kemanusiaanNya: “sekarang juwaKu terharu”, Dia meminta dalam doaNya agar Allah menyelamatkan Nya daripada harus mati di kayu salib (Yoh 12:27).

Dia “berdoa, mengatakan, oh BapaKu, jikalau mungkin, lalukan cawan ini (penderitaan dan kematian) daripadaKu; tetapi bukan kehendakKu yang jadi, namun kehendakMu” (Mat 26:39). Ini menandakan bahwa kedagingan Kristus menginginkan hal yang berbeda dari Allah.

Bagaimanapun, dalam segenap hidupNya Kristus selalu menyetujui kehendakNya yang mana Allah persiapkan akan pencobaan terakhir di kayu salib. “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriKu sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakimanKu adil, sebab Aku tidak menuruti kehendakKu sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yoh 5:30).

Inilah perbedaan kehendak antara kehendak Kristus dan Allah yang cukup membuktikan bahwa Yesus bukan Allah. Melalui kehidupan kita, kita menerima pertumbuhan akan pengenalan Allah, belajar dari pencobaan yang merupakan pengalaman hidup. Dalam hal ini, Yesus adalah teladan yang baik. Dia tidak memiliki pengenalan akan Allah yang lebih dari yang kita miliki”dari masa kanak-kanak “Yesus masuk dalam hikmat yang dewasa (kedewasaan rohani, Ef 4:13), dan semakin dikasihi Allah dan manusia” (Luk 2:52).

“Anak itu bertambah besar dan membangun (menjadi) kekuatan rohani” (Luk 2:40). Dua ayat ini menggambarkan fisik Kristus yang bertumbuh seiring dengan kerohanianNya; proses kedewasaan yang normal secara rohani. Dia menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada ahli-ahli taurat pada usia 12 tahun, keinginan belajar; dan seringkali Ia berbicara akan apa yang Ia pelajari dan diajarkan oleh BapaNya. Taat pada kehendak Allah adalah sesuatu yang harus kita pelajari pada masa hidup ini.

Kristus juga melalui proses ini untuk belajar taat kepada BapaNya, sebagaimana seharusnya seorang anak. “berpikir Dia adalah Anak, belajar ketaatanNya (taat kepada Allah) dengan hal-hal yang mana Ia derita; dan menjadi sempurna (kedewasaan rohani), Dia memunculkan keselamatan yang kekal” sebagi hasil dari penggenapan pertumbuhan rohaniNya (Ibr 5:8,9). Flp 2:7,8 mencatat akan proses yang sama akan kedewasaan rohani dalam Yesus, mengenai kematianNya di kayu salib. Dia “telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil bentuk (rupa) seorang hamba..

Dia merendahkan diriNya dan menjadi taat sampai... mati di kayu salib”. Bahasa yang digunakan di sini mengilustrasikan bagaimana Yesus dewasa dalam rohani, merendahkan diriNya secara penuh, sehingga akhirnya Dia “menjadi taat” kepada kehendak Allah, bahwa Ia harus mati di kayu salib. Demikian Dia adalah “menjadi sempurna” dengan jalan Dia menerima penderitaanNya. Adalah bukti dari hal ini bahwa Yesus harus membuat tindakan, pribadi untuk menjadi benar; dengan tidak bermaksud bahwa Ia secara otomatis dibentuk oleh Allah, yang mana akan menghasilkan di dalamNya. Yesus sungguh mengasihi kita dan memberikan hidupNya di kayu salib denngan maksud ini. penekanan yang terus-menerus akan kasih Yesus kepada kita akan tak terlihat jika Allah memaksakan Dia untuk mati di kayu salib (Ef 5:5,25; Why 1:5; Gal 2:20).

Karena Yesus melakukan pilihan ini, memungkinkan kita untuk menerapkan kasihNya, dan membentuk sebuah hubungan pribadi bersamaNya. Semua karena keinginan Kristus untuk memberikan hidupNya dengan sukarela bahwa Allah sangat berkenan kepadaNya: “demikian Bapa mengasihi Aku, karena Aku memberikan hidupKu... tidak ada seorangpun mengambil daripadaKu, tetapi Aku memberikan diriKu sendiri” (Yoh 10:17,18). Allah sangat berkehendak dengan kehendak ketaatan Kristus .Catatan akan kegembiraan Bapa terhadap ketaatan Anak, merupakan bukti yang cukup bahwa Kristus memiliki kemungkinan akan ketidak-taatan, tetapi memilih untuk taat. Kebutuhan Kristus akan keselamatan Karena kemanusiaanNya, Yesus adalah fana seperti kita. Dalam pandangan hal ini, Yesus perlu diselamatkan dari kematian oleh Allah. Mengenali ini, Yesus “mempersembahkan doa dan permohonan dengan seruan dan tangisan yang kuat kepada Dia (Allah) yang sanggup menyelamatkan Dia dari kematian, dan mendengarkan jeritanNya” (Ibr 5:7 AV. Mg). Kematian “tidak lagi berkuasa atasNya” (Rm 6:9), menandakan bahwa sebelum ini, dapat berlaku. Banyak pemazmur yang menubuatkan Yesus; di mana ada ayat yang menyebutkan tentang Kristus dalam Perjanjian Baru, sungguh masuk akal untuk berpendapat bahwa ada ayat-ayat lain dalam mazmur mengenai Dia juga. Berikut adalah beberapa peristiwa di mana kebutuhan Kristus akan keselamatan oleh Allah yang ditekankan.

 § Mzm 91:11,12 menyebutkan tentang Yesus dalam Mat 4:6. Mzm 91:16 manubuatkan bagaimana Allah akan memberikan Yesus keselamatan: “dengan hidup yang panjang (artinya hidup kekal) akan Aku puaskan ia, dan menunjukkan ia keselamatanKu”. Mzm 69:21 mengarah pada penyaliban Kristus (Mat 27:34); seluruh mazmur menggambarkan akan Kristus di kayu salib: “selamatkan aku, oh Allah... lukiskan malam ke dalam jiwaku, dan tebuslah... biarkan keselamatanMu oh Allah, mengangkat aku” (ay 1,18,29).

§ Mzm 89 mengutarakan akan janji Allah kepada Daud mengenai Kristus. Mengenai Yesus, Mzm 89:26 menubuatkan: “dia akan berseru kepadaKu (Allah), Kaulah Bapaku, Allahku, gunung batu keselamatanku”.

§ Doa-doa Kristus kepada Allah akan keselamatan yang terdengar; Ia telah didengar karena pribadiNya secara rohani, bukan karena tempatNya dalam ‘tritunggal’ (Ibr 5:7). Bahwasannya Allah membangkitkan Yesus dan memuliakanNya merupakan tema utama Perjanjian Baru.

§ “Allah... membangkitkan Yesus... Dia duduk disebelah kanan Allah menjadi pangeran dan Juruselamat” (Kis 5:30,31).

§ “Allah... memuliakan AnakNya Yesus... yang Allah bangkitkan dari kematian (Kis 3:13,15).

§ “Yesus ini yang telah Allah bangkitkan” (Kis 2:24,32,33).