Satu penyebaran terbesar yang berkelanjutan antara kristen masa kini dengan praktisi hukum zaman Musa terlihat dalam sebua ide bahwa kita harus tetap menguduskan hari sabat. Beberapa kelompok meng-klaim bahwa kita harus memelihara hari sabat Yahudi serupa seperti yang didefinisikan dalam hukumnya. Banyak yang lainnya merasakan bahwa orang kristen seharusnya memiliki hari yang dikhususkan setiap minggu yang mana untuk menyembah, yang sering mereka artikan hari minggu. Hal pertama yang meng-klarifikasikan adalah hari sabat merupakan hari terakhir dari setiap minggu, setelah Allah beristirahat setelah enam hari penciptaan (Kel 20:10,11). Sebagaimana minggu adalah hari pertama dari setiap minggu, tidak akan tepat jika kita mengamati hari ini sebagai hari sabat. Hari sabat mengkhususkan “sebuah tanda Aku (Allah) dan mereka (Israel), bahwa mereka boleh tahu bahwa Aku adalah Tuhan yang menguduskan mereka” (Yeh 20:12). Dengan demikian, ini tidak berlaku mengikat pada kaum umum (bukan Yahudi). “Tuhan telah memberikan kepadamu (tidak semua manusia) hari sabat (Kel 16:29); “Kau (Allah) membuat diketahui kepada mereka (Israel) hari sabatMu” (Neh 9:14).
Yesus pernah sekali berkomentar pada masalah teologia: seorang bayi laki-laki harus disunat pada hari kedelapan hidupnya. Jika bertepatan pada hari sabat, maka pekerjaan harus dilakukan. Jadi hukum mana yang seharusnya dijaga, sunat atau hari sabat? Yesus menjawab bahwa sunat harus dihargai, karena datang dari Abraham, yang mana hukum hari sabat datang kemudian, dari Musa: “Musa memberikan kamu penyunatan [bukan karena ini dari Musa, tetapi dari nenek moyang – artinya Abraham]...”. juka hukum sunat mengambil tempat melebihi hari sabat, bagaimana ini menjadi pendapat oleh beberapa orang bahwa hukum sabat mengikat dan hukum sunat tidak? Sunat telah diambil dari perjanjian dengan Abraham, di mana sabat diambil dari hukum Musa (Kel 31:17), dan Yesus menghakimi bahwa janji dengan Abraham adalah lebih penting. Hal yang sama diutarakan oleh Paulus, ketika alasannya bahwa perjanjian yang baru diberikan kepada Abraham [yang mana tidak melibatkan perintah akan hari sabat] adalah sesuatu yang tidak dapat dimasukan atau tidak dapat dibatalkan. Dia bertanya , untuk itu, mengapa hal itu bahwa “hukum... telah diadakan” (Gal 3:15,19)? Dia menjawab bahwa hukum telah dimasukan, penerapan sementara, melihat bahwa perjanjian yang baru tidak dapat sungguh-sungguh dimasukan, dengan maksud untuk mengajar manusia akan dosa dan menuntun mereka untuk memahami Kristus, janji dari benih Abraham. Yang sekarang Kristus telah datang, kita tidak lagi dibawah hukum.
Dengan demikian melalui kematian Kristus di kayu salib, hukum Musa telah dilakukan menjauh, jadi tidak diperlukan lagi sekarang untuk menjalani hari sabat, atau sesungguhnya, segala festival, contohnya hari kematian Kristus (Kol 2:14-17). Kristen mula-mula yang kembali untuk memelihara hukum zaman Musa, contohnya hari sabat, telah digambarkan Paulus sebagai pengembalian “untuk yang lemah dan prinsip yang salah (NIV), yang menginginkan kamu untuk diperbudak kembali. Perhatikanlah hari-hari (contohnya sabat), dan bulan, dan waktu, dan tahun (festival Yahudi). Aku mengkhawatirkan (akan) kamu, kalau upayaku ke kamu sia-sia” (Gal 4:9-11). Inilah keseriusan untuk memelihara sabat sebagai arti dari keselamatan. Jelas sekali bahwa menjalankan sabat tidak berhubungan dengan keselamatan: “oleh satu orang telah ditetapkan satu hari atas yang lainnya (dalam keserasian rohani): yang lain ditetapkan sebagaimana setiap hari. Hendaklah setiap orang yakin akan pikirannya. Siapa yang berpegang pada suatu hari, ia melakukannya untuk Tuhan; dan yang tidak berpegang hari itu, ia juga tidak melakukannya untuk Tuhan” (Rm 14:5,6).
Karena ini, sulit memahami bahwa kita tidak membaca orang percaya mula-mula memelihara hari sabat. Sesungguhnya, ini tercatat bahwa mereka bertemu pada “hari pertama pada satu minggu”, artinya minggu: “pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecahkan roti...” (Kis 20:7). Bahwa ini adalah penjabaran praktis yang diindikasikan oleh Paulus menasihati orang-orang percaya di Korintus untuk berkumpul “pada hari pertama sebuah minggu” (1 Kor 16:2), artinya pertemuan rutinitas pada hari itu. Semua orang-orang percaya digambarkan sebagai imamat (1 Ptr 2:9) – yang meneladani pemeliharaan hari sabat (Mat 12:5).
Jika kita memelihara hari sabat, kita harus melakukan persiapan; kita akan terlihat dahulu bahwa adalah fakta untuk secara sebagian menjaga hukum zaman Musa, karena ini akan menghasilkan hukum bagi kita (Gal 3:10; Yak 2:10). Keselamatan melalui hukum Kristus melebihi Musa. Israel tidak diijinkan untuk bekerja pada hari sabat: “barang siapa melakukan pekerjaan harus dijatuhi kematian”. Mereka juga memerintahkan: “janganlah kamu menyalakan api sebagaimana biasanya pada hari sabat”, dan oleh sebab itu mereka harus mempersiapkan makanan lebih dahulu pada hari itu, dengan maksud yang menyalakan api akan dihukum mati karena melakukannya (Bil 15:32-36).
Denominasi yang mengajar bahwa pemeliharaan sabat adalah mengikat para anggotanya seharusnya dengan demikian menghukum para anggotanya dengan kematian tatkala mereka melanggar sabat. Seharusnya tidak boleh memasak makanan atau penggunaan api dalam segala bentuk – contohnya mengendarai motor, menggunakan sistem itu, dll. Yahudi ortodok menempatkan contoh dari sikap yang diterima pada hari sabat: mereka memaksudkan di dalam ruangan sepanjang hari diterima untuk alasan keagamaan, dan secara pribadi tidak terlibat dalam memasak, transportasi, dll. Banyak dari ‘kristen’ demikian menyatakan pemeliharaan hari sabat sejauh dapat dilakukan akan hal ini. sering diperdebatkan bahwa adalah salah satu dari sepuluh perintah yang diberikan kepada Musa, dan bahwa, sementara pemberhentian dari hukum Musa telah berlalu, penjagaan untuk pemeliharaan terhadap sepuluh perintah. Hari ketujuh membuat perbedaan antara ‘hukum moral’ dari sepuluh perintah, “hukum Allah”, yang disebut ‘hukum ritual’, yang “hukum Musa”, sementara mereka percaya telah digenapi oleh Kristus. Perbedaan ini tidak diajarkan dalam Alkitab. Alkitab menggunakan kata “hukum Musa” dan “hukum Allah” menggantikannya (Bil 31:21; Yos 23:6; 2 Taw 31:3). Kita telah dipertunjukkan lebih dahulu bahwa Perjanjian Lama mengarah pada hukum Musa, yang mana digantikan di atas kayu salib dengan Perjanjian Baru.- Allah “mengumumkan kepadamu (Israel) perjanjianNya, yang dia perintahkan kepadamu (israel) untuk ditampilkan, bahkan kesepuluh perintah; dan Dia menuliskan pada dua loh batu” (Ul 4:13). Dan lagi seharusnya tercatat bahwa perjanjian ini, didasari atas sepuluh perintah, yang menjadi perantaraan Allah dan israel, bukan kaum lain pada masa kini.
Yesus ke gunung Horeb untuk menerima loh batu yang mana Allah menuliskan sepuluh perintah. Kemudian Musa berkomentar mengenai ini, “Tuhan Allah kita membuat perjanjian dengan kitadi Horeb” (Ul 5:2), melalui kesepuluh perintah.
Pada masa kini, Allah “menuliskan ke atas loh firman dari perjanjian, kesepuluh perintah” (Kel 34:28). Inilah perjanjian yang sama yang terlibat secara rinci disebut ‘hukum ritual’ (Kel 34:27). Jika kita berpendapat bahwa menjaga perjanjian yang trerdapat pada kesepuluh perintah adalah perlu, kita harus juga menjalankan setiap detil dari hukum yang dimasukan, melihat bahwa ini merupakan semua bagian dari perjanjian yang sama. Inilah bukti ketidak-mungkinan melakukan hal ini.
Tidaklah sesuatu dalam barang arkeologi dari dua loha batu yang diamankan, yang Musa letakan di Horab... peninggalan, yang di dalamnya terdapat perjanjian dari Tuhan” (1 Raj 8:9,21). Mengenai loh itu, yang mana kesepuluh perintah , adalah perjanjian.
Ibr 9:4 berbicara akan “tabut perjanjian”. Kesepuluh perintah ditulis pada loh batu, yang sesuai dengan “perjanjian (lama)”.
Paulus mengarah pada perjanjian ini sebagai “tertulis dan tertanam dalam batu”, artinya di atas loh batu. Dia menyebut ini “pelayanan kepada kematian... pelayanan akan penghukuman... yang telah digenapi” (2 Kor 3:7-11). Perjanjian disatukan dengan sepuluh perintah dapat diyakinkan tidak memberi pengharapan akan keselamatan.
Kristus menghapus “tulisan tangan yang diberlakukan menentang kita” (Kol 2:14) di kayu salib. Ini mengikuti kepada tulisan tangan Allah akan kesepuluh perintah pada loh batu. Seperti halnya Paulus berbicara akan “hukum... menjadi mati.... dari surat yang lama’ (Rm 7:6), dimungkinkan mengarah pada surat sepuluh perintah yang mana ditulis pada loh batu.
Hanya satu dari sepuluh perintah yang ditetapkan “hukum” dalam Roma 7:8: “hukum... berkata, janganlah kamu mengingini”. Didahului ayat dalam Roma 7:1-7 menekankan bagaimana “hukum” telah digenapi oleh kematian Kristus; “hukum” yang di dalamnya adalah kesepuluh perintah.
Semua ini membuat jelas bahwa perjanjian yang lama dan “hukum” termasuk sepuluh perintah. Sebagaimana hal itu digenapi oleh perjanjian yang baru, kesepuluh perintah oleh karenanya dihapus. Bagaimanapun, sembilan dari sepuluh perintah telah dijalankan, setidaknya di dalam roh, dalam Perjanjian Baru. Nomer 3,5,6,7,8 dan 9 dapat ditemukan hanya dalam 1 Tim 1, dan nomer 1,2 dan 10 dalam 1 Kor 5. tetapi tidak pernah dari perintah keempat tentang hari sabat diulangi dalam Perjanjian Baru sebagaimana harus diterapkan bagi kita.
Berikut ini daftar dari bagian dokumen mengenai bagaimana kesembilan lainnya diberlakukan kembali dalam Perjanjian Baru.
Ke-1 Ef 4:6; 1 Yoh 5:21; Mat 4:10
Ke-2 1 Kor 10:14; Rm 1:25
Ke-3 Yak 5:12; Mat 5:34,35
Ke-5 Ef 6:1,2; Kol 3:20
Ke-6 1 Yoh 3:15; Mat 5:21,22
Ke-7 Ibr 13:4; Mat 5:27,28
Ke-8 Rm 2:21; Ef 4:28
Ke-9 Kol 3:9; Ef 4:25; 2 Tim 3:3
Ke-10 Ef 5:3; Kol 3:5
Tuhan Yesus mengundang kepada siapa saja yang mengikuti Dia untuk menerima “kelegaan” yang Dia berikan (Mat 11:28). Dia menggunakan kata bahasa Yunani yang digunakan dalam septuaginta, bahasa Yunani yang menterjemahkan Perjanjian Lama, untuk perhentian sabat. Yesus memberikan hidup akan sabat. Peristirahatan dari mepercayai pekerjaan kita (Ibr 4:3,10). Dengan demikian, kita tidak seharusnya memelihara hari sabat satu hari setiap minggu, tetapi lebih hidup dalam seluruh hidup kita dalam roh akan hari sabat.