Selasa, 30 November 2010

Hidup Yesus sebagai teladan kita

“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung diantara banyak saudara.” (Roma 8:29)

Dalam ayat bacaan di atas terdapat kata-kata: “sulung di antara banyak saudara. “Maksudnya yaitu: adanya suatu hal yang patut diteladani. Lalu, apakah yang perlu kita teladani pada pribadi Yesus dalam posisi sebagai manusia?. Sebenarnya banyak hal yang perlu diteladani, tetapi kali ini kita belajar beberapa hal yang harus kita teladani. Untuk itu, kita harus mengerti apa yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus selama berada di dalam dunia ini. Walaupun Dia adalah Allah yang menjadi manusia 100%, tetapi kuasa ilahi tetap ada dalam diriNya. Memang, selama di dalam dunia ini, Tuhan Yesus menempatkan diriNya menjadi manusia biasa, namun Dia memiliki sifat kepemimpinan yang luar biasa. Dia tidak sekedar memberikan/mengajar sebuah teori saja, melainkan Dia memberikan teladan yang sempurna sampai pada kematianNya dan kebangkitanNya; dan itu merupakan kemenangan serta kesuksesan hidupNya. Dari beberapa hal yang perlu kita teladani pada pribadi Tuhan Yesus, di antaranya:

Pertama, Penguasaan diri
Ketika Yesus hendak melakukan pelayananNya, terlebih dahulu Ia mempersiapkan diriNya dengan cara masuk ke padang gurun selama 40 hari 40 malam. Dan selama 40 hari di padang gurun, Yesus masuk dalam proses pembentukan dalam hal penguasaan diri (Matius 4:1-11). Sehingga Ia sanggup mengalahkan pencobaan yang akan Dia hadapi.

Pencobaan pertama, Yesus belajar mengenai penguasaan diri, khususnya dalam hal “nafkah/makanan.” Memang dalam posisi keilahianNya tidak ada sesuatu yang sulit untuk mengubah batu menjadi roti, tetapi pada waktu itu Yesus memposisikan dirinya sebagai manusia, dan Dia tidak mau melakukannya. Maka Dia berkata: “Manusia bukan hidup dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

Pencobaan kedua, Yesus disuruh menjatuhkan diri dari bubungan bait Allah. Tetapi dalam posisi manusia, Dia berkata: “Jangan mencobai Tuhan Allahmu.”

Pencobaan ketiga, Yesus diperlihatkan dengan gemerlapnya dunia, dan semuanya akan diberikan kepada Yesus asalkan Yesus mau menyembah kepada iblis sekali saja. Tetapi Yesus belajar menguasai diriNya untuk tidak terjerat dalam hal keserakahan; maka Dia berkata: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”

Berapa banyak orang Kristen yang jatuh dalam berbagai macam pencobaan, dan menyerahkan hidupnya dalam kekuasaan iblis. Dan semua itu dilakukan semata-mata untuk mendapatkan nafkah, kekuasaan maupun kekayaan. Mereka tidak menyadari bahwa akhir dari semuanya itu adalah kebinasaan. Sebab orang yang tidak bisa menguasai diri ibarat membuat lobang/celah bagi iblis untuk masuk dan merusak kehidupannya. Oleh karena
itu, marilah kita mempersiapkan diri untuk masuk dalam proses penguasaan diri, supaya apa yang diteladankan Yesus kepada kita tidak sia-sia tetapi menghasilkan buah ilahi. Tetapi perlu kita ingat pula, bahwa ketika kita masuk dalam proses itu kita tidak dapat lepas dari kekuatan Roh Kudus. Maka dari itu jangan sekali-kali kita mendukakan Roh Kudus, tetapi kita senantiasa menghormati, dan memberi keleluasaan untuk berkuasa dalam kehidupan kita.

Setelah Yesus mengusir iblis, maka iblis meninggalkan Dia dan malaikat Allah datang melayani Dia (Matius 4:11). Artinya, kita akan dicukupkan dengan segala kebaikan Allah dan kita dilayani oleh malaikat-malaikat Allah.

Kedua, Mempertahankan identitas Diri-Nya
Keluaran 3:14 berkata, “Firman Allah kepada Musa: “Aku adalah Aku.” Lagi firman-Nya: “Beginilah kau katakan kepada orang Israel itu: Akulah Aku telah mengutus aku kepadamu.” Dalam bahasa Inggris dikatakan “The Real Man” atau “manusia seutuhnya.” Sebagai manusia seutuhnya tentunya tidak ada hal-hal dari luar yang mencemari. Misalnya: apabila seseorang sudah dikuasai oleh hawa nafsu dan dikuasai iblis, maka manusia tersebut tidak lagi menjadi manusia yang utuh karena adanya intervensi (ikut campur) dari pihak luar yang membawa pada penyimpangan dari ketetapan Allah. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menyadari bahwa kita adalah anak-anak Allah (the real man) karena iman di dalam Yesus Kristus (Galatia 3:26). Salah satu contoh tokoh Alkitab yang sanggup mempertahankan identitas dirinya dan tidak mau dicemari oleh pihak-pihak luar adalah Musa. Musa sungguh-sungguh bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Dia tidak mau melangkah/ mengambil keputusan jikalau bukan Tuhan yang menyuruhnya. Maka dari itu, Musa diberi kepercayaan untuk membawa umat Tuhan dalam jumlah yang besar (+ 3.600.000 orang) untuk ke luar dari tanah perbudakan. Bahkan Musa disebut sebagai seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi (Bilangan 12:3).

Ketiga, Membangun Hubungan antara Pribadi Dengan Pribadi
Tatkala kita memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan, maka Tuhan akan memberikan pewahyuan dalam diri kita. Sehingga hidup kita benar-benar berada dalam rancangan Allah yang mulia. Lalu, sejauh mana hubungan kita dengan Allah, selain adanya hubungan yang erat? Kita harus memiliki hubungan dengan Allah yang dimuati dengan kasih karena itu merupakan hukum yang terutama, seperti yang Tuhan Yesus katakan: “….Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama (Matius 22:36-38). Kekuatan hubungan ini dimulai dari hubungan antar sesama. Misalnya hubungan suami- isteri. Apabila hubungan suami-isteri ini tidak benar, maka tidak mungkin di
antara mereka dapat membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan, sebab terhadap yang kelihatan saja mereka tidak sanggup melakukannya, apalagi yang tidak kelihatan. Dan jikalau ada seseorang berkata: “aku mengasihi Allah”, tetapi tidak bisa mengasihi sesamanya (suami/isteri), maka orang tersebut telah mendustai dirinya sendiri. Untuk itu perlu kita ketahui bahwa ketika kita tidak sanggup/mampu membangun hubungan yang benar dengan sesama maka sebenarnya kita sedang membuat celah bagi iblis untuk masuk.

Oleh sebab itu, melalui beberapa uraian di atas, biarlah kita semakin sungguh-sungguh dalam meneladani pribadi Yesus, supaya kita tetap layak disebut sebagai anak-anak Allah dan Yesus menjadi yang sulung di antara banyak saudara.

Yesus Kristus adalah Guru yang mendidik, mengajar dan melatih kita melalui teladan hidupNya sendiri, agar kita menjadi orang percaya yang dapat bertumbuh menjadi dewasa secara rohani, sempurna di dalam Tuhan dan dapat melakukan segala kehendak Tuhan sehingga Tuhan dipermuliakan (Yohanes 13:12-20).