Allah tidak merencanakan sesuatu tanpa dipikir lebih dahulu, dan tidak menambahkan beberapa hal dalam rencananya, selama pelaksanaannya sejak sejarah umat manusia dimulai. Allah mempunyai rencana yang sempurna sejak awal penciptaan (Yoh. 1:1). Oleh karena itu rencananya untuk memperanakkan seorang manusia, sudah Ia rencanakan sejak awal. Seluruh isi Perjanjian Lama menjelaskan rencana keselamatan Allah, melalui Kristus, dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
Alkitab telah seringkali menunjukkan, bahwa janji-janji yang dijelaskan di Perjanjian Lama, Hukum Taurat, dan nubuat nabi-nabi, secara berkesinambungan menyatakan rencana keselamatan Allah melalui Kristus. Hal itu terdapat pada catatan pengetahuan tentang Allah, bahwa ia akan memiliki seorang anak, yang melaluinya alam semesta diciptakan (Ibr. 1:1,2). Dan terdapat pada catatan tentang Kristus, bahwa Allah menghendaki sejarah manusia berlangsung hingga berabad-abad (Ibr. 1:2). Karena itu, Wahyu Allah kepada manusia selama bertahun-tahun, penuh dengan referensi-referensi tentang Kristus, seperti yang terdapat di dalam Perjanjian Baru.
Supremasi Kristus dan kebesarannya, dan ajaran dasarnya tentang Allah, sangat sulit untuk dipahami sepenuhnya oleh kita. Karena itu, adalah benar untuk mengatakan bahwa sejak awal Kristus sudah ada di dalam pikiran dan rencana Allah, walaupun dia baru hidup setelah dilahirkan oleh Maria. Ibrani 1:4-7,13,14, menegaskan, bahwa Kristus bukanlah seorang malaikat; ketika ia hidup, ia lebih rendah daripada malaikat-malaikat (Ibr. 2:7), tetapi kemuliannya jauh lebih besar dari mereka, karena dia adalah “AnakNya yang tunggal” (Yoh. 3:16). Sejak permulaan telah ditunjukkan bahwa bentuk kehidupan yang diajarkan oleh tulisan-tulisan kudus adalah bentuk kehidupan jasmani, karena itu Kristus tidak hidup dalam bentuknya sebagai “roh” sebelum ia dilahirkan. I Petrus 1:20 meringkaskan posisi Kristus, “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu, baru menyatakan dirinya pada zaman akhir.”
Yesus adalah titik pusat dari Injil, “Injil itu telah dijanjilkanNya (Allah) sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabiNya dalam kitab-kitab suci, tentang AnakNya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitannya dari antara orang mati, bahwa ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita” (Rm. 1:1-4).
Berikut ini adalah ringkasan sejarah Kristus;
Dijanjikan di Perjanjian Lama, yaitu di dalam rencana Allah.
Diciptakan sebagai seorang manusia melalui kelahirannya dari seorang perawan keturunan Daud.
Karakternya yang sempurna (roh kekudusan) ditunjukkan sewaktu ia hidup dalam keadaan yang tidak abadi.
Ia dibangkitkan dan dinyatakan sekali lagi dihadapan umum bahwa ia adalah Anak Allah, oleh murid-muridnya yang dikaruniai roh.
Pengetahuan Allah yang sempurna
Dalam memahami bagaimana Kristus sepenuhnya berada di dalam pikiran Allah sejak permulaan, walaupun ia belum ada. Jika kita bisa memahami hubungan antara hal ini dengan fakta bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi di waktu yang akan datang; maka kita akan mengetahui, bahwa Ia memiliki pengetahuan yang sempurna.
Karena itulah maka Allah dapat berbicara dan berpikir tentang hal-hal yang belum ada, seakan-akan mereka sudah ada. Inilah keseluruhan dari pengetahuannya tentang masa depan. Allah “menjadikan dengan firmanNya apa yang tidak ada menjadi ada” (Rm. 4:17). Karena itu Ia dapat mengatakan, bahwa Ia “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan” (Yes. 46:10). Karena itu Allah dapat berbicara kepada orang mati seakan-seakan mereka masih hidup, dan berbicara kepada orang-orang yang belum ada, seakan-akan mereka sudah ada sebelum dilahirkan.
“Nasihat” atau firman Allah, telah menubuatkan Kristus sejak permulaan. Ia selalu berada di dalam tujuan atau “kehendak” Allah. pastilah pada suatu waktu Kristus akan dilahirkan, untuk menggenapi pernyataan Allah. Oleh karena itu, bukti dari pengetahuan Allah yang sempurna merefleksikan kepastian dari firmanNya. Di dalam Alkitab, ada penggunaan bahasa Ibrani dalam bentuk lampau untuk menjelaskan hal-hal yang akan datang yang dijanjikan Allah. Karena itu Daud berkata, ”Disinilah rumah Tuhan, Allah kita” (I Taw. 22:1). Walaupun hanya Allah yang berhak menjanjikan hal itu, tetapi itulah yang diyakini Daud, yang ia ucapkan dalam bentuk kalimat untuk menyatakan hal yang berlangsung pada saat sekarang, untuk menjelaskan hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Di dalam Tulisan-tulisan kudus banyak contoh tentang pengetahuan Allah yang sempurna. Seperti tentang janji-janji kepada Abraham yang pasti akan digenapi Allah; Ia berkata kepada Abraham, ”Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini...” (Kej. 15:18), yang diucapkan pada waktu Abraham belum mempunyai keturunan. Dalam kurun waktu sebelum (Ishak/ Kristus lahir), Allah menjanjikan kepadanya, ”engkau telah Kutetapkan menjadi Bapa sejumlah besar bangsa” (Kej. 17:5). Dengan demikian Allah menyebut hal-hal yang belum ada ini, seakan-akan hal-hal itu sudah ada.
Oleh karena itu, Kristus selama pelayanannya berbicara tentang bagaimana Allah ”telah menyerahkan segala sesuatu kepadanya” (Yoh. 3:35) meskipun hal tersebut belum terjadi. ”Segala sesuatu telah Engkau lakukan di bawah kakinya (Kristus)... Tetapi sekarang ini belum kita lihat, bahwa segala sesuat telah ditaklukkan kepadanya” (Ibr. 2:8).
Allah berbicara tentang rencana keselamatan Nya melalui Kristus ”seperti yang telah difirmankanNya sejak purbakala oleh nubuat nabi-nabiNya yang kudus” (Luk. 1:70). Karena mereka berkaitan erat dengan rencana Allah, orang-orang ini dibicarakan seakan-akan mereka sudah ada sejak permulaan, walaupun sebenarnya tidak demikian. Sebaliknya, kita dapat menyimpulkan bahwa nabi-nabi sudah ada di dalam rencana Allah sejak permulaan. Contoh yang jelas adalah Yeremia, Allah berkata kepadanya, ”Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi” (Yer. 1:5) . Allah mengetahui segala hal tentang Yeremia, bahkan sebelum ia diciptakan. Dengan cara seperti ini, Allah berbicara tentang raja Persia, Kores, sebelum ia dilahirkan dengan menggunakan bahasa yang menunjukkan seakan-akan ia sudah ada (Yes. 45:1-5). Di dalam Ibrani 7:9,10 terdapat contoh lain tentang penggunaa kalimat yang menjelaskan tentang orang yang belum dilahirkan, seakan-akan ia sudah hidup pada waktu dibicarakan.
Dengan cara yang sama, Yeremia dan nabi-nabi lainnya dikatakan sudah ada sebelum mereka diciptakan, sehubungan dengan posisi mereka dalam rencana Allah. Begitu juga dengan kita, orang-orang percaya yang benar, yang dibicarakan seakan-akan sudah ada pada saat itu; faktanya kita belum hidup pada saat itu, melainkan hanya di dalam pikiran Allah saja. Allah ”yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus...berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman” (II Tim. 1:9). ”Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan...telah menentukan kita...sesuai dengan kerelaan kehendakNya” (Ef. 1:4,5). Seluruh gagasan tentang keberadaan makhluk hidup telah diketahui oleh Allah sejak permulaan, dan ditandai (ditentukan) untuk diselamatkan, yang menunjukkan bahwa mereka sudah ada di dalam pikiran Allah sejak permulaan (Rm. 8:27; 9:23).
Dengan kejelasan dari semua hal ini, tidak mengherankan jika Kristus sebagai kunci dari rencana Allah, dijelaskan seakan-akan sudah ada sejak permulaan bersama Allah melaksanakan rencananya, yang sebenarnya tidak demikian. Seperti waktu menjelaskan tentang dia, yang adalah ”anak domba Allah yang telah disembelih” (Why. 13:8), tetapi Yesus tidak disembelih secara harfiah, ia adalah ”anak domba Allah” yang dikorbankan di kayu salib, 4000 tahun kemudian setelah penciptaan (Yoh. 1:29; I Kor. 5:7). Dengan cara demikianlah Yesus dipilih sejak permulaan (I Ptr.1:20), begitu juga dengan orang-orang percaya (Ef.1:4, kata Yunani yang sama dengan untuk kata ”dipilih” digunakan di dalam ayat-ayat ini). Kesulitan kita untuk memahami semua hal ini adalah, karena kita tidak dapat membayangkan dengan mudah bagaimana Allah bekerja diluar konsep kita tentang waktu. ”Iman” adalah kesanggupan untuk memandang berbagai hal dari sudut pandang Allah tanpa dibatasi oleh waktu.