Dalam masa berbeda sewaktu Dia berurusan dengan manusia, Allah telah menggunakan kekuatannya (Roh Kudus) untuk diutus kepada manusia. Dan selalu ada tujuan yang spesifik, sewaktu Roh Kudus diutus. Bukan seperti “cek kosong” yang dapat diisi semaunya untuk mengabulkan apa saja yang diminta oleh manusia. Dan jika tujuannya telah tercapai, maka karunia Roh Kudus akan berakhir. Kita harus ingat bahwa Roh Allah bertindak selaras dengan tujuanNya. Di dalam tujuanNya Dia selalu mengijinkan akan adanya penderitaan di dalam kehidupan manusia dalam jangka pendek dengan tujuan untuk membimbing mereka kepada tujuan jangka panjangNya.
Jadi, adalah suatu yang diharapkan bahwa Roh KudusNya tidak digunakan untuk mengurangi penderitaan manusia dalam hidup ini, yang adalah bukan suatu hal yang penting. Bantuan memang disediakan, tapi bantuan itu digunakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu, menyatakan maksud tujuan Allah kepada kita.
Kontras dengan apa yang secara populer dipahami oleh orang-orang Kristen pada saat ini tentang Roh Kudus. Kesan yang diberikan adalah percaya kepada Kristus akan mendatangkan keuntungan secara nyata, misalnya disembuhkan dari sakit, karena Roh Kudus pasti akan menyembuhkannya. Hal inilah yang menyebabkan tejadinya perselisihan yang mengakibatkan perpecahan di banyak negara, contohnya seperti di Uganda, terjadi perpecahan yang disebabkan oleh orang-orang yang mengklaim bahwa mereka memiliki karunia Roh Kudus untuk menyembuhkan, yang berdasarkan sejarah klaim seperti itu telah sering kali terjadi bertepatan dengan masa dimana manusia sangat menginginkan hal itu terjadi. Kejadian seperti ini sangat disangsikan karena, jika seseorang mencari pengalaman yang melebihi apa yang terjadi pada zaman manusia yang bobrok ini, adalah suatu yang mudah untuk mengklaim telah mendapatkan sesuatu yang telah memenuhi syarat.
Banyak “orang Kristen” pada saat ini yang mengklaim bahwa mereka memiliki karunia Roh Kudus. Tetapi ketika ditanya apakah sebenarnya yang menjadi tujuan mereka, jawaban mereka tidak jelas. Selalu ada tujuan yang jelas dan spesifik, jika Allah mengutus RohNya, tujuan yang dapat didefinisikan. Karena itu mereka yang mengaku menerima karunia Roh Kudus, harus mengetahui dengan tepat apa tujuan mereka dalam menggunakan karunia tersebut. Bukan hanya menyebutkan sebagian kecil dari sukses yang mereka capai dalam menggunakan karunia tersebut. Karena karunia tersebut diberikan Allah kepada manusia untuk suatu tujuan spesifik yang berdasarkan kehendakNya, dan yang digunakan hanya sementara waktu. (bandingkan Yesaya 40:13).
- Dalam permulaan sejarah bangsa Israel, mereka diperintahkan untuk merentangkan tenda (tabernakel), yang didalamnya terdapat altar dan peralatan kudus lainnya dipelihara, instruksi lebih detail diberikan sehubungan dengan cara membuat barang-barang tersebut, yang mana diperlukan dalam beribadah kepada Allah. Untuk membantu menyelesaikannya, Allah membimbing mereka melalui Roh. Mereka “telah dipenuhi dengan Roh keahlian, mereka membuat pakaian Harun…” dst. (Kel. 28:3)
- Salah satu dari orang-orang ini, Bezaleel, “telah dipenuhi dengan Roh Allah, dengan keahlian, dan pengertian dan pengetahuan dalam segala macam pekerjaan untuk…dikerjakan dari emas,…untuk mengasah batu…dalam segala macam pekerjaan” (Kel. 31:3-5). Di dalam Bilangan 11:14-17 mencatat bahwa sebagian roh/tenaga yang telah diberikan kepada Musa, diberikan juga kepada para tua-tua Israel, dengan tujuan memudahkan mereka dalam mengatasi keluhan-keluhan bangsa Israel, sehingga Musa tidak lagi merasa tertekan. Sebelum kematian Musa, roh yang diberikan kepadanya beralih kepada Yosua, sehingga dia layak untuk memimpin bangsa Israel (Ul. 34:9).
- Pada saat bangsa Israel memasuki tanah perjanjian hingga mereka dipimpin oleh seorang Raja yang pertama (Saul), mereka dipimpin oleh orang-orang yang disebut Hakim-hakim. Selama periode ini mereka sering kali ditindas oleh musuh-musuh mereka. Di dalam buku Hakim-hakim dicatat bahwa Roh Allah turun kepada beberapa dari antara Hakim-hakim tersebut, dengan tujuan menyelamatkan bangsa Israel dengan cara yang menakjubkan dari serbuan musuh mereka. Otniel (Hak. 3:10), Gideon (Hak. 6:34), dan Yefta (Hak. 11:29) merupakan contoh tentang hal ini.
- Hakim yang lain, Samson, diberikan roh dengan tujuan untuk membunuh singa (Hak. 14:5,6), untuk membunuh 30 orang (Hak. 14:19), dan untuk memutuskan tali yang mengikatnya (Hak. 15:14). Karunia “Roh Kudus” seperti itu tidak ditunjukkan Samson terus menerus, tapi selalu ada tujuan yang jelas, setelah itu berakhir.
- Jika ada suatu firman Allah yang penting untuk disampaikan kepada umatNya, Roh akan menginspirasikan seseorang untuk memberitahukan hal tersebut. Ketika selesai dilaksanakan maka karunia roh tersebut akan berakhir. Dan orang itu kembali ke keadaannya yang semula. Ada banyak contoh tentang hal ini, salah satunya adalah;
“Lalu Roh Allah menguasai Zakharia…dan berkata kepada mereka;”Beginilah firman Allah: Mengapa kamu melanggar perintah-perintah Tuhan,…?” (2 Taw. 24:20)
Untuk contoh lainnya, bisa dilihat di 2 Tawarikh 15:1,2 dan Lukas 4:18,19
Ini menjadi suatu bukti bahwa dalam menerima karunia berupa Roh Kudus, bukan merupakan:
- Jaminan akan keselamatan
- Sesuatu yang akan menanggung segala hal dalam kehidupan
- Mendapatkan sesuatu kekuatan mistik
- Sesuatu yang menjadikan orang bersukacita
Harus diakui bahwa banyak alasan yang tidak jelas mengenai karunia roh kudus yang ditunjukkan oleh orang-orang yang mengklaim telah menerima “roh kudus”, dan di dalam suatu ruang kebaktian, seorang pendeta membayangkan dengan cara yang memikat bahwa ia “menerima roh kudus” didahului dengan pengakuan “iman kepada Yesus.” Harus ditanyakan dengan jelas, karunia tersebut digunakan untuk apa? Sungguh tidak bisa dipahami, mengapa mereka tidak mengetahui dengan tepat bagaimana karunia yang mereka terima itu digunakan? Samson dikaruniai roh untuk membunuh singa (Hak. 14:5,6); dan pada waktu ia melawan seekor binatang buas, dia tahu betul bagaimana menggunakan roh yang telah diberikan kepadaNya. Tidak ada keragu-raguan pada dirinya. Kejadian nyata ini kontras dengan mereka yang mengklaim telah menerima Roh Kudus. Tapi tidak bisa menunjukkannya melalui tindakan yang spesifik, bahkan mereka tidak tahu karunia seperti apa yang mereka miliki?”
Karena tidak ada alasan lain yang jelas, maka dapat disimpulkan bahwa orang-orang seperti mereka memiliki emosi yang didramatisir sehubungan dengan Kekristenan, dan sebagai akibat dari bentuk pertobatan mereka, yang dijalani menurut pengertian mereka, mereka merasakan sesuatu perasaan yang aneh, yang baru, didalam diri mereka. Untuk membenarkan hal ini mereka mencari dalil dari ayat-ayat Alkitab sehubungan dengan karunia Roh Kudus, dan menyimpulkannya dengan kalimat.”Pasti inilah yang aku alami!” Kemudian pendeta mereka yang ceria menyolek mereka dibawah dagu dan mengatakan,”Orang mati, pujilah Tuhan!” Dan mengutip kisah dari Alkitab sebagai ”bukti” untuk meyakinkan yang lain untuk menerima roh kudus. Kurangnya pengetahuan Alkitab adalah sumber penyebab dari parodi kebohongan ini, dimana orang yang terlibat di dalamnya merasakan suatu ”perubahan” yang dianggapnya benar.
Selagi kita berjuang melawan kelicikan hati kita (Yer. 17:9), kita harus memegang teguh prinsip-prinsip Alkitab. Yang perlu diterapkan selagi kita belajar bagaimana cara Roh Allah bekerja. Kita semua ingin agar kuasa Allah bekerja di dalam kehidupan kita. Tapi, bagaimana dan mengapa Ia melakukannya? Apakah kita benar-benar memiliki karunia roh seperti yang dimiliki orang-orang yang dicatat dalam Alkitab? Jika kita ingin sungguh-sungguh mengenal Allah dan menjalin persahabatan denganNya, kami akan menunjukkan betapa mendesaknya untuk memahami dengan benar pengertian tentang hal-hal ini.
Alasan Karunia Roh Kudus Diberikan Pada Abad Pertama
Untuk mengingat kembali prinsip dasar tentang karunia roh kudus yang telah kita pelajari sebelumnya, sekarang kita akan melihat catatan di Perjanjian Baru mengenai karunia roh yang diberikan kepada gereja yang mula-mula (yaitu komunitas orang-orang percaya yang hidup pada masa setelah Yesus).
Perintah terakhir Kristus kepada murid-muridnya adalah untuk memberitakan Injil sampai keseluruh dunia (Mrk. 16:15,16). Mereka melaksanakannya dengan menjadikan kematian dan kebangkitan Kristus sebagai tema utama dari penginjilan mereka. Tapi ingat, pada waktu itu tidak ada kitab Perjanjian Baru seperti yang kita kenal. Mereka berdiri di tempat-tempat yang ramai dan di sinagoga, membicarakan tentang Yesus orang Nazareth, cerita mereka kedengarannya ajaib; seorang tukang kayu yang sempurna yang berasal dari Israel, yang mati kemudian dibangkitkan dengan tujuan menggenapi nubuat dari Perjanjian Lama. Kemudian menyuruh mereka yang telah mendengarkannya untuk dibaptis dan mengikuti teladan Yesus.
Pada masa itu banyak orang mendirikan kelompok-kelompok pelayanan seperti mereka, yang menggunakan cara lain untuk membenarkan bahwa ajaran Kristen memang berasal dari Allah dan bukan suatu filsafat dari para nelayan yang berasal dari Israel utara.
Pada zaman sekarang, kita dapat membandingkan dari catatan Perjanjian Baru mengenai apa yang Yesus kerjakan dengan hal-hal yang dia ajarkan, untuk membuktikan bahwa apa yang kami sampaikan berasal dari Allah. Tapi pada zaman tersebut, sebelum Alkitab ada, Allah mengijinkan para pemimpin gereja untuk menggunakan kuasa dari Roh KudusNya dengan tujuan untuk mendukung apa yang mereka ajarkan. Inilah alasan spesifik dari menggunakan karunia tersebut di dalam dunia ini. Belum tersedianya kitab Perjanjian Baru menyulitkan kelompok-kelompok dari orang-orang percaya sehubungan dengan pertumbuhan iman mereka. Mereka tidak menemukan solusi yang tepat mengenai masalah-masalah praktis yang mereka hadapi. Hanya ada sedikit petunjuk bagi mereka untuk bertumbuh dalam iman kepada Kristus. Jadi, untuk alasan inilah karunia roh kudus tersedia sebagai petunjuk bagi orang-orang percaya yang mula-mula, melalui pesan-pesan yang terilham, sampai Perjanjian Baru mencatat pesan-pesan ini dan juga mengenai apa yang Yesus ajarkan, untuk kemudian disebarluaskan.
Seperti yang telah terjadi, alasan-alasan berikut menjelaskan bahwa Roh Kudus diberikan berlimpah-limpah;
- ”Tatkala Ia (Yesus) naik ke tempat tinggi (surga), Ia...memberikan (Roh) pemberian-pemberian kepada manusia...untuk memperlengkapi orang-orang kudus, bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus”, yaitu orang-orang yang percaya (Ef. 4:8,12)
- Maka Paulus menulis kepada orang-orang yang percaya di Roma, ”Sebab aku ingin melihat kamu untuk memberikan karunia rohani kepadamu guna menguatkan kamu (Rm. 1:11)
Tentang penggunaan karunia-karunia roh untuk mendukung pemberitaan Injil, kita membaca;
- Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh” (I Tes.1:5, bandingkan dengan I Kor. 1:5,6)
- Paulus dapat mengatakan ”apa yang telah dikerjakan Kristus olehku, yaitu untuk memimpin bangsa-bangsa lain kepada ketaatan, oleh perkataan dan perbuatan, oleh kuasa roh” (Rm. 15:18,19)
- Mengenai pemberitaan Injil, kita membaca, ”Allah meneguhkan kesaksian mereka oleh tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh berbagai-bagai pernyataan kekuasaan dan karunia Roh Kudus” (Ibr. 2:4)
- Keberhasilan pemberitaan Injil di Siprus didukung oleh berbagai mujizat, sehingga ”Melihat apa yang telah terjadi itu, percayalah gubernur itu, ia takjub oleh ajaran Tuhan” (Kis. 13:12)
- Mujizat-mujizat membuat mereka sungguh menghargai doktrin yang telah diajarkan kepada mereka di Ikonium, juga, ”Tuhan menguatkan berita tentang kasih karuniaNya dengan mengaruniakan kepada mereka kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat” (Kis. 14:3)
Semua ringkasan ini menceritakan tentang kepatuhan murid-murid dalam melaksanakan perintah penginjilan: ”Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya” (Mrk. 16:20)
Hal-Hal Yang Spesifik Pada Waktu-Waktu Yang Spesifik
Karunia Roh Kudus diberikan dengan tujuan melakukan hal-hal yang spesifik pada waktu-waktu yang spesifik. Hal ini menunjukkan kekeliruan dari klaim bahwa karunia Roh Kudus diberikan untuk selamanya dalam kehidupan seseorang. Para murid termasuk Petrus ”dipenuhi dengan Roh Kudus” pada perayaan Pantekosta setelah kenaikan Yesus (Kis. 2:4). Karena itu, mereka diizinkan untuk berbicara dalam berbagai bahasa asing, dengan tujuan sebagai awal dari pemberitaan Injil Kristen, melalui cara yang spektakular. Ketika kalangan yang berwenang memeriksa mereka, ”Petrus dipenuhi dengan Roh Kudus” yang membuat dia sanggup untuk memberikan jawaban yang meyakinkan kepada mereka (Kis. 4:8). Setelah bebas dari penjara, dengan karunia Roh, mereka diberikan kekuatan untuk menginjil, ”dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu memberitakan firman Allah dengan berani” (Kis. 4:31)
Pembaca yang cermat pasti akan menemukan bahwa tidak tertulis, ”mereka semua penuh dengan Roh Kudus sebelumnya” untuk melakukan hal-hal itu. Mereka dipenuhi Roh untuk melakukan hal-hal tertentu, dan akan dipenuhi kembali untuk melakukan tugas selanjutnya sehubungan dengan rencana Allah. Demikian juga Paulus, ”dipenuhi dengan Roh Kudus” dengan tujuan untuk menghukum seseorang yang jahat menjadi buta (Kis. 9:17; 13:9).
Berbicara tentang karunia yang menakjubkan, Paulus menulis bahwa orang-orang yang percaya yang mula-mula menunjukkan karunia tersebut ”menurut ukuran pemberian Kristus” (Ef. 4:7). Kata Yunani untuk ”ukuran” berarti ”suatu bagian atau tingkat yang terbatas” (Strong’s Concordance-Kamus Bahasa Yunani). Hanya Yesus yang memiliki karunia tanpa ukuran, yaitu kebebasan untuk menggunakannya sesuai dengan kehendaknya (Yoh. 3:34). Sekarang kita akan mendefinisikan karunia-karunia Roh tersebut sebagaiman yang sering ditunjukkan pada abad pertama.
Karunia-Karunia Roh Di Abad Pertama
Nubuat
Kata Yunani untuk ”Nabi” mempunyai arti seseorang yang terus memberitahukan firman Allah, yaitu orang yang diilhami untuk mengatakan firman Allah, termasuk memberitahukan kejadian pada masa yang akan datang (lihat 2 Petrus 1:19-21). Maka ”Nabi-nabi”, orang-orang yang dikaruniai nubuat datang ”dari Yerusalem menuju Antiokia, seseorang dari mereka yang bernama Agabus bangkit dan oleh kuasa Roh ia mengatakan, bahwa seluruh dunia akan ditimpa bahaya kelaparan yang besar. Hal itu terjadi juga pada zaman Klaudius. Lalu murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara” (Kis. 11:27-29).
Ini adalah salah satu contoh nubuat yang spesifik, dan betul-betul digenapi dalam beberapa tahun kemudian, kontras dengan mereka yang dengan pengetahuannya yang sedikit tentang Alkitab, mengklaim bahwa mereka telah mendapatkan karunia nubuat: yang sesungguhnya karunia tersebut diberikan kepada Gereja yang mula-mula, kepada orang-orang diantara mereka, dalam menghadapi penderitaan yang mengorbankan waktu dan kekayaan mereka, sebagaimana telah dinubuatkan sebelumnya. Beberapa contoh dari mereka yang mengklaim telah menerima karunia Roh pada saat ini, dapat kita lihat pada gereja-gereja yang dinamakan Gereja yang ”dipenuhi Roh.”
Penyembuhan
Para murid memberitakan kabar baik (Injil) tentang kedatangan Kerajaan Allah yang akan didirikan di bumi. Untuk membenarkan apa yang mereka beritakan, mereka melakukan mujizat-mujizat sebagai pendahuluan dari apa yang mereka beritakan. Mereka melakukan mujizat-mujizat sebagai pendahuluan tentang apa yang akan terjadi pada masa itu, dimana ”mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan...” (Yes. 35:5,6). Untuk mengetahui lebih jelas tentang keadaan di Kerajaan Allah, lihat pelajaran 5. Pada waktu Kerajaan Allah didirikan di bumi, janji-janji ini tidak akan digenapi dengan setengah-setengah, bahkan tidak ada keragu-raguan, apakah Kerajaan itu jadi didirikan disini atau tidak. Oleh karena itu dengan cara yang menakjubkan Allah mengonfirmasikan mengenai KerajaanNya bahwa, banyak janji itu pasti, dalam bentuk yang nyata, yang tidak dapat disangkal. Untuk alasan ini, banyak sekali penyembuhan yang menakjubkan yang dilakukan oleh orang-orang percaya yang mula-mula di hadapan umum.
Suatu contoh klasik dapat kita temui sewaktu Petrus menyembuhkan seorang pengemis yang lumpuh, yang setiap paginya berbaring di depan pintu gerbang bait. Kisah para Rasul 3:2 menyebutkan bahwa mereka membaringkannya disan setiap hari – suatu pemandangan yang biasa dilihat oleh orang-orang – setelah disembuhkan oleh Petrus dengan menggunakan karunia Roh, ”Ia melonjak berdiri lalu berjalan kian kemari dan mengikuti mereka ke dalam Bait Allah, berjalan dan melompat-lompat...Seluruh rakyat itu melihat dia berjalan sambil memuji Allah, lalu mereka mengenal dia sebagai orang yang biasanya duduk meminta sedekah di gerbang indah Bait Allah, sehingga mereka takjub dan tercengang tentang apa yang telah terjadi padanya. Karena orang itu tetap mengikuti Petrus...seluruh orang banyak yang sangat keheranan itu datang mengerumuni mereka di serambi yang disebut Serambi Salomo (Kis. 3:7-11).
Kemudian dengan segera Petrus menuju ke tempat terbuka dan menceritakan tentang kebangkitan Kristus; karena mereka tidak dibantah sehubungan dengan fakta mengenai penyembuhan yang mereka lakukan kepada pengemis itu, maka kita dapat yakin bahwa mereka menerima kata-kata Petrus berasal dari Allah. Gerbang bait suci ”pada waktu sembahyang” (Kis. 3:1) selalu dilewati banyak orang, seperti di pusat perbelanjaan pada sabtu pagi. Alah memilih tempat seperti ini untuk menegaskan kembali firmanNya melalui suatu mujizat yang nyata. Demikian juga halnya di Kisah para Rasul 5:12, kita membaca ”dan oleh rasul-rasul diadakan banyak tanda dan mujizat diantara orang banyak.” Inilah klaim yang digunakan oleh ”Pantekosta” dalam penyembuhan, dan memutarbalikkan hal-hal ini dengan melakukannya di gereja-gereja daripada dilakukan di jalan-jalan dan dihadapan para ”orang-orang percaya”, mereka bersatu di dalam roh untuk mengharapkan suatu ”mujizat” dan tidak mengeraskan hati khalayak ramai dulu sebelumnya, seperti yang dilakukan para murid.
Telah dikatakan bahwa yang menulis ini berpengalaman sekali dalam mendiskusikan hal-hal tersebut bersama orang-orang yang mengklaim mendapatkan roh, dan juga menyaksikan sendiri berbagai klaim yang mendapatkan karunia roh. ”Kesaksian pribadi” saya dalam melihat ”penyembuhan” yang tidak meyakinkan dan sebagian dari penyembuhan yang terbaik, tidak perlu dijelaskan lebih terperinci; seorang anggota yang jujur dari gereja-gereja ini akan mengakui bahwa banyak hal seperti ini masih berlangsung. Dalam banyak kesempatan, saya telah menuliskan hal tersebut di dalam ”maksud baik teman-teman Pantekosta”, demikian salah satu kutipannya, ”Saya bersedia untuk percaya bahwa anda memiliki kuasa yang besar ini. Tapi, Allah selalu menunjukkan dengan jelas siapa yang memiliki kuasaNya dan siapa yang tidak; jadi, bukan tidak beralasan saya ingin anda menunjukkan faktanya – setelah itu mungkin saya akan cenderung untuk menerima doktrin anda, yang pada saat ini tidak bisa saya pahami berdasarkan tulisan kudus.” Setelah itu pertunjukkan roh dan kuasa itu tidak pernah ditunjukkan kepada saya.
Kontras dengan sikap saya, orang-orang Yahudi Ortodoks pada abad pertama menutup mata terhadap kemungkinan bahwa orang-orang Kristen memperoleh karunia Roh yang menakjubkan dari Allah. Walaupun sebelumnya mereka telah mengakuinya, ”orang itu membuat banyak mujizat” (Yoh. 11:47) dan ”bahwa mereka telah mengadakan suatu mujizat yang menyolok dan kita tidak dapat menyangkalnya” (Kis. 4:16). Demikian juga mereka yang telah mendengar sendiri para murid berbicara dalam bahasa mereka sendiri (Kis. 2:6). Peristiwa demikian tidak terjadi pada saat ini, dan bukan seperti ”bahasa roh” (blabbering) Pantekosta. Fakta bahwa orang-orang cenderung semakin mengasihi di dalam Pantekosta modern, menjadi alasan bahwa mereka benar-benar menunjukkan mujizat, tentunya hal ini menjadi poin penting di dalam debat ini. Jika hanya dengan satu mujizat saja dapat menjadi berita utama di seluruh Yerusalem, tidak beralasan untuk menyarankan bahwa jika terjadi mujizat yang nyata di Trafalgar Square London atau Taman Nyaharuru nairobi kemudian akan dikenal ke seluruh dunia bahwa Allah telah mengaruniakan RohNya yang menakjubkan pada saat ini. Sebaliknya, gerakan Pantekosta mengharapkan agar dunia dapat mencapai beberapa hal sebagai alasan dari iman mereka;
- Disembuhkan (pada akhirnya) dari bisul/borok di perut; proses penyembuhan yang dianggap benar, dilakukan sebelum berdoa.
- Anggota tubuh yang cacat disembuhkan.
- Penglihatan atau pendengaran menjadi lebih jelas, meskipun sering kembali ke keadaan semula.
- Depresi dihilangkan.
Dari contoh-contoh diatas, harus ditambahkan suatu fakta bahwa ambulans membawa pasien rumah sakit ke TO Osborn Healing Crusades di Nairobi, Kenya. Supirnya menghadapi dilema dimana ia harus memutuskan apakah harus diantar ke tujuan atau kembali ke rumah sakit. Perlu diingat, seperti biasanya penderitaan tidak mendapatkan pengobatan.
Poster-poster dipasang di tempat umum untuk mengundang supaya hadir pada kebaktian dengan tema yang menantang ”Datanglah, nantikan suatu mujizat!” Poster itu dibuat sedemikian rupa untuk mempengaruhi orang secara psikologis. Tidak dicatat dalam Perjanjian Baru mengenai cara demikian dilakukan sebelum mujizat ditunjukkan. Adalah suatu fakta bahwa beberapa dari antara mereka yang disembuhkan pada abad pertama, tidak mempunyai iman, bahkan ada yang tidak mengenal Yesus (Yoh. 5:13, 9:36)
Sesuatu yang mirip dengan pemboman jiwa ditunjukkan melalui penyesatan pikiran dari doa yang diulang-ulang dan irama musik yang mengiringi. Tidak dapat diragukan lagi bahwa cara tersebut dapat mengosongkan pikiran. Penulis buku ini bersedia untuk diundang kembali mengahadiri acara-acara seperti itu di berbagai tempat, yang dalam setiap waktunya mengalami sakit kepala akibat dari perjuangan untuk mempertahankan hal-hal yang rasional, selaras dengan yang tercatat di Alkitab dalam menghadapi cobaan untuk menyerah dari irama drum dan tepukan tangan. Semua itu dijalankan sebagai pembukaan dari mujizat Pantekosta dan cukup untuk membuktikan bahwa penyembuhan itu adalah hasil dari emosi dan keadaan secara pikologis, daripada operasi yang tepat sasaran yang dilakukan oleh Roh Allah. Kontras dengan Petrus yang menggunakan karuniaa mujizatnya untuk menyembuhkan orang-orang yang berbaring di pinggir jalan (Kis. 5:15); Paulus menggunakan karunianya yang menakjubkan sebagai kesaksian pribadi kepada seorang pejabat pemerintah yang tidak percaya (Kis. 13:12,13) dan juga kepada para pemuja berhala yang banyak berada di kota Listra (Kis. 14:8-13). Diperlukan suatu tujuan untuk mengaruniakan Roh, dan hal-hal ini dilakukan dilakukan di tempat-tempat umum. Dengan cara apapun hal ini tidak boleh dianggap remeh melalui berbagai penjelasan untuk mengakui bahwa disini ada kuasa Allah yang telah ditunjukkannya oleh pelayan-pelayanNya.
Yang hasilnya mirip dengan salah satu akibat dari mujizat penyembuhan Kristus; ”yang begini belum pernah kita lihat” (Mrk. 2:12).
Bahasa Roh
Para murid, yang sebagian dari antara mereka adalah nelayan, menerima perintah besar untuk pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil (Mrk. 16:15,16). Mungkin reaksi mereka yang pertama kali adalah, ”tapi aku tidak dapat berbicara dalam bahasa yang lain!” situasi ini sama dengan, ”Saya tidak begitu baik dalam pelajaran bahasa asing di sekolah”, bahkan merekapun tidak pernah sekolah. (Kis. 4:13). Bahkan bagi para Rasul yang terpelajar (misalnya Paulus), masalah bahasa adalah suatu rintangan yang berat. Setelah dikristenkan mereka membutuhkan kepercayaan satu sama lain demi kemajuan rohani (pada waktu itu belum ada Perjanjian Baru) yang mengartikan bahwa tidak mengerti bahasa satu sama lain adalah masalah yang cukup besar.
Untuk mengatasi masalah ini maka karunia untuk berbicara dalam bahasa asing diberikan supaya mereka mengerti, diperkenankan. Jelas sekali hal ini bertentangan dengan mereka yang memamerkan ”bahasa roh” dan orang-orang Kristen yang dilahirkan kembali, yang menganggap ungkapan kegembiraan mereka yang tidak dimengerti sebagai ”bahasa roh.” Kekacauan ini dapat dijernihkan dengan menunjukkan bahwa definisi Alkitab tentang ”bahasa roh” adalah ”bahasa asing.”
Pada hari Pentakosta Yahudi, setelah Yesus diangkat ke surga, para murid ”dipenuhi dengan Roh Kudus”, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain...berkerumunlah orang banyak (sekali lagi, karunia tersebut ditunjukkan di hadapan umum) dan menghujat, karena mereka mendengar para murid berbicara dalam bahasa mereka. Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata, bukankah mereka yang berkata-kata itu orang Galilea? Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri (dari kata Yunani yang sama juga diterjemahkan sebagai ”bahasa-bahasa”) yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: Partia, dan Media,...kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri...Mereka semuanya tercengang-cengang” (Kis. 2:4-12). Tidak mungkin mereka tercengang-cengang dan heran, jika yang mereka dengar itu hanylah ucapan-ucapan kosong seperti yang dilakukan oleh mereka yang mengklaim memiliki karunia tersebut pada saat ini: yang hanya akan mendapatkan sindiran atau tidak diacuhkan sama sekali, daripada membuat orang jadi tercengang-cengang, dan mengerti dengan pasti kata-kata yang mereka ucapkan, seperti yang dijelaskan di Kisah para Rasul 2.
Terpisah dari hubungan yang jelas antara ”bahasa roh” dan ”bahasa-bahasa” di Kis. 2:4-11, di bagian lain dalam Perjanjian Baru, ”bahasa roh” dengan jelas sekali digunakan untuk mengartikan ”bahasa asing”; kata-kata seperti ”bangsa-bangsa, suku-suku, dan bahasa-bahasa”, digunakan lima kali di Wahyu untuk menerangkan semua orang yang berada di planet bumi (Wahyu 7:9, 10:11, 11:9, 13:7, 17:15). Kata Yunani untuk bahasa roh sama dengan yang digunakan di Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani (yang disebut Septuaginta), yang mengartikan bahasa asing (lihat Kejadian 10:5, Ulangan 28:49, Daniel 1:4).
Di I Korintus 14 terdapat daftar perintah-perintah sehubungan dengan penggunaan karunia bahasa roh; ayat 21 mengutip Yesaya 28:11, sehubungan bagaimana karunia tersebut digunakan untuk bersaksi melawan orang-orang Yahudi; ”Sungguh, oleh orang-orang yang berlogat ganjil dan oleh orang-orang yang berbahasa asing akan berbicara kepada bangsa ini.” Yesaya 28:11 terutama mengacu kepada penyerang-penyerang Israel yang berbicara kepada orang-orang Yahudi dalam berbagai bahasa yang tidak mereka ketahui. Hubungan antara”bahasa asing” dan ”berbicara” mengindikasikan bahwa bahasa roh mengartikan bahasa-bahasa asing. Di I Korintus 14 ada banyak indikasi tentang bahasa roh yang mengacu kepada bahasa-bahasa asing. Pada pasal ini Paulus diilhamkan untuk mengritik penyalahgunaan karunia berbahasa dan bernubuat. Sekarang kami akan mengomentari dengan singkat hal-hal tersebut, ayat 37 adalah ayat kucinya;
”jika seseorang menganggap dirinya nabi atu orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan padamu adalah perintah Tuhan.”
Jika seseorang mengklaim mendapatkan karunia rohani, dia harus menerima terlebih dahulu perintah-perintah yang diilhamkan Allah tentang bagaimana menggunakan karunia tersebut. Ayat 11-17;
”Tetapi jika aku tidak mengetahui arti bahasa itu, aku menjadi orang asing bagi dia yang mempergunakannya dan dia orang asing bagiku.
Demikian pula dengan kamu; kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia roh, tetapi lebih daripada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun jemaat.
Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya.
Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa.
Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku; tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku.
Sebab jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan ”amin” atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan?
Sebab sekalipun pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya.”
Berbicara dalam suatu bahasa yang tidak dimengerti oleh mereka yang hadir pada waktu kebaktian adalah tiada artinya. Dengan mengenyampingkan bagaimana dapat mengatakan ”amin” dengan benar, mereka berbicara dengan kata-kata kosong dalam sebuah doa membual yang tenang dan yang tidak dapat dimengerti. Ingat, ”Amin” berarti terjadilah demikian, yaitu ”Saya benar-benar menyetujui apa yang diucapkan dalam doa ini.” Berbicara dalam suatu bahasa yang tidak dimengerti oleh saudara-saudara anda, tidak akan membangun mereka, seperti yang dikatakan oleh Paulus.
Ayat 18;
”Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih daripada kamu semua.”
Karena dia menempuh perjalanan yang cukup panjang dalam memberitakan Injil, maka Paulus membutuhkan karunia untuk berbicara dalam berbagai macam bahasa lebih banyak.
Ayat 19;
”Tetapi dalam pertemuan jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, daripada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.”
Ayat 22;
”Karena itu karunia bahasa roh adalah tanda, bukan untuk orang yang beriman; tetapi untuk orang yang tidak beriman, sedangkan karunia untuk bernubuat adalah tanda, bukan untuk orang yang tidak beriman, tetapi untuk orang yang beriman.”
Oleh karena itu penggunaan bahasa roh sebagian besar digunakan untuk menyebarluaskan Injil. Saat ini, mereka yang paling banyak mengklaim memiliki ”bahasa roh”, hanya menunjukkannya di dalam kelompok mereka sendiri. Ada beberapa contoh yang telah terjadi tentang kekurangan orang-orang yang secara menakjubkan mampu berbicara dalam berbagai bahasa asing dalam menyebarkan Injil. Pada permulaan tahun 1990an pintu kesempatan terbuka untuk menyebarluaskan Injil Kristus di Eropa Timur, Gereja-gereja ”Evanglis” (disebut begitu) harus mendistribusikan literatur mereka hanya ke dalam bahasa inggris karena masalah bahasa! Tentu saja karunia untuk berbahasa harus digunakan jika hal itu dimiliki? Dan suatu massa dalam jumlah besar dari evanglis Reinhardt Seiber dengan luar biasa mengklaim memiliki roh, tapi tetap saja menggunakan penerjemah sewaktu berbicara kepada kumpulan orang banyak di Kampala, Uganda.
Ayat 27;
”jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya.”
Hanya dua atau tiga orang yang diperlukan untuk berbicara dalam bahasa roh dalam kebaktian. Tidak mungkin ada lebih dari tiga bahasa berbeda yang diucapkan kepada para jemaat. Karena konsentrasi akan buyar jika kalimat dari pembicara harus diterjemahkan lebih dari dua kali. Jika karunia bahasa roh dimiliki pada waktu kebaktian di Central London, yang dihadiri oleh orang-orang Inggris, termasuk yang hadir beberapa turis dari Perancis dan Jerman; maka para pembicaranya akan memulainya dengan mengatakan;
Pendeta; Good evening (Inggris)
Penerjemah 1; Bon soir (Perancis)
Penerjemah 2; Guten abend (Jerman)
Seharusnya mereka berbicara “sesuai urutan”, setelah yang lain selesai bicara. Jika mereka berbicara secara serempak, hasilnya adalah kekacauan, karena emosi fundamentalis yang ditunjukkan sewaktu “berbicara dalam bahasa roh.” Fenomena ini dapat terjadi jika mulut orang-orang berbicara serempak. Saya telah meneliti hal tersebut, pada waktu seseorang mulai berbicara dengan segera penerjemah akan menerjemahkannya.
Karunia bahasa roh sering kali digunakan dalam hal-hal yang berhubungan dengan nubuat, oleh karena itu firman Allah yang terilham disampaikan (melalui karunia nubuat) dalam berbagai bahasa asing oleh utusannya (melalui karunia bahasa roh). Contoh tentang hal ini dapat dilihat di Kisah para Rasul 19:6. Bagaimanapun juga jika suatu kebaktian di London yang dihadiri oleh orang-orang Inggris dan beberapa pengunjung dari Perancis. Pembicara dalam bahasa Perancis “tidak dapat membangun” orang-orang Inggris yang hadir. Oleh karena itu karunia untuk menerjemahkan bahasa harus ada, supaya setiap orang dapat mengerti apa yang telah disampaikan, contohnya kami menerjemahkan bahasa perancis ke dalam bahasa inggris. Demikian juga halnya jika ada seseorang yang dikaruniai berbicara dalam bahasa perancis, tapi tidak mengetahui artinya sama sekali, ketika ditanya oleh seseorang yang berbahasa perancis dia tidak mengerti. Untuk membantu hal ini maka karunia untuk menerjemahkan harus ada.
Tanpa kehadiran seorang yang dikaruniai untuk menerjemahkan disaat dibutuhkan, maka karunia bahasa roh tidak dapat digunakan: “…dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan jemaat” (I Kor.14:27,28). Tapi, fakta yang terjadi adalah; mereka yang mengklaim memiliki “bahasa roh” berbicara dalam “bahasa-bahasa” yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain, dan tanpa penerjemah sama sekali. Hal ini tentu saja bertentangan dengan perintah-perintah tersebut.
Ayat 32,33;
“Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi. Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera.”
Oleh karena itu, memiliki karunia-karunia roh kudus tidak berhubungan dengan pengalaman seseorang dimana ia memasuki alam bawah sadar. Rohlah yang mengendalikan si pengguna, bukan pengguna yang memaksa untuk menggunakan Roh sesuai dengan yang ia rencanakan. Klaim yang salah sering kali terjadi bahwa setan atau ”roh-roh jahat” dimiliki oleh mereka ”yang tidak diselamatkan” (lihat pelajaran 6.3) tetapi roh kudus dimiliki oleh mereka yang beriman. Di dalam I Korintus 14:32 Kuasa roh mengacu kepada akhir yang spesifik dari penggunanya. Bukan seperti pertunjukkan kekuatan yang baik melawan kekuatan yang jahat, seperti yang dipikirkan manusia. Disamping itu, kita telah ditunjukkan bahwa kuasa-kuasa Roh Kudus datang kepada para murid pada waktu yang tepat untuk melakukan hal yang spesifik, bukannya datang kepada mereka untuk seterusnya.
Permohonan untuk menerima karunia-karunia dan menggunakannya dalam jalan yang sesuai dengan kasih dan perdamaian Allah dan menghindari kekacauan (ayat 33) sepertinya tidak digubris oleh orang-orang tuli di Gereja-gereja Pantekosta saat ini.
Ayat 34;
”Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat.”
Hal ini berbicara dalam konteks penggunaan karunia-karunia roh. Tidak dapat disangkal lagi, wanita tidak boleh menggunakan karunia tersebut selama kebaktian berlangsung. Fenomena dari berbicara dengan ”kata-kata kosong” yang merupakan hasil dari rangsangan emosi yang terjadi pada seseorang kemudian diikuti oeh yang lainnya, telah mengabaikan sama sekali hal ini. Wanita-wanita, anak-anak, semua yang hadir dalam kebaktian dengan hati yang rela, dapat terpengaruh oleh rangsangan seperti ini, dan akan menjadi suatu ungkapan kegembiraan yang disebut sebagai ”bahasa roh.”
Keunggulan wanita di dalam ”berbahasa roh” dan ”bernubuat” seperti yang terjadi di gereja-gereja modern pada saat ini, tidak bisa dikatakan telah mengahapus perintah dari ayat ini. Yang menggelikan, pendapat menyedihkan bahwa Paulus adalah pembenci wanita dibatalkan melalui beberapa ayat: „jika seseorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan” (I Kor. 14:37) bukan kata-kata Paulus sendiri.
Oleh karena itu setiap orang yang percaya kepada Alkitab terilham, harus menerima perintah-perintah di I Korintus 14 dengan baik. Mencemooh mereka dengan terang-terangan hanya akan mengindikasikan kurangnya kepercayaan terhadap segenap tulisan kudus yang terilham, atau mendeklarasikan sendiri bahwa yang satu itu bukan karunia rohani, orang lain yang kekurangan karunia-karunia akan menolak perintah-perintah di I Korintus 14 sebagai perintah Allah kepada kita.